Semua lampu di ruangan itu dimatikan. Sekarang, kamar hotel itu benar-benar gelap.
Intan Nukila Surya sedang berbaring di tempat tidur dengan kaku. Dia merasa seperti berada di bawah mantra, dia tidak bisa bergerak.
Malam ini ... adalah malam pertamanya dengan seorang pria tua!
Tidak lama kemudian, dia mendengar suara pintu dibuka. Dia segera menutup matanya ketakutan. Dia takut apa yang akan terjadi selanjutnya.
Intan terjebak dalam situasi yang sulit. Dia akan dinikahkan dengan seorang anak ketiga dari keluarga Wijaya yang sama sekali tidak dia kenal. Keluarga Wijaya adalah keluarga terkaya di Jakarta, mereka adalah pemilik dari lebih dari separuh aset di wilayah Ibukota Jakarta.
Menurut rumor yang tersebar, dikabarkan bahwa anak ketiga dari keluarga Wijaya memiliki wajah yang sangat jelek dan sifat yang buruk. Tetapi tampaknya ada gambaran yang tidak lengkap dari rumor itu. Karena, tidak ada orang yang mengakui pernah bertemu dengan anak ketiga keluarga Wijaya itu. Selain itu, kata kabar burung, lelaki itu tidak menyukai ada wanita di sekitarnya.
Intan yakin, para penduduk di kota ini tidak akan tega menikahkan anak gadisnya hanya demi kepentingan bisnis.
Namun, berbeda dengan Surya Aji, ayah Intan. Keluarga Surya sedang berada di ambang krisis karena kekurangan uang. Ayahnya meminjam uang kepada rentenir untuk urusan bisnisnya. Sekarang rentenir itu menagih hutangnya dan mengancam akan membunuh ayahnya jika tidak segera dibayar.
Ayahnya tidak punya pilihan lain selain mengorbankan anak perempuannya untuk dinikahkan dengan keluarga kaya agar dia bisa mendapatkan imbalan uang untuk menebus hutangnya. Jadi, Surya Aji mengirim Intan kepada orang kaya itu.
Orang kaya itu menyetujui kesepakatan itu, karena sebenarnya orang itu juga sedang mencari istri. Dia lalu meminta untuk dapat memeriksa "barang" malam ini untuk dilihat apakah barang itu bagus atau tidak.
Memeriksa barang ... Lebih tepatnya lagi, itu berarti memeriksa tubuh Intan. Bagi Irwan Wijaya, Intan hanyalah sebuah barang. Dia bisa mengambil apa yang dia butuhkan atau membuangnya jika tidak dibutuhkan.
Intan mengira bahwa orang kaya itu berusia 40 atau 50 tahun. Dia belum menikah dan memiliki anak. Intan mengira, orang kaya itu belum menikah bukan karena ada masalah dalam kemampuan seksualnya, tetapi karena dia memiliki masalah lain.
Mungkin misalnya ... kelainan orientasi seksual!
Intan semakin bergidik ketika membayangkannya.
Tiba-tiba selimut itu diangkat, lalu sebuah tangan besar menyentuhnya. Tangan itu terasa sedikit kasar dan dingin, seperti tangan iblis dari neraka.
"aaa--"
Intan sangat kaget dan ketakutan sampai dia berteriak.
Orang itu terdiam sejenak, lalu berkata, "Kau takut?"
Suaranya sangat parau dan rendah. Intan tidak yakin apakah itu terdengar bagus atau tidak dalam keadaan mentalnya yang sedang tertekan saat ini.
Indah hanya merasa suaranya agak dingin, seolah-olah dia sedang marah.
Dengan pikiran bahwa ayahnya masih menunggu uang untuk menyelamatkan nyawa, Intan menggertakkan gigi, menahan napas, dan dengan gemetar berkata, "Ya ... Saya sedikit takut, tapi saya bisa mengatasi ..."
"Nyalakan saja lampunya, mungkin Anda merasa lebih tenang saat lampu dinyalakan."
Orang kaya itu adalah pria yang sangat sopan dan tidak terlalu menuntut.
Irwan Wijaya mengangkat tangannya dan ingin memencet tombol lampu di dinding, tetapi Intan memegang tangannya dengan erat.
"Jangan ..."
Suara Intan bergetar dan dia tampak seperti memohon.
Orang-orang mengatakan bahwa Irwan Wijaya galak dan mengerikan, memiliki wajah yang jelek, dan ada luka di seluruh wajahnya!
Jika lampu dinyalakan, bukankah dia harus pingsan karena ketakutan dengan bentuk mukanya?
Irwan Wijaya sedikit diam, seolah dia menyadari sesuatu. Irwan perlahan menarik tangan Intan dan memegangnya.
Dia membelai pipi Intan dengan tangan besarnya. Intan ingin menghentikannya, tapi dia tidak berani.
"Tuan ... ini pertama kalinya bagiku, bisakah kau... bersikap lembut?"
Dia berkata dengan hati-hati.
Jari-jari Irwan menyentuh seluruh wajahnya. Mulai dari alis, lalu turun melintasi pangkal hidung, bibir, dan kemudian leher Intan yang ramping. Kemudian bahu dan tulang selangka yang kurus ...
Lebih jauh ke bawah, ada keindahan yang tak terbatas di tubuh gadis itu.
Tubuh Intan menjadi kaku. Dia menegangkan tubuhnya dengan kuat, tangan kecilnya memegangi sprei. Dia hampir menggaruk kasur itu.
Pria itu tahu bahwa gadis ini takut, tetapi dia tidak terburu-buru. Tampaknya, perlahan-lahan dia ingin melampiaskan keinginannya.
"Tahukah kamu apa artinya berbaring di sini malam ini?"
"Itu ... artinya aku akan menjadi ... tunanganmu mulai sekarang."
"Yah, aku sadar. Aku memang butuh istri, dan kamu butuh uang. Kita berdua cocok." Saat dia berbicara, tangannya menyentuh kulit putih Intan.
Intan tumbuh sebagai wanita baik-baik, dia tidak pernah mengalami hal yang memalukan seperti ini. Dia merasakan wajahnya yang memerah. Dia merasa lebih baik dipukul sampai mati.
Intan jelas sangat menolak orang asing ini, tetapi dia sudah bertekad untuk menjadi wanitanya malam ini. Itu berarti dia akan menjadi istrinya di masa depan.
Irwan sudah lebih dari empat puluh, dan Intan baru delapan belas ...
Kehidupan ini sungguh ironis!
Mungkin, inilah takdir hidupnya ...
"Kamu harus tahu apa arti kata pemeriksaan."
Irwan berkata dengan ringan, dengan nada memerintah.
Intan gemetar ketika dia mendengar ini. Dia mengetahui bahwa orang itu sedikit tidak sabar karena perlawanannya.
Intan tidak punya hak untuk meminta apapun, dia hanya berharap pria itu bisa bersikap lembut dan tidak menyiksa dirinya dengan cara yang tidak normal.
Irwan melepaskan tangan kecil Intan untuk menghentikan perlawanannya yang tak kenal takut. Intan memang berpikir bahwa nantinya dia akan menjadi milik pria itu. Tetapi malam ini, dia berharap selimut itu tetap menutupi dirinya di detik berikutnya.
Irwan tertegun sejenak. Dia bicara lagi kepada Intan dengan suara yang lebih pelan, "aku sudah memeriksanya dan tubuhmu sangat bersih. Kamu masih muda. Ketika kamu benar-benar siap, aku akan menginginkanmu."
Mendengar perkataan itu, Intan kaget hingga membuka matanya. Dia tidak menyangka pria itu akan berkata seperti itu, karena yang Intan kira, sesuatu yang lebih buruk yang akan terjadi padanya. Ketika Intan ingin bertanya, pria itu sudah pergi.
Intan buru-buru menyalakan lampu, tidak tahu apakah dia harus lega atau kecewa.
Intan ingin mengejar pria itu, tapi dia tidak berani.
Dia melihat sekeliling kamar, tapi pria itu tidak meninggalkan apa-apa. Hanya bau tembakau samar yang tertinggal di udara. Aroma tembakau yang harum.
Intan menunggu lebih dari sepuluh menit untuk menunggu apakah pria itu akan kembali atau tidak. Setelah memastikan pria itu tidak kembali ke ruangannya, dia bergegas mengenakan pakaiannya dan pergi keluar.
Ketika tiba di depan lobby hotel Dharmawangsa, Intan terperanjat. Dia tidak mengira ada begitu banyak reporter yang menunggunya di pintu.
Semua kilatan cahaya dari kamera menyilaukan matanya. Para fotografer dari berbagai sisi mengambil foto Intan dari kepala hingga kaki. Dia dihujani oleh beragam pertanyaan dari para reporter yang bahkan tidak bisa dia lihat wajahnya karena silau. Tiba-tiba beberapa reporter mendekat dan sebuah mikrofon didekatkan di depan wajahnya dengan paksa.
Seorang reporter bertanya dengan agresif: "Kami menerima telepon dari beberapa orang, mereka mengatakan bahwa Anda bertunangan dengan anak ketiga dari keluarga Wijaya. Apakah kabar itu benar?"
Intan belum siap untuk menjawab, tapi reporter-reporter lain menimpalinya dengan berbagai pertanyaan lagi. "Dimana Irwan Wijaya? Apa dia tidak keluar bersamamu?"
"Maaf, apakah penampilan Irwan Wijaya sama dengan rumornya?"
"Kau keluar kamar hotel dalam waktu singkat, apakah kemampuan Irwan Wijaya benar-benar tidak memuaskan?"
Semua orang tahu tentang rumor Irwan Wijaya yang punya wajah jelek, punya temperamen yang buruk, dan tidak menyukai perempuan. Bahkan kabar yang beredar mengatakan bahwa dia punya kelainan seksual.
Intan bingung karena dia belum pernah melihat kerumunan seperti itu. Dia terpaksa melangkah mundur lagi dan lagi.
Sampai akhirnya, dia menabrak pilar, dan dia tidak bisa mundur lagi. Intan berpikir, dia harus mengambil keputusan untuk bisa lolos dari lautan reporter ini.
Keluarga Wijaya adalah keluarga yang berkuasa di Jakarta, jadi reporter tidak bisa sembarangan menyinggung privasi mereka.
Tapi sekarang beberapa orang secara terang-terangan menargetkan Irwan Wijaya, yang secara langsung juga menyinggung tentang keluarga Wijaya. Sepertinya ada oknum lain di belakang ini semua yang menyebarkan kabar itu.
Irwan Wijaya berjanji untuk membantu dirinya sendiri, dan dia tidak boleh disalahkan saat ini.
"Apa ... apa yang harus aku lakukan?" Intan membatin.
Saat Intan merasa bingung dan terpojokkan, ada seseorang dapat melihat kejadian dengan jelas dari dalam sebuah kendaraan mewah yang diparkir di seberang jalan.
Dalam kegelapan, wajah pria itu terlihat samar.
Si sopir berkata, "Tuan, tampaknya telah ada keputusan dari pihak keluarga. Saya akan menyebarkan rumor lain lewat orang suruhan, agar kabar tentang hubungan Tuan dapat tertutupi. Apakah Tuan ingin saya turun tangan langsung dan menghadapinya?"
"Silakan, tapi jangan menakuti dia."
Suara itu terdengar acuh tak acuh tanpa sedikit pun emosi.
Tepat ketika si sopir keluar dari mobil dan hendak memanggil seseorang untuk menanganinya, Intan terlihat sedang mengatakan sesuatu.
Irwan yang melihat wajah kecil pucat gadis yang sedang berbicara di depan reporter itu, tiba-tiba tersenyum cerah. Ada rona merah yang muncul di pipinya, seolah-olah dia malu.
Intan berencana membuat alasan yang masuk akal untuk menjawab pertanyaan reporter. "Masih ada yang harus dilakukan Irwan Wijaya, jadi dia pergi dulu dan membiarkan aku istirahat. Lagi pula, aku tidak bisa bangun dari tempat tidur lagi. Bagaimana aku bisa bangun setelah malam pertama yang sangat berkesan?"
Intan tidak berbicara panjang lebar tentang masalahnya, dia hanya mengatakan bahwa dia tidak bisa bangun dari tempat tidur, yang membuktikan kemampuan seksual seorang pria. Jadi dia bisa membuat reporter itu berhenti bertanya sekaligus tidak menjatuhkan citra Irwan Wijaya.
Reporter tidak berharap untuk mendapatkan jawaban ini. Sepertinya rumor itu memang kurang bisa dipercaya. Para reporter hanya bisa saling memandang.
"Nona muda ... bagaimana tentang desas-desus yang mengatakan tentang penampilan Irwan Wijaya ..."
"Laki-laki saya secara alami adalah yang paling tampan di dunia. Lagi pula, adakah di antara kalian yang pernah melihat wajah aslinya? Laki-laki saya memang rendah hati, dia hanya suka berada di belakang layar, bukan di depan layar. Tanpa diduga, citranya berubah menjadi seseorang yang berwajah jelek dan menjijikkan hanya karena rumor buatan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Laki-laki saya memang punya pemikiran terbuka, jadi dia tidak peduli dengan perkataan orang-orang jahat penebar rumor itu. Karena itu, para perempuan, pilihlah laki-laki seperti Irwan Wijaya. Kemurahan hati dan rasa nyaman adalah kuncinya ... juga kehidupan malam yang harmonis! "
Apa yang Intan katakan sangat sempurna. Selain itu dia berkata "laki-laki saya" yang sepertinya terdengar meyakinkan.
Memang, bagaimanapun, tidak ada yang pernah melihat wajah asli dari Irwan Wijaya. Bahkan jika kulit wajahnya rusak, tidak akan ada yang tahu.