Télécharger l’application
14.28% MEGABOT / Chapter 1: Hari Kelulusan
MEGABOT MEGABOT original

MEGABOT

Auteur: Pemula_Lv1

© WebNovel

Chapitre 1: Hari Kelulusan

Di suatu tempat yang indah di planet Zorath, yang merupakan rumah bagi banyak manusia, terjadi bencana yang sangat besar dan mengejutkan. Bencana itu muncul ketika monster-monster aneh datang tanpa ada yang tahu dari mana mereka berasal.

Monster-monster tersebut terus berdatangan dan menghancurkan semua bangunan yang mereka lewati seolah-olah semuanya sudah menjadi milik mereka sendiri. Dengan situasi yang semakin mengerikan, para manusia yang tersisa berusaha keras untuk menyelamatkan diri. Mereka bekerja sama untuk membuat perlindungan dan membangun pangkalan militer yang bisa dijadikan pusat perlawanan melawan para monster.

Namun, senjata yang mereka miliki pada masa itu tidak cukup kuat untuk mengalahkan satu monster saja. Ketika monster-monster itu terus menyerang, para manusia mulai mengalami kemunduran. Banyak di antara mereka lebih memilih untuk membangun tempat perlindungan yang lebih aman agar bisa terhindar dari serangan monster. Di tengah kesulitan yang melanda, para ilmuwan dan petarung yang tak kenal lelah mencari cara untuk melawan monster-monster tersebut. Seiring berjalannya waktu, mereka menemukan sesuatu yang luar biasa.

Mereka berhasil menciptakan senjata dari bangkai para monster yang telah mereka kalahkan dengan susah payah. Senjata ini ternyata sangat kuat dan bisa mengalahkan beberapa monster dengan mudah, seperti membunuh seekor nyamuk.

Meski begitu, ada satu kendala besar dalam penggunaan senjata ini. Senjata tersebut membutuhkan seorang pilot yang sangat terlatih untuk menggerakkannya. Oleh karena itu, pemilihan pilot tidak bisa sembarangan. Diperlukan proses pemilihan dan sinkronisasi saraf yang tepat agar pilot bisa mengendalikan senjata ini dengan baik.

Senjata hebat itu bernama MegaBot. Dengan kekuatan luar biasa yang dimilikinya, MegaBot mampu menghabisi para monster yang menyerang manusia. Namun, kekuatan itu tergantung pada seberapa baik sinkronisasi pilot yang mengendarainya. Jika sinkronisasi nya sangat tinggi, MegaBot bisa mengeluarkan kekuatan penuh dan melawan monster dengan efektif.

Kisah ini sekarang berfokus pada tahun 3034 dalam kalender Zorath. Tahun ini sangat istimewa karena sedang berlangsung sebuah perayaan kelulusan untuk siswa-siswi di SMA Kembang Jaya.

Hari kelulusan di SMA Kembang Jaya selalu ramai. Suasana di aula besar yang biasa digunakan untuk upacara sekarang penuh dengan siswa-siswi berseragam, tawa dan obrolan memenuhi udara. Banyak dari mereka mengucapkan selamat tinggal, sambil terus merayakan pencapaian setelah tiga tahun penuh perjuangan, tawa, dan air mata.

Namun, di tengah keriuhan itu, satu sosok memilih untuk mengasingkan diri dari para kerumunan. Sosok yang tidak merasa bagian dari bagian kelulusan tersebut.

Erwin Setya duduk di sudut perpustakaan, di meja paling jauh dari pintu masuk. Hanya ada bunyi lembaran buku yang dibalik, seakan halaman-halaman itu adalah satu-satunya teman yang ia miliki hari ini.

Di tangannya, terdapat sebuah buku tebal berjudul Sejarah MegaBot dan Pertempuran Melawan Monster. Buku itu telah menjadi pelarian bagi Erwin selama bertahun-tahun, memberinya penghiburan di saat dia merasa tidak diterima oleh dunia di sekitarnya.

Erwin memandang halaman-halaman itu, tetapi pikirannya mengembara jauh entah kemana. Hari ini adalah hari kelulusannya, hari yang seharusnya menjadi momen membanggakan baginya.

Namun, tidak seperti teman-temannya, dia memilih tidak hadir di aula. Bagi Erwin, aula penuh dengan kenangan yang lebih banyak menyakitkan daripada membahagiakan. Dia lebih memilih perpustakaan yang sepi, tempat dia bisa melupakan sejenak betapa terasingnya dia di antara teman-temannya.

Mendadak, ada suara yang sangat tidak asing yang terdengar dari arah belakangnya.

"Lihat siapa yang kami temukan di sini, Eka," ternyata itu suara Ita, dengan nada meremehkan dalam setiap katanya. "Si calon pilot MegaBot sedang belajar keras, ya?"

Walaupun dia mendengar perkataan itu, Erwin menghela napas dalam diam, tidak mengangkat pandangannya dari buku. Dia tahu Ita dan Eka ada di belakangnya, dan dia tahu apa yang akan datang sebentar lagi.

"Erwin, kau sungguh konyol. Siapa yang akan memilihmu jadi pilot? Bahkan kau tidak bisa bergaul dengan orang-orang di sekitar mu, apalagi melawan monster." Eka menyusul dengan nada yang lebih kejam.

Sontak hal tersebut membuat Erwin meremas buku di tangannya sedikit lebih erat, sambil mencoba menahan rasa kesal yang mulai membakar dalam dirinya. Dia tidak pernah meminta dihormati oleh mereka, tapi dia juga tidak pernah mengerti mengapa mereka selalu mencari cara untuk merendahkannya.

Semua hanya karena impiannya. Sebuah impian yang bagi mereka terdengar bodoh, impian menjadi pilot MegaBot, raksasa besi yang selama ini melindungi umat manusia dari ancaman monster.

"Erwin," suara Ita terdengar lebih dekat sekarang, dan Erwin tahu sesuatu yang buruk akan terjadi. Dia baru sempat menoleh sedikit ketika tiba-tiba air dingin menetes di atas kepalanya.

Segelas air minum yang berada di meja sebelahnya sekarang mengalir dari rambutnya ke lehernya, membuat kemeja putih seragamnya basah kuyup. Air itu menetes pelan, membawa sensasi dingin yang terasa menusuk kulit.

Ita dan Eka tertawa terbahak-bahak, melihat keadaan Erwin yang basah kuyup seperti itu. "Sekarang kau terlihat lebih seperti pilot MegaBot!" seru Eka, tertawa seakan itu adalah lelucon terbaik yang pernah ia buat.

Merasa kalau dirinya akan mendapatkan masalah lagi jika berada di sana, Erwin kemudian menutup buku dengan hati-hati, tidak ingin merobek halaman-halaman berharga di dalamnya.

Dia lalu bangkit berdiri, dengan air yang masih menetes dari rambutnya. Namun, meski amarahnya mendidih, dia berusaha menahan diri. Sebelum pergi dia menatap Ita dan Eka sejenak, tidak berkata sepatah kata pun. Dalam dirinya, ada api kemarahan yang ingin meledak, tapi dia tahu bahwa membalas hanya akan memperburuk keadaan.

"Kau tidak akan pernah jadi apa-apa, Erwin," kata Ita dengan nada puas. "Kau cuma mimpi terlalu tinggi. Hanya orang seperti kami yang bisa berada di atas."

Kemudian, Erwin berbalik tanpa sepatah kata pun. Tangannya menggenggam erat bukunya di dada, seolah buku itu adalah satu-satunya yang bisa memberinya kekuatan saat ini. Dia berjalan keluar dari perpustakaan, dengan air yang membasahi tubuhnya tak lagi ia hiraukan. Setiap langkahnya terasa berat, seakan tiap olokan yang mereka lontarkan menambah beban di pundaknya.

Di luar perpustakaan, dia melihat langit yang mulai berawan. Rasanya tepat dengan suasana hatinya yang kini semakin suram. Dia menatap gedung sekolah yang akan segera ia tinggalkan, tempat yang tidak pernah benar-benar menjadi rumah baginya. Di sini, dia hanya dikenal sebagai Erwin si pemimpi MegaBot, seseorang yang dianggap lelucon oleh teman-temannya.

Namun, di dalam hatinya, Erwin tahu bahwa impian itu bukan hanya sekadar khayalan. Ada sesuatu yang lebih dari sekadar mimpi di balik keinginannya menjadi pilot MegaBot. Karena itu adalah panggilan, sebuah harapan untuk melindungi orang-orang dari ancaman yang akan datang. Dan meskipun dia tidak memiliki teman yang mendukungnya, meskipun orang-orang seperti Ita dan Eka terus merendahkannya, dia akan terus bertahan apapun rintangannya.

Langkah Erwin terus membawa dirinya menjauh dari perpustakaan, semakin jauh dari ejekan yang baru saja ia terima. Dia tidak tahu ke mana harus pergi sekarang. Aula penuh dengan perayaan yang bukan miliknya, dan perpustakaan sudah menjadi tempat yang tidak lagi menenangkan baginya.

Mungkin inilah saatnya bagi Erwin untuk benar-benar memulai perjalanan sendirian.

---

Di sisi lain, Ita dan Eka masih tertawa di perpustakaan, menikmati kemenangan kecil mereka. Mereka tidak menyadari, di balik olok-olok itu, ada tekad yang semakin tumbuh di dalam diri Erwin. Tekad yang suatu hari nanti, mungkin akan membuat mereka melihatnya dengan cara yang berbeda.

Namun, bagi Erwin, hal itu tidak penting sekarang. Yang penting adalah menemukan jalannya sendiri, menjadi sesuatu yang lebih besar dari yang mereka bayangkan.

Di kepalanya, dia terus mengulang satu kalimat yang selalu memberinya kekuatan. "Aku akan menjadi pilot MegaBot. Tidak peduli apa yang mereka katakan."

---

Suasana sore itu cukup tenang di SMA Kembang Jaya. Matahari mulai turun perlahan di balik gedung-gedung sekolah, menyisakan cahaya kemerahan yang lembut.

Sekarang ini, Ita dan Eka melangkah keluar dari aula setelah kelulusan berakhir, diikuti oleh Aron dan Tegar, yang merupakan dua teman dekat mereka. Tawa mereka masih menggema, sambil melanjutkan obrolan ringan tentang kelulusan, dan bercampur dengan cerita bagaimana mereka mempermalukan Erwin di perpustakaan tadi.

"Masih nggak percaya kita lulus, ya?" Aron berkata sambil meregangkan tangannya ke udara. "Tiga tahun yang cukup berat, tapi akhirnya selesai juga."

"Iya," sambung Eka sambil tersenyum kecil. "Dan lihat kita sekarang, kita bebas! Bebas dari tugas, bebas dari ujian, dan... bebas dari orang-orang aneh seperti Erwin."

"Dia pikir bisa jadi pilot MegaBot. Bayangkan, dia bahkan nggak pernah ikut ujian fisik. Apa dia lupa kalau untuk jadi pilot itu perlu sinkronisasi yang tinggi?" ujar Ita sambil tertawa kecil.

Tegar, yang selama ini diam lalu ikut menyahut. "Itu memang nggak masuk akal. Erwin memang selalu di dunia khayalannya sendiri. Mungkin, dengan buku-buku yang dia baca, dia berpikir bisa jadi pahlawan seperti yang ada di khayalannya."

Tiba-tiba, langkah mereka berhenti di depan gerbang sekolah. Di sana, mereka melihat ada Silvy, salah satu siswa terpintar di angkatan mereka, yang saat ini sedang berdiri di dekat gerbang. Rambut panjangnya tergerai lembut, dan meskipun wajahnya terlihat lelah, ia tetap menyapa dengan senyum ramah.

"Hei, kalian sudah mau pulang, ya?" tanya Silvy sambil melambaikan tangan kecilnya.

"Yeah," jawab Aron sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. "Kamu sendiri gimana, Silvy? Mau langsung pulang?"

"Iya, sebentar lagi aku dijemput. Jadi, kalian udah kepikiran mau ngapain setelah ini?" tanya Silvy mengangguk sambil memandang mereka satu per satu.

"Mau jadi apa? Tentu aja, aku mau jadi pilot MegaBot! Masa depanku udah jelas, tinggal masuk akademi." jawab Eka sambil tertawa kecil.

"Tentu saja, Eka," jawab Aron dengan sarkasme ringan. "Tapi, akademi MegaBot nggak semudah itu. Mereka cuma pilih yang terbaik dari yang terbaik."

"Aku tahu," Eka menjawab santai. "Tapi aku yakin aku bisa masuk kedalam sana. Latihan fisik udah selesai, dan aku nggak mungkin gagal di tes sinkronisasi nanti. Soalnya aku tahu aku udah dekat dengan angka yang mereka butuhin."

"Ya, kuharap kalian beruntung nanti." ucap Silvy yang memberikan semangat. "Akademi MegaBot memang nggak main-main seleksinya. Kalau aku sih, mungkin lebih fokus ke penelitian. Aku tertarik sama teknologi yang mereka pakai di MegaBot, terutama soal sistem sinkronisasinya."

Beberapa saat kemudian, Ita langsung menyahut, "Nggak salah, Silvy. Penelitian seperti itu pasti penting banget. MegaBot makin banyak, dan monster makin kuat. Siapa tahu kamu nanti bisa temukan cara buat bikin MegaBot lebih tangguh."

"Mungkin. Kita lihat nanti. Tapi apapun itu, aku harap kita semua bisa berhasil. Jalan kita mungkin berbeda, tapi tujuannya sama." sahut Silvy sambil tersenyum.

Obrolan mereka terhenti ketika sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan gerbang. Silvy menoleh sebentar dan melihat sopir pribadinya membuka pintu dari mobil tersebut.

"Kayaknya aku harus pergi sekarang," katanya lembut. "Sampai ketemu lagi, ya. Semoga kalian sukses dengan rencana kalian."

"Pasti," jawab Aron sambil melambaikan tangan. "Sampai ketemu lagi, Silvy."

Setelah Silvy masuk ke dalam mobilnya dan mobil itu mulai melaju pergi, kemudian Ita menoleh ke teman-temannya. "Kayaknya memang kita semua punya mimpi masing-masing, ya."

"Ya, mimpi besar. Tapi apa gunanya mimpi kalau kita nggak siap berjuang buat itu?" sahut Eka.

*****

Di sisi lain kota, jauh dari keriuhan kelulusan, Erwin duduk sendirian di tepi sungai yang mengalir tenang. Batu besar yang ia duduki sudah menjadi tempat favoritnya sejak lama. Di sini, suara air yang mengalir perlahan selalu memberinya ketenangan. Namun, sore itu, pikirannya tidak berada di tempat yang damai.

Erwin menatap riak air yang terus bergerak, tapi dalam benaknya, bayangan masa lalu terus berputar di dalam pikirannya. Lima tahun lalu, hidupnya berubah dalam sekejap. Kedua orang tuanya terbunuh dalam serangan monster yang mendadak di kotanya ini. Dia masih ingat betapa takutnya dia saat itu, bagaimana semua orang berlari mencari perlindungan, sementara monster-monster itu menghancurkan segalanya tanpa ampun.

Erwin kemudian mengepalkan tangannya, merasakan kembali perasaan tidak berdaya yang sama yang ia rasakan saat itu. Dia masih bisa mendengar suara ledakan, melihat bagaimana MegaBot datang terlambat untuk menyelamatkan orang-orang yang sudah kehilangan nyawa mereka.

"Kalau saja MegaBot datang lebih cepat," gumamnya pelan, suaranya hampir tidak terdengar oleh angin sore. "Dan kalau saja aku bisa berbuat sesuatu."

Sejak hari itu, Erwin bersumpah untuk menjadi seseorang yang bisa melindungi orang-orang yang ada di sekitarnya. Tapi, bukan hanya untuk membalas dendam atas kematian orang tuanya, melainkan untuk mencegah hal yang sama terjadi pada orang lain. Meskipun dunia di sekelilingnya menertawakan impiannya, dia tahu bahwa tekadnya lebih kuat dari sekadar ejekan.

Namun, saat ia mulai tenggelam lebih dalam ke dalam pikirannya, sebuah suara tiba-tiba membelah keheningan sore itu. Itu adalah suara dari alarm kota.

Seketika hal itu membuat Erwin tersentak dari lamunannya. Ia berdiri cepat, matanya langsung memandang ke arah sumber suara itu. Di langit, sebuah sinar merah berkedip-kedip, dan sirine terus meraung tanpa henti.

"Apakah ada monster," gumamnya dengan matanya yang melebar. "Dan markas JAYAPURA NIGHTWOLF ini yang diserang."

Kemudian, Ia segera berlari, melewati jalan setapak menuju kota untuk menuju ke tempat perlindungan secepatnya. JAYAPURA NIGHTWOLF adalah salah satu markas pertahanan utama Indonesia. Jika markas itu diserang, berarti situasinya saar ini benar-benar serius.

Ketika Erwin berlari, di kejauhan, ia bisa melihat para MegaBot yang mulai bergerak keluar dari hanggar, dan siap menghadapi ancaman yang datang. Namun, Erwin tahu, ancaman ini bukan hanya tentang monster yang mereka hadapi. Ini juga tentang dirinya. Tapi untuk sekarang keselamatan adalah hal yang terpenting.


Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C1
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous