=Author POV=
Digo masih memijat pelan pergelangan tangan kanannya. Cideranya itu membuatnya tidak dapat menyetir mobil namun masih dapat menggunakan senjata api jika memang dipaksakan. Sesekali dia mendesis karena nyeri yang dirasakan. Dia menggerakannya perlahan.
Ini adalah hari keduanya, namun dia merasa sangat lemah karena bengkaknya masih menyiksa. Dia sungguh membenci kedua pria bersaudara yang menghajarnya di dalam mobil tempo hari. Keduanya sangat licin juga cerdik. Dia semakin mengakui kalau dirinya sangat ceroboh dan tidak memperhitungkan semua tindakan yang dia ambil.
..
"Digo. Apa kamu tidak bosan dengan semua ini?" tanya Sam dengan suara rendah. "Pekerjaanmu melelahkan. Sangat bertentangan dengan jiwamu yang sesungguhnya. Apa kamu tidak lelah? Selalu mendapat perintah dan dijadikan alat peraga para elit?"
Pertanyaan Sam sedikit menggelitik. Digo menghisap dalam-dalam cerutunya hingga dia mengepulkan asap yang tebal.