-----------------
Suara nyanyian burung pagi.
Udara pagi hari di bungalow dengan kolam ikan di halaman depannya itu begitu sejuk.
Embun masih menetes perlahan dari pinggir daun hingga ke atas tanah, beberapa lembar daun yang sudah tua jatuh sendiri dari tangkainya melayang begitu ringan sebelum menyentuh tanah yang sudah dipenuhi daun kering lainnya.
FeiEr baru menaikkan selimut yang menutupi dada HongEr sesaat setelah tabib selesai memeriksanya, pria tua bertubuh agak gempal dengan wajah yang kerap tersenyum menegakkan tubuhnya kembali setelah selesai menulis resep obat yang segera diserahkan pada LuYan.
"Tabib, bagaimana dengan keadaan adik saya?" Tanya FeiEr.
Pria tua itu, tabib Liu tersenyum.
"Jangan khawatir anak muda, adik anda baik-baik saja, ia hanya agak lemah karena pengaruh obat bius belum hilang, tapi setelah ini ia akan baik-baik saja, beli obatnya di kota dan berikan ia pagi dan malam setelah makan, jangan biarkan ia turun dari ranjang dulu untuk satu dua hari, kondisi tubuhnya tidak seperti orang lain, denyutnya lemah, ia butuh banyak makanan bergizi"
Makanan bergizi, Ibundanya selalu memberikan HongEr segala makanan terbaik dari seluruh pelosok negeri, ia tidak kekurangan itu sama sekali,
Tapi teringat sesuatu.
FeiEr mengerutkan dahinya, ia mendengar dari DaHuang kalau ia melihat SongEr menduduki tubuh HongEr.
"Apa, benar tidak apa-apa, bagaimana dengan ehh.." FeiEr tidak bisa melanjutkan ucapannya, ini mengenai nama baik HongEr, tapi, ia tidak bisa mengabaikan itu.
Tabib Liu tersenyum, ia seperti mengerti arah pertanyaan FeiEr.
"Tenang saja anak muda, adikmu masih baik-baik saja, ia belum tersentuh hingga ke area sana, hanya ada beberapa bekas ciuman paksa di lehernya tapi itu akan menghilang selama beberapa hari, selain itu ia baik-baik saja"
Pipi FeiEr merah, ia tidak pernah menyangka akan membahas hal itu dengan gamblang di depan orang asing, tapi HongEr adiknya yang sangat berharga, apapun yang terjadi padanya ia berhak tahu.
FeiEr meraih telapak tangan HongEr yang dingin, menggenggamnya dan menggosoknya agar lebih hangat.
"Heh syukurlah, Hong kau buat kakak takut setengah mati" FeiEr membelai rambut depan HongEr dan merapihkannya, wajah HongEr yang mulai berwarna, tidak sepucat semalam saat ia membawanya pulang.
Tabib Liu bersiap keluar, LuYan mengantarnya.
"Tabib, bagaimana dengan tuan muda Song"
Keduanya tiba di luar kamar.
Tabib itu menarik napas cukup panjang, mengelus janggut putihnya yang agak panjang.
"Untuk anak muda itu mungkin akan membutuhkan waktu lama untuk sembuh, tapi asalkan obat itu segera diminumkan dengan teratur ia bisa kembali dengan normal, untuk ukuran anak semuda itu, ia cukup hebat menahan diri"
"Apa, racun itu begitu hebatnya?" Tanya LuYan.
Tabib Liu mengangguk.
"Yah beberapa pasien yang terdahulu datang dengan kondisi lebih menyedihkan, tapi sebenarnya racun ini tidak begitu berbahaya jika sesaat setelah bereaksi korban langsung menyalurkan nafsu birahinya karena racun menyerang pikiran dan organ seksualnya, tapi jika tidak orang itu akan mengalami luka dalam yang parah, bahkan bisa merusak sarafnya"
LuYan mengerti.
Untuk anak muda yang masih kurang pengalaman seperti SongEr, anak itu sudah cukup hebat menahan diri, setidaknya sampai ia dikalahkan.
"Hamba akan memberikan resep yang mudah ditemukan agar jika lain kali terkena racun ini bisa segera diobati"
LuYan mengangguk memberi hormat pada tabib tua tersebut.
"Terima kasih tabib atas kedatangannya, anak buah saya akan mengantar anda kembali"
-------------------------------
Sreeet.
Pintu dibuka dari luar, tak berapa lama LuYan sudah mendekati FeiEr yang duduk di tepi ranjang.
"Tuan muda"
FeiEr memasukkan tangan HongEr ke balik selimut.
"Heh maaf kak Yan, perjalanan kita ini jadi terganggu, tidak cukup hampir dirampok, adik terluka begini, kalau Ibunda tahu entah apa yang beliau pikirkan"
LuYan tersenyum.
"Hamba rasa pak Tua Chang bisa menunggu sedikit lebih lama, beliau tidak akan keberatan jika tahu apa yang terjadi, perjalanan kali ini memang lebih berat dari biasanya, tuan besar sudah mengantisipasi kalau lain kali biarkan cabang saja yang merekrut orang baru sehingga kita tidak usah selalu melakukan perjalanan ini setiap kali, tapi semua cabang sangat menghormati tuan besar, bagaimanapun nama baik dan reputasi tuan besar yang membuat orang datang dan bersedia menjadi pengawal"
FeiEr mengangguk. Ia tahu hal itu, dan ia tidak keberatan sama sekali selama semua orang bisa menikmati kemudahan bersama-sama, hanya kali ini, perjalanan resmi pertamanya tanpa Ayahandanya, dan itu sangat berat.
"Heh aku akan mencari angin sebentar, kak Yan tolong jaga HongEr yah, ia bisa panik saat bangun dan tidak menemukan siapapun"
FeiEr berdiri menuju ke pintu, sebelum keluar tangan LuYan menahannya.
"Tuan muda, sebaiknya anda bicara dengan DaHuang, anak itu aneh, sejak tadi ia hanya berdiri di pohon dan tidak mau masuk rumah"
DaHuang, FeiEr melupakannya, semalam karena hanya mencemaskan HongEr siapapun tidak dilihatnya lagi.
-----------------------------------
Angin berhembus dingin.
Matahari yang muncul di sela-sela pohon yang lebat tidak membantu menghangatkan, musim dingin tiba lebih cepat di area pengunungan itu.
Suara desik daun berdesakan diterpa angin seperti semacam suara yang mengisi kesunyian bersama dengan suara hewan kecil lainnya.
DaHuang yang berdiri menyandar di pohon besar di depan kolam menggeser kakinya saat seekor ayam berbadan kecil bersama anak-anaknya lewat di depannya, ia menggeser tubuhnya ke belakang dan hampir menubruk seseorang yang sudah mendekat.
"Aww" ujung sarung pedangnya mengenai perut orang tersebut.
DaHuang langsung merunduk hormat saat melihat siapa yang sudah berdiri di belakangnya.
"Maafkan hamba tuan muda"
FeiEr, yang sambil meraba perutnya bergerak ke samping DaHuang.
"Kau ini, kenapa sejak tadi berdiri di sini? Sudah sarapan belum?"
DaHuang menundukkan kepalanya, ia menghindari pandangan mata tuan mudanya.
"Be belum, hamba, belum lapar"
FeiEr tersenyum, ia menarik napas sebanyak-banyaknya dan menghempaskannya, ia mengangkat tangannya merangkul pundak DaHuang, jagoan beladiri yang sangat menurut padanya sejak ia kecil.
"Apa, kau masih memikirkan soal semalam? HongEr baik-baik saja, kau bisa melihatnya sebentar di dalam, tanganmu, apa, sudah membaik?" FeiEr melirik tangan kanan DaHuang yang kembali mengeluarkan darah semalam, ia terlalu memaksakan diri hingga tidak memperdulikan dirinya sendiri.
DaHuang mengangguk, tetap tidak melihat ke arah FeiEr.
"Hamba baik-baik saja, terima kasih tuan muda sudah memperhatikan"
FeiEr tertawa kecil.
DaHuang tetap menjadi DaHuang yang selalu ia kenal, sejak dulu begitu, tidak berubah.
"He baiklah kalau begitu, lebih baik cepat masuk dan sarapan, kalau kau sakit kita akan sulit melanjutkan perjalanan, aku tidak bisa melindungi HongEr sendirian, sekarang kau di sini aku pasti bisa mengandalkanmu khan"
FeiEr hendak melangkah dan membiarkan DaHuang sendiri, mungkin ia butuh sendiri, tapi suara DaHuang menghentikannya.
"Aku pantas mati!" Seru DaHuang.
Dadanya naik turun dengan cepat, ia melihat mata FeiEr sebentar, lalu menurunkan kepalanya, DaHuang menjatuhkan tubuhnya berlutut di depan FeiEr.
"DaHuang apa yang kau lakukan?" FeiEr tak menyangka pemuda bertubuh besar itu akan melakukan hal itu, tubuhnya bergetar.
"Hamba, p pantas mati, hamba sudah gagal, ems" DaHuang tidak bisa lagi menyembunyikan airmatanya, ia sejak tadi menahannya, dan harus mengeluarkannya atau kalau tidak dadanya akan meledak karena emosi, ia mengepalkan tangannya di atas lututnya, sementara berusaha menghapus airmata yang mendesak keluar.
FeiEr berusaha membangunkan DaHuang, tapi pemuda bertubuh besar itu tidak bergeming.
"DaHuang bangunlah, apa yang kau lakukan?"
DaHuang menangis, ia berusaha menjadi pria tegar tapi ia gagal saat itu.
"Emms hamba, sudah gagal, hamba gagal melindungi tuan muda, orang itu, hampir melakukan hal bejat padanya, dan hamba, membiarkan itu terjadi, hamba, tidak berada di sisinya saat orang-orang itu melecehkannya, hamba ...hamba pantas mati, tolong, tuan muda, hukum hamba, hamba tidak berguna"
FeiEr menahan diri untuk tidak ikut menangis, DaHuang memang shock, ia pemuda bertubuh besar tapi berhati lembut, tidak aneh ia seperti itu.
"Heh"
DaHuang menghapus air matanya, ia masih terbayang bagaimana tuan mudanya tidak berdaya dan tubuhnya disentuh secara lancang oleh orang-orang kotor itu, ia masih menahan emosi dan siap membunuh siapapun yang menyentuhnya saat ini, ia punya kemarahan yang tak terbendung.
FeiEr menepuk pundaknya.
"DaHuang, kau ikut jaga HongEr di dalam yah, ia pasti senang melihat dirimu saat ia bangun, lagipula aku dan kak Yan butuh istirahat"
DaHuang mengangkat kepalanya, melihat senyum tuan mudanya yang mengangguk padanya.
"Tu tuan muda, ham hamba, apa, masih pantas"
------------