"Tunggu, tadi kau bilang apa?" tanyaku memastikan.
Naruka mengambil napas panjang, lalu dibuang pelan-pelan dan menatapku dengan serius. "Aku ingin kau menjadi kakakku!"
"Kenapa tiba-tiba kau meminta hal itu?"
"Aku ingin mencari hobiku!"
"Mencari hobi?"
"Iya. Aku sangat penasaran sekali dengan sepak bola, basket, baseball, mengoleksi majalah idol dari yang biasa sampai yang hot, dan hobi laki-laki lainnya!"
"Oh… Tunggu! Tadi kau bilang mengoleksi majalah idol?! Apa hubungannya?!"
"Eh, bukankah laki-laki memang suka mengoleksi hal begituan? Terutama yang berbikini atau yang terbuka sekali."
"I-Itu memang benar… Sudahlah, abaikan itu. Jadi, kau ingin mencoba merasakan menjadi laki-laki?"
"Bukan menjadi laki-laki, hanya ingin menemukan hobi yang sedikit menantang. Aku dengar biasanya laki-laki lah yang melakukan hal menantang," jawabnya. "Yah, kata temanku aku ingin mencoba menjadi tomboi."
"Lalu, apa hubungannya dengan aku yang harus menjadi kakakmu?"
"Gadis-chan bilang kau akan membantuku kalau aku menjadikanmu kakak laki-lakiku."
"Jadi dia pelakunya," ucapku dalam hati. "Dengar Naruka, kau ti-"
"Mulai sekarang aku akan memanggilmu Aniki, bagaimana?"
"Sudah kubilang kau ti-"
"Onii-chan?"
"Sebutkan tiga kali dan yang terakhir sambil memasang wajah memelas."
"Onii-chan," ucapnya dengan nada biasa. "O-Onii-chan…" ucapnya dengan nada sedikit manis. Lalu dia menundukkan kepalanya, dan tak lama kemudian dia mengangkat wajah memelas yang manis sekali. "Onii-chan~"
"Yosh, aku akan membantumu, my kawai imotou Naruka!"
Sebenarnya dia tidak perlu menjadikkanku kakaknya untuk meminta bantuan seperti itu, tapi karena sayang kalau ditolak jadinya aku terima saja. Toh, bukan hal yang buruk.
"Terima kasih, Onii-chan~" Naruka melepaskan tanganku, lalu memasang senyum manis. "Mohon bantuannya, Onii-chan~"
***
Sekarang aku dan Gadis-chan sedang berada di samping tangga, di lorong tingkat pertama. Aku di sini karena Gadis-chan tiba-tiba ingin menemuiku. Selain itu, kebetulan juga aku ingin menanyakan sesuatu.
"Bagaimana perasaanmu setelah mendapatkan adik imut?" tanya Gadis-chan.
"Kalau aku bilang tidak senang, berarti aku berbohong," jawabku. "Kau benar-benar serius membantu dalam hal ini. Kenapa kau bisa begitu serius?"
"Tentu saja karena itu menyenangkan. Melihat kisah seseorang, terlebih itu adalah romance-comedy!" jawab Gadis-chan semangat. "Selain itu, aku berterima kasih sekali kepada Intan-chyan. Karena dia sudah merawatku dengan baik."
"Lalu, ada perlu apa kau memanggilku kemari?"
"Selanjutnya, kau harus membuka rute Shaga-chyan!" jawab Gadis-chan sambil menunjukku dengan jari telunjuk. "Hari ini kau menggantiku untuk menemani Shaga-chyan dan Ruka-chyan belanja!"
"Dengan Candy¬-san… Bahkan dia juga?"
Mengingat sikapnya yang super dingin kepadaku, pasti hal yang mustahil membuat dia jatuh cinta kepadaku. Kalau ini game, gadis bertipe seperti itulah yang sangat disukai. Tapi, ini bukanlah game. Jadi, kurasa dia tidak akan begitu saja menyukaiku, bahkan menghilangkan rasa bencinya kepadaku saja kurasa mustahil.
"Tentu saja. Sudah kubilang, semua penghuni ATNIL harus menjadi harem-mu!"
"Berarti kau juga."
"Hmm… karena aku ini pembantu, kurasa tidak mungkin aku jadi heroine. Nah, jangan lupa setelah pulang sekolah langsung pergi ke toko biasa. Mereka langsung menunggu di sana. Kalau begitu, aku langsung kembali ke kelas." Gadis-chan pun pergi.
"Tunggu, Gadis-chan!" cegahku berhasil menghentikan langkahnya. "Apa kakimu terluka?"
"Ti-Tidak, ke-kenapa kau bertanya begitu?" tanyanya gagap.
"Kaki kirimu saat melangkah agak sedikit terangkat, jadi aku berpikir kakimu terluka."
Setelah beberapa kali mengalihkan pandangannya, Gadis-chan sedikit membungkuk dan menggulung ke bawah stocking kaki kirinya. Aku pun mendekati Gadis-chan dan jongkok untuk melihat baik-baik luka di lututnya. Terlihat lukanya cukup besar. Sepertinya lukanya baru sekali, karena darahnya terlihat segar. Untungnya darahnya tidak terlalu banyak keluar.
"Ja-Jangan memandanginya seperti itu, dasar mesum…"
"Eh, maaf!" Aku langsung berdiri. "Dasar, seharusnya kau langsung mengobatinya. Bukan malah menutupinya dengan stocking. Bagaimana kalau terjadi infeksi?" ucapku. "Ayo, biar aku temani kau ke UKS."
"Ke-Kenapa kau bisa menebak kalau kakiku terluka? Padahal bisa saja kakiku kram."
"Yah… aku hanya menebak dari kebiasaan Onee-chan. Biasanya kalau Onee-chan seperti itu, berarti kakinya terluka. Sedangkan kalau kram, kaki yang kram itu tidak akan bertekuk sepenuhnya karena kakunya otot kaki. Sudahlah, ayo cepat!"
Kami berdua pun pergi menuju UKS. Selama perjalanan, aku berjalan di dekat Gadis-chan, jaga-jaga kalau saja nanti Gadis-chan tiba-tiba jatuh aku bisa menahannya. Selain itu, dia terus menundukkan kepalanya. Sepertinya dia malu karena ketahuan menyembunyikan lukanya, dia memang tidak ingin membuat orang lain cemas.
Setelah selesai mengantarkan dan merawat luka Gadis-chan, aku langsung kembali ke kelas. Tapi, baru saja aku keluar dari ruang UKS, seseorang memanggilku. Ternyata itu adalah Rain-san. Dia terlihat terburu-buru sekali, bahkan mendekatiku saja jalannya terlihat seperti lari.
"Rifki-kun, selamat pagi~" sapa Rain-san ramah.
"Selamat pagi… Ada apa, Rain-san?"
"Bisakah kau temani aku ke kelasku?"
"Bo-Boleh…"
Aku pun jalan bersama Rain-san. Selama di perjalanan, aku merasakan hawa-hawa yang tidak menyenangkan dari Rain-san. Entah kenapa, tiba-tiba sikap Rain-san begitu semangat. Aku tidak tahu ke mana sifat ala tuan putrinya itu? Apa ini sifat aslinya?
Saat kami di lorong tingkatan ketiga, entah darimana Yosino tiba-tiba menghadangku jauh dari depan. Selain itu, ada beberapa murid-murid yang melihat ke arah kami. Lalu, perlahan aku bisa melihat Rain-san berjalan ke belakang menjauh.
"Nah, sekarang aku akan menyelamatkan tuan putri dari tanganmu!" ucapnya semangat sambil menodongkan pedang kayunya.
"Eh, tu-"
"Bersiaplah!!"
Yosino lari ke arahku, sambil mengangkat tinggi-tinggi pedang kayunya. Setelah sampai dan mengayunkan pedangnya secara vertikal, aku langsung menghadap kanan. Sebelum aku mengangkat kakiku, Yosino sudah mengubah ayunan pedangnya menjadi horizontal. Akibatnya aku langsung meloncat ke belakang.
Baru saja aku mendarat, Yosino sudah lari kembali untuk meluncurkan serangan selanjutnya. Aku langsung berguling ke samping dan langsung meluncurkan tendangan menyabit saat masih jongkok. Yosino terkena seranganku, dia langsung jatuh menabrak lantai.
"Si-Sial…" kesal Yosino sambil berdiri. "Akan kubalas nanti!!" Dengan cepat dia pergi.
Setelah kepergian Yosino, beberapa bisikan yang tidak mengenakan terdengar olehku datang dari murid-murid itu, terutama dari murid perempuan. Aku yang mendapatkan hal itu hanya bisa menghela napas saja. Kemudian, mereka pun pergi dan Rain-san menghampiriku.
"Ahhh, dia sangat keren sekali~!" ucap Rain-san. "Rifki-kun, bisakah aku meminta sesuatu kepadamu?"
"A-Apa itu?"
"Untuk selanjutnya, kau mengalah dan biarkan aku dibawa oleh Kepala Sekolah!"
Dengan mendengar permintaan itu, aku bisa menyimpulkan alasan Rain-san bersikap aneh. Dia ingin sekali bertemu dengan Yosino dan merasakan sensasi menjadi tuan putri yang diselamatkan oleh seorang shota. Itulah alasan kenapa dia sengaja mengajakku ke kelasnya. Ternyata dia memang seorang shotacon.
"Kalau itu… kurasa tidak bisa…"
Tiba-tiba Rain-san mencengkram kedua bahuku. "Kenapa?! Kenapa tidak bisa?!" tanya Rain-san sambil menguncang-guncang tubuhku.
"Kalau aku melakukan itu, Yosino tidak akan senang!"
Rain-san menghentikan menguncang-guncang tubuhku. "Be-Begitu… Kau benar juga. Kalau dia menang dengan mudah, maka dia tidak akan puas. Kalau dia tidak puas, nanti dia frustasi. Kalau dia frustasi, nanti dia tidak akan melakukan itu lagi…" gumam Rain-san. "Hm, kau benar sekali, Rifki-kun! Untuk ke depannya, keluarkanlah seluruh kekuatanmu!"
"I-Iya…"
Ternyata memang benar, sifat seseorang bisa berubah seratsu delapan puluh derajat hanya karena hal yang disukainya. Bahkan sampai tidak mempedulikan sekitarnya.
"Kalau begitu, aku pergi ke kelas duluan! Sampai jumpa!" Rain-san pun pergi dan terdengar suara bel masuk.
"Hah… istirahatku jadi terasa sia-sia…"
***
Sekarang aku sudah ada di depan toko yang dimaksud Gadis-chan. Mereka berdua belum datang, jadi aku punya waktu untuk mempersiapkan hatiku apabila nanti diabaikan oleh Candy-san. Dia memang selalu mengabaikanku, seperti menganggapku tidak ada. Kalau pun dianggap, dia akan memberikan kesan dingin dan menyakitkan layaknya melihat makhluk menjijikan.
"Kiki-san!" panggil seseorang menyadarkanku dari lamunan.
Aku pun melihat ke arah yang memanggilku. Dua orang gadis memakai seragam sekolah berlari kecil menghampiriku. Mereka adalah Candy-san dan Ruka.
"Maaf membuatmu menunggu, Kiki-san," ucap Ruka.
"Tidak apa-apa, aku baru saja sampai," balasku.
"Rifki-san, selamat sore," sapa Candy-san dan tersenyum.
"Selamat sore, Candy…-san?" balasku heran. "Dia menyapaku!?" kagetku dalam hati.
"Kalau begitu, ayo kita pergi!"
Kami bertiga pun masuk ke toko. Kami memutuskan memakai troly, karena bahan yang akan kami beli banyak. Kemudian, kami mencari bahan yang diperlukan.
Aku merasakan hal yang mengganjal, yaitu sikap Candy-san. Tidak biasanya dia menyapaku, bahkan memberiku senyuman manis. Bukan hanya itu, dia bicara denganku seolah kita sudah akrab. Selain itu, tadi saat dia membawa tepung terigu dan aku menawarkan bantuan, dia menerimanya bahkan tidak lupa berterima kasih kepadaku dengan nada ramah.
Apa jangan-jangan di perjalanan tadi Candy-san membentur sesuatu atau sebenarnya dia memiliki dua jiwa dan sekarang adalah giliran jiwa yang memiliki sikap ramah kepada laki-laki hadir? Kalau memang benar seperti itu, berarti Candy-san pernah mengalami kecelakaan sampai menyebabkan salah satu organ tubuhnya rusak. Lalu, organ yang rusak itu diganti oleh organ milik yang sudah meninggal, sehingga Candy-san hidup dengan organ orang yang sudah mati dan menyebabkan dirinya bisa bertukar jiwa dengan orang mati itu?
"Rifki-san, kenapa kau melamun?" tanya Candy-san menyadarkanku.
"Ah, maaf! Tadi kau bilang apa?"
"Rifki-san mau yang pedas atau manis?"
Candy-san bertanya tentang kari yang mau aku makan nanti. Sebelumnya, entah kenapa tiba-tiba aku ingin merasakan kari instan, jadinya aku akan makan menu makan malam yang berbeda dengan mereka.
"Kiki-san, Shaga-san, aku mau ke belakang dulu. Tunggu di sini, ya," ucap Ruka sambil pergi.
"Candy-san, apa yang pedas itu sangat pedas sekali?" tanyaku setelah Ruka pergi.
"Jangan bersikap seolah kita akrab," jawab Candy-san. "Dengar, ya. Aku bersikap baik kepadamu karena aku tidak ingin membuat Ruka sedih. Jadi, kau boleh bicara denganku hanya saat ada Ruka saja," lanjutnya dengan nada tidak menyenangkan.
Dengan begini semua misteri terpecahkan, ternyata dia berpura-pura saja. Ini sungguh mengecewakan, padahal kupikir dia mau membukakan pintu hatinya untukku dan bisa akrab denganku.
Tapi, kenapa dia sampai rela berpura-pura begitu untuk Ruka? Memangnya ada alasan khusus? Kalau dia ingin tidak ingin diketahui orang yang sinis kepada laki-laki atau orang asing, kenapa hanya dikhususkan untuk Ruka? Kenapa saat bersama yang lain dia tidak seperti itu? Apa mungkin kebetulan hanya untuk hari ini saja?
"Maaf membuat kalian menunggu," ucap Ruka yang datang menghampiri kami.
"Nah, Rifki-san, jadi kau mau memilih yang mana?" tanya Candy-san ramah.
"Aku pilih yang manis."
Yah, walau begitu, aku tidak akan menyerah. Sebagai pengurus mereka, aku harus lebih mengenal mereka.