Télécharger l’application
33.33% Bad Beauty / Chapter 1: Bad Beauty 1
Bad Beauty Bad Beauty original

Bad Beauty

Auteur: Nur_Laili_0630

© WebNovel

Chapitre 1: Bad Beauty 1

AWAL YANG BURUK

Apa itu definisi cantik? Harus putih, kah? Harus langsing, kah? Harus memiliki wajah mulus tanpa jerawat, kah? Atau apa?

Jika kalian berpikir bahwa cantik itu sempurna, kalian salah. Karena kecantikan bukan lah segalanya.

Bagaimana jika, seseorang yang kalian anggap cantik bagaikan bidadari saat ini ternyata adalah iblis berhati dingin? Tak segan-segan melontarkan kalimat menohok yang menyayat hati.

Artha Simoncelli, gadis cantik yang saat ini menjadi pusat perhatian semua murid dari SMA SAMANTHA karena memiliki wajah rupawan bak seorang artis internasional. Tak ada jerawat satupun yang hinggap di wajahnya. Wajahnya putih cerah dan terlihat alami. Bibir tipis merah mudanya yang di olesi sedikit liptint Berwarna merah membuatnya semakin terlihat sangat manis. Dan jangan lupakan tentang tubuhnya yang tinggi dan ramping itu. Memiliki tinggi badan 170 serta berat badan 50 kg adalah idaman semua wanita. Dan Artha memiliki semua yang di inginkan kebanyakan para wanita masa kini. Termasuk menjadi pusat perhatian serta mendapatkan ribuan pujian dari orang lain.

"Buset! Cantik amat! Murid baru?"

"Kayaknya murid pindahan deh, gila cantik banget."

"Pindahan dari Korea kali ya dia, mirip aktris di drakor soalnya."

"Calon bini gue lewat, Masya Allah. Ciptaan tuhan mana yang engkau dustakan?"

"Miss Indonesia kalah jauh weh!"

Artha tak menanggapi beberapa pujian yang terdengar di gendang telinganya, ke dua netranya sibuk fokus pada jalanan yang ia lalui saat ini. Ia menulikan gendang telinganya untuk beberapa saat. Muak dengan segala pujian yang ia dapatkan pagi ini di sekolah barunya. Ia tidak suka dan paling benci di puji cantik, karena ia menyadari sesuatu, bahwa kecantikan yang ia miliki saat ini bukanlah hal yang bisa ia banggakan. Kenapa? Alasannya adalah rahasianya yang tak akan pernah ia ungkap pada siapapun.

Brak.

Langkah kaki Artha mendadak terhenti saat seseorang jatuh di hadapannya. Ia sedikit terkejut namun dengan sigap ia menundukkan tubuhnya, ke dua tangannya secara spontan menyentuh seorang gadis yang baru saja jatuh di lantai.

"Lo gak papa?" Tanya Artha dengan ramah. Gadis itu mendongak, menatap Artha dengan tampang polos lalu membenarkan letak kacamata minus nya yang sempat merosot ke bawah.

Artha diam sejenak, netranya bertemu dengan mata gadis itu lalu ekspresinya berubah menjadi muram. Ia seperti melihat dirinya di masa lalu saat melihat gadis di depannya.

"Gue gak papa," balas gadis itu lalu mencoba bangkit dari jatuhnya seorang diri.

"Biar gue bantu," ucap Artha lalu membantu gadis asing itu berdiri dengan cara menarik ke dua lengannya dengan pelan hingga si gadis cupu tersebut bisa berdiri dengan tegap lagi.

"Makasih," ucap gadis itu pada Artha. Sedangkan Artha hanya tersenyum simpul lalu mengangguk pelan.

"HEY YUMI!" teriak seseorang yang berada di ujung lorong, membuat tubuh gadis berkaca mata tersebut langsung tersentak kaget. Reflek ia langsung menoleh ke arah sumber suara. Dan di saat itulah, Artha bisa melihat ke dua tangan gadis berkaca mata tersebut bergetar hebat. Artha menelisik sejenak, sekelebat bayangan di masa lalunya yang buruk seolah berputar di memori otaknya.

Langkah kaki Artha mundur beberapa langkah menjauh dari gadis cupu yang beberapa saat lalu ia tolong.

Lima orang gadis dari ujung lorong berjalan mendekat ke arah mereka. Salah satu di antara mereka yang berada di barisan tengah maju lebih depan dan langsung berkontak mata dengan gadis cupu.

"Lo udah berani ya sama gue? Bisa-bisanya Lo lari pas gue manggil Lo. Emangnya Lo pikir, kita gak capek ngejar Lo? Huh?!" Gadis itu memiliki rambut panjang sepunggung, kemeja seragam putih nya terlihat rapi namun semua kancingnya tak terpasang, melihatkan kaos polos berwarna putih yang ia kenakan di balik kemeja putih tersebut. Netra tajam Artha terhenti di name tag yang tertera di atas saku kemeja putih gadis itu, Alea Margaretta. Nama yang cantik, tapi tak secantik akhlak yang di miliki sang empunya nama.

"Siapa suruh kalian ngejar gue?" Cicit gadis cupu tersebut dengan mengumpulkan sedikit keberaniannya.

Dari sini, Artha bisa melihat bahwa beberapa siswa dan siswi yang kebetulan lewat atau berada di sini berkerumun, kali ini bukan untuk memuji kecantikannya, melainkan tertarik pada obrolan gadis bernama Alea dan si cupu.

"Udah mulai berani ya Lo sama gue?!" Bentak Alea dengan penuh amarah.

"Udah lah Al, Lo abisin aja tuh si cupu, mumpung gak ada guru yang lewat!" Celetuk seorang gadis yang berada tepat di belakang Alea.

Alea melangkah ke depan, mempersempit jarak antara dirinya dan si cupu, membuat gadis berkaca mata tebal tersebut langsung mundur seketika dan mengenai tubuh Artha yang sedari tadi masih belum beranjak.

"Sorry," kata gadis cupu tersebut pada Artha. Respon dari Artha? Ia justru tersenyum sinis lalu menatap gadis cupu tersebut dengan tajam.

Tidak peduli ia berada di sekolah mana, pembullyan selalu terjadi.

Artha mendorong ke samping gadis cupu tersebut lalu berhadapan langsung dengan Alea, membuat gadis jahat tersebut sedikit terkejut dengan kemunculan gadis asing yang sialnya lebih cantik darinya ini.

"Siapa?" Tanya Alea sembari menelisik penampilan modis dari Artha.

"Kenapa Lo ngejar dia?" Tanya Artha dengan nada bicara yang dingin.

"Bukan urusan Lo!"

"Akan jadi urusan gue karena hal itu cukup menganggu pandangan gue."

"Mungkin yang Lo maksud menganggu pandang Lo itu bukan gue, tapi muka dia yang jelek!" Jawab Alea sembari menunjuk ke arah gadis cupu tersebut yang langsung di iringi dengan suara gelak tawanya serta anak-anak yang lainnya.

Jelek? Suara tawa? Hal itu mengusik ketenangan Artha.

"DIAM!" seru Artha dengan sangat keras. Membuat Alea dan lainnya reflek langsung menghentikan suara tawa mereka dan menatap Artha yang tengah memasang ekspresi dingin tak tersentuh lengkap dengan sorot matanya yang tajam bak mata seekor elang yang melihat mangsanya.

"Ngetawain apa? Dia yang Lo sebut jelek? Kalo dia jelek Lo apa? Merasa cantik Lo, makanya ngehina fisik orang lain? Sebelum Lo ngehina fisik orang lain, seharusnya Lo itu ngaca! Punya kaca di rumah? Sekolah gak menyediakan kaca besar di toilet ya, makanya Lo gak bisa lihat diri Lo sendiri lewat kaca?" Ujar Artha dengan panjang lebar serta senyuman miringnya yang sinis.

Tak terima dengan perkataan Artha barusan, Alea memajukan langkahnya hingga tak ada jarak antara dirinya dan Artha. Alea sedikit terkejut saat ia mendekat justru Artha tak beranjak sedikit pun seolah ia tidak takut padanya sama sekali.

"Berani banget Lo ngomong kayak gitu sama gue?"

"Ya berani lah, emang Lo siapa?"

"Gue Alea Margaretta,"

"Gue gak nanya nama Lo," sahut Artha dengan cepat.

"Gue ratu di sekolah ini,"

"Gue gak peduli dengan hal itu."

"Lo gak peduli?!"

"Terus mau Lo apa? Gue peduli gitu sama Lo? Gue bener-bener gak peduli siapa Lo. Mau Lo itu ratu sekolah atau ratu kegelapan sekalipun. Gue bodo amat!"

Suara gelak tawa kecil dari teman di sekitarnya kembali terdengar, kali ini suara gelak tawa itu tak menganggu pendengaran Artha, karena terdengar menertawai Alea yang picik.

"DIEM LO SEMUA!"

"Berani banget Lo sama gue? Kita liat aja lain waktu. Gue bakalan bales penghinaan ini jauh lebih buruk dari ini. Camkan itu baik-baik!"

"Dan satu lagi, gue tau kok kalo itu anak baru. Muka Lo baru gue liat hari ini di sekolah. Dan gue pastikan, Lo gak bakal aman di sekolah ini. Gue bakal bikin Lo keluar dari sekolah ini gak lebih dari satu Minggu." Ancam Alea dengan dendam.

"Coba aja, buat gue keluar dari sekolah ini. Kalo Lo bisa!" Balas Artha lengkap dengan smirk jahatnya.

Kesal dengan siswi pindahan menyebalkan itu, Alea langsung pergi meninggalkan lokasi, di ikuti dengan empat sayangnya yang menatap Artha dengan penuh kebencian.

"Gila! Dia keren banget!"

"Cewek ke dua yang pernah malu-maluin Alea,"

"Udah cantik, keren lagi. Perfect!"

Pujian lagi?

Artha membuang nafasnya dengan kasar, sudah cukup ia mendapatkan pujian hari ini. Ia tak mau mendapatkannya lagi. Orang-orang mulai bubar, menyisakan Artha dan si gadis cupu berkaca mata.

"Hai!" Sapa gadis berkaca mata yang sedari tadi hanya diam usai di bentak oleh Alea.

"Hai!" Balas Artha dengan ramah.

"Makasih, Lo udah nolongin gue."

"Nolongin apa? Soal jatuh tadi? Iya sama-sama." Tutur Artha dengan suara yang lembut serta senyuman manisnya yang simpul.

Gadis cupu itu mulai ikut tersenyum, sebenarnya ia berterima kasih pada Artha bukan karena gadis itu sudah menolongnya saat jatuh. Tapi karena sudah menyelamatkan nya dari Alea and the Genk yang hendak membully nya pagi ini. Tapi karena Artha sudah menebak hal yang lain, jadi ya sudahlah.

"Nama gue Yumi,"

Artha mengulurkan tangan kanannya, mengajak Yumi untuk berkenalan. Dengan canggung Yumi menjabat tangannya sembari tersenyum kikuk. Di sekolah ini, tidak ada yang mau menjabat tangannya kecuali sahabat cupunya di perpustakaan. Alasannya karena orang lain menganggapnya aneh dan juga jelek.

"Gue Artha." Mereka saling melempar senyum satu sama lain, hingga akhirnya melepaskan jabatan tangan antar ke duanya.

"Gue gak tau harus balas Budi gimana sama Lo karena udah bantuin gue,"

"Lo bisa balas Budi sekarang ke gue,"

"Hah?!"

"Anterin gue ke kantor kepsek!" 😁😁😁


next chapter
Load failed, please RETRY

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C1
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous