Di malam hari.
Samael membuka matanya dan menatap sosok cantik Laelia dalam piyama agak transparan di depannya.
Keduanya jelas berada di kamar tidur, dan Laelia disana ternyata juga membuka matanya dan tersenyum nakal.
"Ada apa? Tidak bisa tidur? Sayang~"
Laelia terkikik kecil saat mengelus dada tebal Samael, "Bagaimanapun, aku hamil dan tidak baik melakukan aktivitas itu tahu? Atau, kau ingin dua putri kita kenapa kenapa nantinya? Lagipula kita sekarang hanyalah manusia biasa~ Bukan Saint ataupun Malaikat dan Malaikat Jatuh~"
Sudut mulut Samael berkedut beberapa kali mendengar ini. Menarik nafas dan menghembuskannya dengan lembut, Samael mengelus punggung Laelia yang membuat tubuhnya bergetar halus.
Laelia cemberut, "Jangan main-main."
"Haha." Samael mencubit kecil pipi Laelia dan bertanya, "Lupakan saja, masalah fisiologis memang agak sulit ditahan. Disana, bahkan jika Lilith dan yang lain hamil, masih ada yang lain."
"Hmmm, dan disini kau hanya bisa menahannya~ Karena hanya aku Istrimu disini~" Laelia tersenyum sangat cerah, sebelum akhirnya dia membenamkan wajahnya ke dada Samael.
Dia meringkuk lembut disana saat akhirnya berbisik: "Tapi jika kau tidak bisa menahannya, aku bisa membantumu dengan tangan atau mulutku.....Ummm, pantat tidak boleh. Pokoknya tidak boleh!"
"Mendengarkan itu dari mulutmu agak membuatku terlihat seperti penjahat tahu?"
Samael hanya bisa menghembuskan nafasnya dan mencium kening Laelia dengan sangat lembut sehingga membuat kedua mata Laelia menutup dengan lembut.
Keduanya saling berpelukan dengan sangat hangat sambil mendengarkan detak jantung satu sama lain.
Laelia tidak mengatakan apapun, dan Samael memeluk Laelia sambil menyandungkan Lullaby kepadanya
Senandungan ini sangat, sangatlah lembut dan menenangkan, dan meski Laelia merasa ingin protes karena dia bukanlah anak kecil, tapi menikmati kehangatan ini, dia hanya bisa menahannya dan perlahan tidur....
-----------------
Dua hari kemudian.
Tidak ada hal yang spesial selama ini, selain Samael yang benar-benar menjadi suami yang sempurna di rumah dalam merawat Laelia.
Dari memasak, mengangkat bahan belanjaan, membersihkan rumah (masih dibantu Laelia), dan masih ada banyak hal lainnya...
Meskipun Laelia cemberut tidak senang karena Samael terlalu proactive, tapi melihat kelembutan dan keseriusan di wajah Samael, dia hanya bisa diam dan menerimanya.
Sekarang, Samael tengah memegang tablet di tangannya, TV di depan menyala dengan sebuah berita mengenai apapun itu, dan dia benar-benar santai disana.
Laelia tiba sambil menyuguhkan kopi kepada Samael, kemudian dia duduk disampingnya dan menempatkan kepalanya ke pundak Samael.
"Hari yang tenang dan membosankan lainnya." keluh Laelia disana.
Samael hanya berkata, "Bukankah ini hal baik? Tidak ada kerjaan, tidak ada masalah, tidak ada keributan. Meskipun membosankan, tapi masih ada aku disisimu bukan?"
"Mmm, itu benar. Biasanya akan ada wanita lain, seperti Atira, Lucy, atau bahkan Kalika...bukan?"
"....Kalika?" Samael mengangkat alisnya sejenak, "Apakah dia sering ke rumah, sayang?"
Melihat Samael tertarik, Laelia mengangguk: "Sebenarnya tidak terlalu sering sih, tapi dia memang pernah kerumah."
"Ohhhh..."
Laelia kemudian bertanya saat mengganti acara TV disana, "Apakah kau tidak tertarik kenapa dia kesini? Dia...masihlah Kakak Perempuanku tahu?"
"Dia dan aku di Dunia ini tidak ada hubungannya. Meskipun aku tahu dia menyukaiku, tapi aku telah menolaknya. Meski aku terlihat memanfaatkannya, tapi aku sudah meminta maaf padanya dan bahkan memberikan kompensasi pada perusahaannya."
Samael menghela nafas lagi, "Dia dan aku tidak ada masa depan. Bahkan jika ada, itu bukanlah sesuatu yang akan aku urus pada saat ini."
"Ternyata kau bisa tegas pada perasaanmu. Kupikir, kau akan menerima cinta Kalika tahu?" Laelia tersenyum sangat bahagia mendengar jawaban Samael.
Meskipun dia sedikit takut dengan jawaban Samael pada awalnya, tapi mendengarnya sekarang, dia akhirnya bahagia!
Meskipun....dia agak kasihan dengan Kalika.
Dan Samael sendiri, dia meletakkan tabletnya lalu merentangkan kesepuluh jarinya kedepan saat bertanya: "Menurutmu ada berapa ini?"
"Sepuluh?"
"Jika ditambah jari kaki?"
"Dua puluh..."
"Jika ditambah jari tangan dan jari kakimu secara keseluruhan?"
"Jadi, empat puluh bukan? Ada apa?"
Samael menjentikkan jarinya dan berkata, "Dan Istriku lebih dari itu. Kau ingin aku menambah lagi? Kau ingin aku menjadi Solomon? Dengan tujuh ratus Istri dan dua ratus sembilan puluh sembilan selir?"
Senyuman Laelia menjadi lebih cemerlang saat akhirnya dia memeluk Samael dengan sangat bahagia.
Dia berkata dengan nada menggoda lagi, "Tapi, itu di Dunia sana bukan? Jika di Dunia ini, hanya ada aku loh?"
"Dan itu sudah cukup." Samael mengelus rambut panjang emas Laelia yang diikat ponytail dengan lembut.
Samael sudah tahu apa alasan kenapa Laelia menanyakan masalah ini. Dia mungkin, cemburu dan obsesif pada dirinya sekarang.
Lagipula di Dunia ini, memang hanya ada dirinya dan terlihat kalau dia ingin memonopoli dirinya sendiri.
...Tidak ada yang salah dengan ini.
Siapa yang sebenarnya mau berpoligami, terutama di Dunia Monogami ini?
Bisa dibilang, mindset Laelia sudah banyak yang berubah semenjak dia datang ke Dunia ini.
Tapi Samael sendiri bisa dikatakan munafik saat mengatakan kalimat tadi.
Lucy, Chelsea, Agnes, Nirenga, Kalika, Alisha, dan .....Umm, Wanda? Kurasa Wanda tidak...
Satu, dua...jadi ada enam wanita.
Samael bisa merasakan bahwa mereka memiliki perasaan padanya. Mungkin hanya Chelsea yang masih agak sok dan tidak terlalu menampakkannya, tapi dia yakin mereka punya perasaan padanya.
Sekarang Samael memang hanya ingin fokus pada Laelia karena dia mengandung dua putri yang sangat dia cintai bahkan sebelum mereka lahir.
Adapun masa depan....
Hanya takdir yang bisa berkata, karena tidak mungkin Samael menghindari keenam wanita itu!