"Hah? Kok aku, Din." Wajah Mayang memerah, Daud sebenernya menawarkan hal yang sama tadi, tapi ditolaknya.
"Iya, May. Cuma kamu yang bisa bawa Daud ke Bali, daripada dia sama pacarnya coba."
"Aduh, gimana ya, Din."
"Please, May. Mau ya? Demi aku."
Mayang terpaksa menganggukkan kepalanya. Andini langsung sumringah. Lantas, dia memeluk sahabatnya erat-erat.
"Makasih ya, May. Kamu memang sahabatku yang paling baik. Hanya kamu orang yang sangat aku percaya dan tidak akan pernah mengkhianatiku."
Mayang tersenyum getir. Seandainya kamu tahu sahabatku, kalau orang yang paling kamu percaya ini diam-diam juga menyimpan perasaan dengan Daud. Hanya saja aku lebih memilih menahannya. Aku lebih mengutamakan persahabatan kita lebih dari apapun. Begitu Mayang membatin.
Selepas pertemuan mereka itu, Mayang pulang. Sekarang, dia tinggal bilang kepada Daud kalau Mayang mau ikut berlibur dengannya.
"Masak aku bilang langsung. Gengsi dong." Mayang menggerutu.
Sesampainya di kos, Mayang belum mendapati Daud pulang. Tumben, biasanya Daud duluan yang sudah pulang. Apa mungkin karena hari ini penutupan pameran ya. Makanya dia pulang terlambat.
"Duh, kok enggak pulang-pulang sih, si Ganteng. Keburu ngantuk nih."
Mayang sudah seperti pacar Daud saja yang menanti Daud pulang. Bukan maksud apa-apa sih. Hanya ingin mengatakan bahwa Mayang mau ikut ke Bali, sebelum pria itu menawarkan ke wanita lain.
Namun, malam semakin larut, Daud tidak menunjukan tanda-tanda pulang. Mayang yang sudah mengantuk pun terlelap dalam tidur.
Mayang terbangun saat mendengar suara orang melompat-lompat.
Suaranya terus menerus terdengar. Berasal dari plafon beton di atasnya. Mayang duduk. Mendengarkan dengan seksama.
Karena ingin tahu, Mayang beranjak dari dari ranjang. Membuka pintu. Di sana, dia bertemu dengan Bi Eem penjaga kos ini. Dia sedang mengambil pakaian kotor Mayang dan Daud. Tentu dengan dua bak yang terpisah.
"Selamat Pagi, Bu Mayang." Bi Eem menyapa sembari tersenyum.
"Pagi Bi, itu bunyi apa ya? Berisik sekali." Mayang langsung to the point. Posisi Mayang masih di depan pintu. Dia hanya membuka setengah pintu kamarnya.
Bi Eem tertawa, dia menunjuk ke atas, di mana suara itu berasal.
"Oooo, itu Om Daud sedang olahraga di dekat jemuran. Bu Mayang terganggu ya?"
Mayang hanya tersenyum tipis. Tidak menunjukan kekesalannya, walaupun sebenernya dia kesel banget. Ini masih pagi lho, tapi sudah bikin suara berisik tepat di atas kamar orang.
Seperginya Bi Eem, Mayang segera beranjak ke atas. Ingin menegur Daud.
Namun sesampainya di atas, Mayang terdiam. Dia melihat Daud sedang melakukan olahraga SKIPPING, alias lompat tali. Yang membuat Mayang diam di tempat adalah Daud yang tidak memakai baju. membiarkan tubuhnya yang besar dan eksotis itu menerpa udara pagi yang masih sejuk dan dingin,
Mayang memperhatikan punggungnya, karena karena posisi Daud membelakanginya.Punggung yang tegap, gempal, sudah mengkilap oleh keringat yang deras. Macho sekali.
Daud terus melakukannya. Entah sudah lompatan yang ke berapa kali. Nafasnya kuat sebanding tenaganya yang besar.
Dia memakai celana training panjang. Bongkahan belakangnya menyembul keras, di topang dengan pahanya yang kokoh. Khas pemain sepak bola.
Mungkin itu alasan kenapa tadi Bi Eem senyum-senyum. Rupanya pagi-pagi, dia sudah di hadapkan dengan pemandangan luar biasa dari seorang pejantan. Lelaki sejati. Coba saja Bi Eem ada di sampingnya sekarang. Pasti mereka akan bergossip manja tentang Daud.
Mayang duduk di kursi yang terletak di sana. Terus memperhatikan Daud yang tidak menyadari akan kehadirannya. Di bawahnya terlihat beberapa putung rokok berceceran. Sepertinya, Daud sering di sini untuk merokok.
Tiba-tiba, Daud berhenti. Nafasnya memburu. Menunduk. Agak kecapean.
"Pagi-pagi, sudah berisik saja." Mayang menegur. Gayanya sok cuek.
Daud menoleh ke arah Mayang. Terkejut karena tidak tahu ada orang di sana. Terlihat mukanya memerah segar. Wajahnya yang eksotis itu mengkilap oleh keringat. Terlihat sangat bersemangat.
"Eh, Bu Mayang sudah bangun ya?" Daud berbalik. Bongkahan dadanya yang berbulu tipis sudah basah luar biasa. Baunya? Sudah tidak perlu dijelaskan lagi, luar biasa enak. Cowok banget.
"Bukannya sudah bangun, tapi kebangun gara-gara suara yang berisik." Mayang menggerutu. Pura-pura marah. Ingin menarik perhatian Daud saja.
Daud tertawa sumringah. Tawanya lebar. Wajahnya penuh
Semangat. Mayang bisa merasakan ada yang berubah dari Daud. Pria itu tidak sesedih kemaren. Ada apa ya? Mayang jadi kepo berat.
"Hahaha, maafkan aku, Bu. aku enggak sadar kalau tempatku olahraga ini berada tepat di atas kamar Ibu. Sumpah saya enggak sengaja Bu. Saking semangatnya saya ingin olahraga. Supaya perut ini bisa agak kempes. Biar enggak One pack, tapi sixth pack." Daud berbicara panjang lebar. Pakai menjelaskan alasannya olahraga segala, kan Mayang enggak nanya. Lagipula, postur Daud lebih bagus begini. Gempal berotot. Malah terlihat kurang menarik kalau berotot tapi kering. Dan soal perut Daud yang agak buncit tapi keras. Justru terlihat lebih berkharisma, aura bapak-bapaknya, aura lelaki yang dewasa. Intinya Mayang lebih suka Daud yang apa adanya.
"Kepala saya sampai pusing tahu gara-gara kebangun tiba-tiba." Mayang mengeluh, tapi tidak berani manja. Takut disangka genit. Padahal sejujurnya, dia ingin bergenit-genit ria sama Daud. Habis Daud cowok banget sih. Ganteng lagi. Siapa wanita yang tidak tertarik coba.
"Kan saya sudah minta maaf, Bu Mayang." Daud merubah raut wajahnya. Agak sedikit menyesal. Dalam hati, Mayang ingin tertawa.
"Begini saja Bu, sebagai bentuk permintaan maaf saya. Bagaimana kalau nanti siang kita makan di mall. itung-itung menghilangkan suntuk di kos. Mumpung hari ini libur."
Mayang gelagapan sendiri. Demi apa? Berondong ganteng ini mengajaknya nge-date? Ih Mayang berasa seperti anak SMA yang baru mengenal cinta.
"Bagaimana? Bu Mayang mau kan? Saya janji enggak akan macam-macam kok."
Mayang memasang wajah jutek. Tidak ingin terlihat antuasias, walaupun batinnya serasa ingin melompat.
"Boleh, tapi aku maunya restoran paling mahal."
"Itu masalah gampang, Bu. kebetulan dari pameran kemaren, saya berhasil menjual banyak unit mobil. Melebihi target. Sehingga insentif saya banyak. Semua karena Bu Mayang."
"Kok karena Saya?"
"Semenjak, Bu Mayang hadir untuk membeli mobil Porsche itu. Pembeli membeludak, Bu. Bu Mayang memang Dewi Fortuna."
"Ah, kamu memang sukanya berlebihan."
"Hehe, nanti siang ya, Bu. Setelah Dzuhur, Mayang harus dandan yang cantik."
"Emang kesehariannya saya tidak cantik?"
"Cantik kok, Bu. tapi kalau judes cantiknya nambah,"
Mayang langsung melempar kaos yang tersampir di kursi sampingnya ke Daud. Mereka lantas tertawa bersama. Semakin hari, Mayang dan Daud semakin akrab saja.
Terlebih sikap Daud yang terlihat sopan dan bersahabat. Melempar candaan masih dalam batas wajar. Membuat Mayang merasa nyaman, tapi Mayang takut kalau nyaman ini akan semakin dalam.