"Hari sudah malam kenapa kamu tidak segera pulang?" Kyoto bertanya dengan bingung.
"Aku belum memiliki tempat tinggal di kota ini karena aku tinggal sangat jauh dari kota ini 1 hari aku sampai di sini menggunakan seragam ini dari rumah, dan aku istirahat di bus dan pagi itu aku sangat beruntung dapat bus langsung menuju ke sekolahan. Jadi aku tidak punya tempat tinggal." Dengan wajah yang malu Emi menyembunyikan wajahnya.
"Hah… Kau dari luar kota? Tak kusangka kalua kau dari luar kota. Aku memiliki kedai dan rumah di sini tapi sedikit jauh hampir satu jam kita baru sampai disana. Bagaimana sementara ini kau tinggal bersamaku." Kyoto berdiri dan mengajak Emi ke rumahnya.
"Bagaimana ya… Aku tak ingin menyusahkanmu lagi" Dengan wajah yang sedih tetapi imut sekali di pandang.
"Tak masalah kau bisa bantu aku membuka kedai di rumah anggap saja itu balas budimu kepadaku." Kyoto memaksanya ikut karena kasihan.
Kyoto mengambil telefon yang ada di saku celananya.
Tut… Tut… Tut… Telefon di saku Takeshi berbunyi dan segera mengambilnya.
"Halo… Ada apa Kyoto?" Takeshi yang sibuk memasak di dapur.
"Begini ayah, aku membawa seorang perempuan untuk tinggal bersamaku dan membuka kedai kita bersamanya karena dia tidak memiliki tempat tinggal" Kyoto sedikit ragu berfikir kalo ayahnya tidak akan memperbolehnya.
"Kenapa kau Tanya kepadaku hah? Sekarang rumah dan kedai itu milikmu jangan kau tanyakan kepadaku, terserah kau saja mau kau banyak perempuan di rumahmu atau mau kau mencari kariyawan untuk kedai milikmu itu hakmu sekarang. Ayah hanya mengirimmu beberapa uang untuk kau bayar sekolah saja. Ya sudah aku sangat sibuk hari ini besok kau kirim surat kepadaku. Nanti ku beri alamat nya lewat telefon." Takeshi langsung mematikan telefonnya karena sangat sibuk.
"Begini Emi kau boleh tinggal di rumahku selama yang kau mau karena ayahku bilang kalo semua terserah aku sebab rumah dan kedai sudah milik aku" Dengan bingung menjelaskannya.
���Benarkah itu? Memang ayahmu di mana?" Emi terkejut setelah mendengarnya.
"Ayahku bekerja di luar kota. Sudah mulai gelap ayo kita pulang." Kyoto melihat langit yang sangat gelap.
Mereka berjalan menuju halte bus dan menunggu bus terakhir yang lewat. Tak menunggu lama bus terakhir yang mereka tunggu telah datang.
Suasana di bus yang sangat sepi hanya mereka berdua yang ada di bus tersebut, mereka duduk di kursi paling belakang dan saling menjaga jarak.
"Kyoto… Terima kasih atas bantuannya." Emi membuka pecakapan.
"Tidak masalah kau anggap saja rumahmu sendiri jika sudah sampai di sana, karena aku tinggal seorang diri di sana." Kyoto melihat keluar jendela.
"Ibu kamu di mana?" Dengan penasaran Emi bertanya.
"Ibuku sudah meninggal sejak aku umur 8 tahun dia mempunyai penyakit mematikan tetapi dia tidak memberitahuku" Kyoto menjelaskan tanpa sedih.
"Maaf… Telah mengingatkan tentang ibumu." Emi menunduk.
"Bukan masalah aku sudah terbiasa dengan ini" Kyoto tetap melihat keluar bus.
Semua terlihat hening sejenak tak lama Kyoto tertidur karena kelelahan dan Emi berpindah ke sisinya dan menemaninya.
Satu jam berlalu Kyoto bangun dari tidurnya dan terkejut Emi juga tidur di dekatnya. Melihat Emi yang tidur pulas Kyoto tak tega membangunkannya.
Tak lama bus berhenti di halte dekat dengan kedai milik Kyoto.
"Emi… Emi… Kita sudah sampai." Kyoto membangunkan Emi yang tak kunjung bangun.
"Mungkin dia kelelahan untuk seleksi tadi." Kyoto mengendong dan membawa tas Emi menuju rumahnya.
Tiga puluh menit Kyoto sampai di rumah dengan menggendong Emi yang masih tertidur pulas.
"Aku pulang." Kyoto menuju kamar ibunya untuk membaringkan Emi yang tidur.
Malam itu Kedai Kyoto tidak buka karena Kyoto sangat kelelahan, tak lama telefon Kyoto berdering.
Pesan dari ayahnya. "Kirim surat yang kau tulis ke alamat ini : Hotel Meiko, No. kamar 43, Kota Yanaka. Ceritakan semuanya yang kau lakukan di sana. Jaga baik-baik perempuan yang ada di rumahmu itu.
"Dasar ayah bawel." Dalam hati Kyoto jengkel.
Kyoto meninggalkan Emi tidur dan menuju kamar mandi untuk menyegarkan badannya. Selesai mandi Kyoto menuju kamar dan berfikir untuk besok pagi akan masak menu dengan menu apa dan Kyoto tertidur.
Keesokan harinya Emi bangun lebih awal dan terkejut dia masih memakai seragam sekolah dan tidur di tempat tidur yang cukup besar.
"Bukankah tadi malam aku berada di bus?" Dalam hati Emi bingung.
Emi beranjak dari kasur menuju kamar mandi dan segera menyiapakan sarapan untuk Kyoto.
"Mungkin aku akan memasak telur dadar hari ini." Emi berfikir di depan kulkas yang terbuka.
Selagi Kyoto masih tidur lelap di kamarnya, Emi melanjutkan untuk membuat sarapan hari ini.
Alarmpun berbunyi kencang di kamar Kyoto dan segera bangun dan cuci muka setelah itu menuju dapur untuk membuat sarapan, tak di duga Emi sudah selesai memasak untuk sarapan.
"Emi… Kau memasak ini?" Kyoto terkejut.
"Eh… Kyoto, iya karena aku numpang di sini jadi aku yang membuat sarapannya." Sedikit terkejut saat mendengar suara Kyoto.
"Kau tak perlu repot-repot seperti ini Emi." Kyoto menuju meja makan dan duduk sembari meminum air putih.
"Tidak masalah Kyoto, Oh iya hari ini kau buka kedai jam berapa?" Emi masih menyiapkan sarapan.
"Hemm mungkin nanti siang karena ayah buka siang hari karena banyak pelanggan yang berkunjung."
"Kalau begitu aku ikut membantumu juga ya? Sudah tak ada penolakan lagi" Emi yang pemalu berubah menjadi sangat akrab sekali dengan Kyoto.
"Ya sudah lah kau nanti membantuku untuk mengantar di meja makan saja dulu seiring berjalannya waktu akan aku ajari kamu resep-resep dari ayah" Kyoto sangat pasrah saat Emi menolak untuk tidak menolongnya.
"Nah begitu dong, Mohon kerjasamanya." Dengan membawa piring ke meja makan dengan tersenyum.
Mereka berdua melanjutkan untuk sarapan dan membereskan rumah Kyoto yang sedikit berantakan, di dapur di kamar ayah Kyoto dan di kamar peninggalan ibunya.
Matahari mulai berada di puncak panasnya, Kyoto dan Emi bersiap-siap di kedai dan segera membuka kedai untuk pertama kalinya toko itu di pegang oleh Kyoto.
Tak menunggu waktu lama pengunjung memasuki kedai dan terkejut.
"Haa? Kyoto di mana ayahmu? Kenapa ada wanita di kedai ini?" Pengunjung muda berpakaian Jas yang sangat rapi itu baru saja pulang dari kantor.
"Ayahku sekarang di luar kota kedai ini sudah aku pegang untuk beberapa alasan dan ini Emi, dia menginap di rumahku karena tidak punya tempat tinggal di sini." Kyoto berada di dapur sedang merebus udang.
"Menu apa hari ini? Nona tolong ambilkan aku sake" sambal berjalan menuju meja dapur.
"Aku baru saja merebus udang, apa kau mau mencicipinya?" Kyoto menawarkan menu baru.
"Boleh saja, asalkan masakanmu seenak masakan ayahmu hahaha." Dengan sedikit bercanda kepada Kyoto.
"Baiklah tunggu sebentar." Kyoto bersemangat.
"Ini sake untukmu pak." Emi membawakan sake dan gelas kecil untuk pengunjung itu.
"Oh… Terima Kasih" Pengunjung itu tersenyum kepada Emi.
Emi membalas senyum itu dengan manis sekali. Pengunjung lain mulai berdatangan satu per satu dan terkejut karena Kyoto dan Emi lah yang berada di kedai.