"Mile, kau memang lebih kuat dan selalu melindungiku. Tapi, saat seseorang datang melukai, bukan berarti aku akan diam saja membiarkannya."
[Apo Nattawin Wattanagitipat]
***
"Urkh--" Dengan napas panas, Apo pun mendesis perih karena punggung tangannya disegeli mantra. Bentuknya mirip dengan pola gerbang menuju ke alam iblis, tapi kini berwarna ungu. Apo tidak tahu sejauh apa dia akan terlibat dengan mereka, tapi sejauh ini sudah memiliki tiga. Sssh ... rasanya semakin sakit dan panas. Apo sampai berteriak karena tangannya ikut melepuh. Dan suaranya melengking hingga membuat beberapa hewan terkaget. "AAAAAARRRRRRRRGGGGGGGHH!!"
Tupai-tupai, cheetah, tapir, beruang ... mereka ribut bahkan serigala pun ikut mengaum di jauh sana. Mereka seolah ikut sedih bersamanya, tapi Apo berhasil melalui detik-detik gila itu. Dia terengah-engah dan lemas. Lalu ambruk meringkuk di tengah ladang.
BRUGHHHHHHH!!!
"Hahhh ... hahh ... hahhh ... hahhh ...."
Pandangan Apo buram gelap, buram gelap. Dia demam tinggi dan menggigil, lalu memeluk dirinya sendiri. Apo lihat, hanya tanda kontrak di tangannya yang masih begitu jelas. Cahaya itu bersinar-sinar. Lalu redup tepat saat berbagai memori acak menyerbu kepala.
"ARRRRRRRRGGGGHHHHHH!!" teriak Apo lagi. Dia tidak sanggup karena memori itu berjalan seperti film, tapi durasinya sangat cepat menuju ke masa lalu.
Apo kembali ke waktu ketika Bible melamar, lalu mereka pindahan, paginya jalan-jalan ke toko, kemudian kecelakaan hebat terjadi. Semuanya berlanjut ketika Apo bertemu Mile pertama kali, momen-momen sang iblis memperkosanya di perpustakaan, tanda kontrak pernikahan yang tetiba ada di lehernya, kemudian seorang Mile mengatakan cinta. Luka-luka itu mengorek traumanya ke permukaan. Apo pun menendang-nendang tanah karena diserbu senyum jahat Max dari berbagai arah, apalagi saat iblis itu ikut memperkosanya.
Permainan selama hampir dua tahun. Apo dihadapkan tiga pria yang berbeda hingga Mile hadir sempurna. Kemudian sang iblis mengajaknya terbang ke mengintari bumi. Mereka tertawa berkali-kali sejak saat itu. Bahkan berciuman sambil tersenyum.
Namun, tiba-tiba Apo tersadar karena tayangan ulangnya berhenti. Dia pun berbaring menghadap langit, lalu meraba bunga di sebelahnya.
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....
"Aku ... aku kenapa masih di tempat?" katanya. Kemudian menyentuh dada yang berdebaran. "Bukankah aku harusnya kembali ke--"
BRUGH!!
SRAAAAKKKHHHH!!
Apo pun tersentak karena tubuhnya mendadak disambar dari sana. Dia dipeluk naga Mile yang sudah tersadar, lalu merebahkannya di atas salju. "Mile--" Sang suami sudah membungkamnya dengan ciuman. Dia berubah jadi manusia perlahan, dan mengabaikan dua iblis yang kini berlutut padanya.
"Salam sejahtera untuk Anda, Tuan Romsaithong."
"Salam sejahtera juga untuk siapa pun yang Anda sayangi."
Si naga hijau dan Gumiho itu pun menunduk. Mereka bilang, Mile dan Apo sudah melewati ujian dengan baik sehingga dianggap pantas. Karena bunga-bunga ini bisa sembuhkan penyakit apapun, jadi mereka takkan berikan kepada seseorang yang tidak tulus.
Selama ini, turun temurun selalu begitu. Sebab bila tidak diberikan penjaga dan racun, maka tangan-tangan kotor akan memanfaatkannya untuk hal yang fatal.
"Dengan banyak cara, kami memang harus memastikan segalanya," kata si naga hijau. "Biarkan mereka menjual nyawa, hati, pikiran dan sebagainya. Kalau perlu harus relakan yang paling berharga untuk ditukar ...."
"Benar, tapi jika Anda berhasil, maka kontrak itu akan kami berikan," timpal si Gumiho dengan senyuman. Apo sampai bingung kenapa lukanya sembuh sendiri, bahkan Mile yang tadinya tercakar-cakar.
"Eh? Mile?" Apo pun ingin meraih sisa luka sang suami, tapi Mile sudah mengesun tangannya rindu.
"Syukurlah kau tidak kenapa-kenapa ... syukurlah kau tidak kenapa-kenapa ...." kata Mile sepelan angin. Namun, bukannya fokus kepada lelaki itu, Apo justru menoleh pada lawannya penuh kebingungan.
"Kalian ini ...."
"Dengan tanda itu Anda bisa berkunjung kemari kapan pun," kata si Gumiho cepat. Dia menggeram senang dengan ketukan kaki, lalu menghujani Apo dengan ribuan bunga. Semuanya berputar karena angin, kupu-kupu, lalu memunculkan sebuah botol kaca di depannya. "Untuk mengambil bunganya demi kepentingan Anda, atau siapa pun yang Anda kehendaki. Tapi pertama-tama terimalah hadiah dari kami."
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....
Apo pun mengerjap pelan. "Tunggu dulu, tunggu dulu ... apa ini serius?" tanyanya, lalu mengambil botol kaca itu perlahan. Rasanya sungguh dingin di telapak tangannya.
"Iya, tapi Anda berdua harus meminum ramuan yang ada di dalam," kata si naga hijau. "Dengan begitu, fakta ini tidak akan diketahui siapa pun."
"Oh ...."
"Maksud kami, mulut Anda akan terkunci jika ingin bercerita soal rahasia ladang ini, begitu pun tangan Anda akan berhenti jika ingin menuliskannya."
Apo pun akhirnya mengerti. Dia tertawa meskipun sempat loading beberapa saat, lalu memeluk Mile begitu erat.
BRUGH!!
"AHAHAHA ... AHAHAHA ... Demi apa kita berhasil!!!" seru Apo senang sekali. "KITA BERHASIL, MILE! KITA BENAR-BENAR MENDAPATKANNYA!"
Namun, Mile malah marah ketika membawa Apo pulang dari sana. "Demi apapun, aku akan meremukkan Nana dan Phi Jeje setelah ini ...." katanya. "Ah, mungkin Phi Jeje harus kutemui dulu pertama kali.
DEG
"EEEEHHH? KENAPAAAA?!" tanya Apo yang kembali menunggangi punggung naga Mile. Dia membawa sebuah seikat bunga ungu di dadanya, lalu mengelus bahu sang suami perlahan.
"Kode etik dokter apanya. Apa dia lebih suka adiknya mati daripada membocorkan rahasia?" kata Mile. Namun, Apo malah tertawa keras. Sebab baru kali ini Mile benar-benar marah pada kakaknya. Dan itu menurutnya lucu sekali.
"HA HA HA HA HA HA! Jangan begitu, Mile! Nana dan Phi kan hanya sedang menjalankan tugas," kata Apo. "Lagipula kita sudah menitipkan Cattawin dan Shigeo pada Phi terlalu lama. Mungkin agak ingin usil juga, kan?"
"Cih."
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa ...." kata Apo menenangkan. Dia pun mengecup ubun Mile yang berhias sungut. Kemudian mengulanginya beberapa kali. "Ya sudah, ayo pulang. Tapi kita jemput dulu mereka berdua. Aku juga sudah kangen sekali."
"Hm.
WUSSHHHHHHHHHH!!
Mile pun terbang lebih cepat, seolah-olah dia semakin marah. Namun, bila diharuskan jujur... Mile tahu kenapa dia sejengkel ini. " Aku mungkin harus mulai berlatih seperti dulu," batinnya. "Karena para tetua ladang itu benar. Kedamaian selama beribu tahun ... Kurasa aku sudah berubah dan kehilangan diriku."