"Hen.. apa kamu percaya akan takdir?" ini suara Aruna.
"Entahlah.. aku tidak pernah memikirkannya?"
"Ih! Apa yang ada di kepalamu?"
"Istriku dan baby di perutnya, aku memikirkan keduanya
tiap detik,"
Dan perempuan di punggung mata biru tertawa. Mendekapnya
kian erat, dia menghirup bau peluh pria yang menggendongnya.
"Andai 20 tahun lalu kawah ini tidak meletus, mungkin
aku tidak akan bertemu denganmu, hidup di lereng gunung ini bersama kedua orang
tuaku dan saudara-saudaraku," Langkah kaki seorang lelaki terhenti.
"bagaimana bisa seperti itu?" Mahendra pura-pura tidak tahu. Padahal pria ini telah menelusuri siapa perempuan yang pada akhirnya menjadi bagian terpenting dalam hidupnya.
"Ya.. karena itulah yang terjadi padaku, tapi omonganku kali ini, em.. sesungguhnya sekedar dugaanku," dia yang bicara belum melepas pelukannya dari punggung sang suami.