Télécharger l’application
100% Memburu hasrat 3 Bidadari / Chapter 10: Kembali ke Bandung

Chapitre 10: Kembali ke Bandung

Perjalanan sore itu, lumayan lancar meski agak tersendat di dalam kota, karena berbarengan dengan jam pulang kerja, lewat jam tujuh malam, jalan trek luar kota sudah lumayan longgar, aku memilih jalur puncak, terbayang akan bisa menikmati kopi panas di puncak pass. Meski agak kecewa suasana kebun teh yg asri berubah bahkan tertutup kios-kios yg berjamur hingga ruang sekedar menikmati bukit kebun teh hanya sedikit dan terhalang dinding warung yg di buat asal jadi. Sangat di sayangkan. Aku duduk di atas motor sekedar istirahat di jam enam sore. Dan melanjutkan perjalanan memasuki kota Bandung jam delapan lewat. Sampai di jalan Sunda, aku lihat Rumah itu masih asri dan menampakan ke wibawaan nya. Pintu depan kulihat sedikit terbuka. Ada cangkir di depan. Saat aku membuka pintu kecil. Berbarengan ada sosok manis menyambut ku dengan senyum khasnya. Tante Ina dengan kaos putih ke besaran dan celana jeans yg di potong selutut. Di menghampiri ku, menantu ku membuka pintu dan bantu mendorong motor ku masuk.

"Gagah banget sih, pacar ku kalo pake motor ini" Ina tersenyum manis menatap ku dari bawah ke atas. Aku melepas helmet. Dan google ku. Langsung di berondong pertanyaan.

"Jam berapa dari sana??"

"Lancar perjalanan?"

"Hujan engga di jalan tadi?" Ina bertanya sambil ikut membantu ku membawa helmet dan google ku, sarung tangan juga masker tas ransel masih ku biarkan di pundak.

"Yang mana dulu mesti aku jawab" aku senyum, sambil mencubit pinggang Tante Ina.

Ina tersenyum manja.

"Aku khawatir dan papi mami juga, mereka terus menelepon aku." Sambil berkata begitu dia seolah ingat sesuatu.

"Tuh kan aku lupa ngabarin Papi kamu, sebentar aku telpon dia." Tante langsung menelepon Papi, tanganya menggandengku untuk duduk di teras, memberi kode "mau minum apa?" Aku menggeleng, aku ambil Tumbler di tas ku dan meminum air putih yg tinggal setengah botol.

"Mas..Aa baru sampe nih di rumah. Baru aja sampe, ini masih di teras."

"Iya" "iya" "iya mas" " mau ngobrol sama Aa?" Dan Tante Ina langsung memberikan HP nya ke aku. Dia pergi ke dalam. Tak lama Aki, Ninik keluar. Aku menghampiri Aki dan Ninik langsung mencium tangannya. Papi mau berbicara dengan Aki. Dan Aki menerima HP dari ku langsung agak menjauh dari kita. Ninik menyuruh ku masuk ambil membawa semua perlengkapan ku. Di dalam Ica dan Oca turun dari Tangga. Suasana hangat mereka saling tanya. Ina memberi ku minuman dingin. Setengah botol langsung aku habiskan. Saat Aki masuk dia langsung berkomentar dengan suara lembut.

"Nembe ge Jol. Karunya atuh, Leles keneh. Sok atuh Aa istirahat heula" kalo Aki sudah berbahasa Sunda, yg lain menghentikan kerumunannya.

"Atuh..Sono meureuen Ki, tos lami teu papanggih, maklum budak ngora" jawab Nini.

"Aa kalo mau mandi di kamar aku aja." Ina langsung menawarkan kamarnya. Aku menganggukan kepala.

"Aa mau tidur di kamar tamu, mangga atau mau temenin Teh Ina anu sieuneun sok, terserah Aa" ucap Nini sambil cengar cengir ke Tante Ina.

"Iiihhh Ninik, ceuk Saha Ina sieuneun" Tante Ina coba membela diri.

"Sok da Tara pernah bobo sorangan di kamar" Ninik tersenyum.

"Terserah Aa mau di mana." Aki menengahi. Sambil duduk dekat aku.

"Sambil istirahat, aki mau ngobrol sama Aa heula.sok pang buat keun cai." Aki menggandeng pundak ku membimbingku ke luar. Aku mengikuti aki. Mereka membubarkan diri tanpa komando. Di luar Aki langsung menatapku serius saat aku duduk di samping kamar Ina, aku baru melihat kalo di sini sekarang ada kursi di bawah pohon besar, ada meja taman juga. Tampak asri

"Gimana kabar ayah Ica?" Tanya Aki.

"Aku belum lihat, cuma papi bilang sudah satu Minggu tak bsadarkan diri" aku melihat wajah Aki yg langsung tampak terluka.

Tak lama Tante Ina datang mengantar dua cangkir kopi buat kami, dan langsung pamit kedalam. Tak ingin mengganggu pembicaraan kami.

"Sabtu ini papi mami mau ke Purwakarta" aku lanjut menceritakan rencana ku, mengantar Ica, dan menemani Ica selama di sana.

"Nanti Aki pergi sama Teh Ina. Oca dan Ninik biar di sini dulu. Tapi Ina bisanya Sabtu siang, dia harus ngantor dulu." Aki menjelaskan rencana mereka. Aku mengiyakan, Aki lanjut menceritakan tentang Ayah Ica. Wajahnya tampak sedih. Aku hanya mendengarkan. Aku merasa menjadi lelaki dewasa, mereka sangat menghargai aku. Jarang Akibbersikap seperti ini. Biasnya hanya menganggap aku cucu kesayangannya. Kalo ini aku merasa di anggap dewasa. Aku bahagia atas perubahan ini. Setelah cukup lama, secangkir kopi telah habis. Aki mempersilahkan aku istirahat. Aku mengetuk pintu kamar Ina.

"Masuk aja Aa, engga di kunci" suara Ina terdengar lembut. Saat aku buka pintu kamar, Ina bersandar di ranjangnya sambil memegang buku novel. Lingerie hitam berbahan tipis ia kenakan. Tanpa bra, hanya CD bermodel G string. Aku menutup pintu dan menguncinya.

"Mandi dulu ya, mau aku mandiin atau mandi sendiri?" Sambil senyum manis ke arah ku.

"Aku mandi sendiri aja, biar cepet, aku mau ML" sambil berbisik di telinganya. Ina masih sempat mencubit pinggang ku sebelum aku pergi ke toilet. Dengan cepat aku mandi dan membersihkan muka karena debu jalan. Aku hanya mengenakan kimono, aku lupa membongkar tas ransel ku. Saat keluar dari kamar mandi aku melihat kamar telah berubah dengan lampu temaram. Ina sudah meletakan bukunya di meja kecil sebelahnya. Ia menatap ku dengan gairah tinggi aku segera menghampiri , sebelum naik ke atas ranjang kimono sudah aku lepas, aku polos segera memposisikan di depannya siap mencumbunya. Kita saling melumat, menari lidah dengan penuh gairah ku hisap lidahnya. Tanganya sudah langsung merangsang penis ku sentuhannya sangat nikmat. Dengan lirih dia berbisik.

"Aku mau ciumin punya kamu" sambil menarik penis ku agar lebih mendekat, kaki ku sudah berada di atas pundaknya, tanganya meraba-raba bokongku, yg satunya mengurut di Bawah buah zakar ku mulutnya terus menjilati kepala penisku. Rasanya sangat nikmat, dia tersenyum memainkan kemaluan ku bagai menikmati ice cream favorit nya, hingga basah semua permukaan penis ku bahkan buah zakarku di hisap dan di keluarkan lagi, rasanya ngilu tapi nikmat, tangan ku mulai meremas payudaranya dan mencubit putingnya, aku menyukai bentuk payudaranya yg indah dan tampak mulai keras, Ina sudah amat sangat terangsang, penis ku sudah siap tempur.

"Sayang, aku mau sekarang, boleh ya" tatapan matanya memohon. Tadinya aku ingin memuaskan dirinya langsung posisi atas. Tapi aku memilih mengikuti maunya. Aku duduk bersandar di sisi ranjang, dia duduk di pangkuan ku, dan muali menggosokkan kepala penisku di liang vaginanya. Yg ternyata telah basah. Perlahan dia tekan dan memasukannya.

Aku menikmati tarian pinggulnya seperti biasa, dan hanya dia yg mampu melakukan ini, aku begitu kecanduan dengan gaya ini. Aku tak ingin bertahan lama, libido ku sudah di puncak. Kita hampir bersamaan keluar, dia tak pernah mempermasalahkan aku keluar di dalam atau di luar. Tak pernah dia khawatir akan hamil, atau dia meminum obat, entahlah kelak akan aku pertanyakan. Malam itu kita menikmati bercinta setelah hampir sebulan semenjak dia menginap di Jakarta. Gairah kita selalu menggebu. Dia menghempaskan tubuhnya di sebelahku dengan nafas tersengal-sengal, dan kita tertidur dalam kondisi polos berpelukan hanya berselimut.

Pagi hari saat aku bangun, masih ku dengan suara gemericik air di toilet, aku segera bangun dan coba membuka pintu toilet, kulihat Ina di bawah shower menggosok tubuh mulusnya, aku segera menghampiri dan memeluknya dari belakang, dia kaget langsung tersenyum saat menatap ku, penis ku masih tegak saat bangun tidur, cukup memasukan jari ku vaginanya dan mencari titik G spot. Tak butuh lama, lubang itu basah, langsung aku masukan, tangan ku meremas payudaranya dari belakang, saat asik dengan posisi ini. Ina merintih

"Uuuuh saaayang, aku mau keluar" tubuhnya mengejang. Aku menghentikan sebentar dan meminta Ina untuk tanganya bertumpu pada tumitnya bokongnya menungging langsung hentakan ku mulai terus berirama menghentakkan masuk dan keluar di vaginanya. Cengkraman ku ke payudara makin menggila aku terus mempercepat gerakan ini. Nikmat rasanya tak kuasa aku menahan dorongan seperma yg mulai minta keluar aku melepaskan semua dengan hentakan kedalam beberapa kali. Ternyata Ina keluar sekali lagi, dia berputar memeluk ku erat. Setelah teratur nafasnya kita mandi bersama. Dan saling menggosokan badan dan keramas bersalam. Bagai seorang pengantin baru kita saling mencium Ina bersiap dengan seragam bank nya. Tampak sexy dan menggairahkan.

" Mungkin siang atau sore aku langsung ke Purwakarta antar Ica pulang ke rumah, nanti aku mampir ke kantor sebelum berangkat." Aku memeluk dia dari belakang saat dia melukis wajahnya.

"Iya, papi juga udah cerita, makasih ya udah mau anyer Ica. Aku tunggu di kantor ya, kalo engga sempet engga apa-apa telpon aja. " Tante Ina mengelus pipi ku.

"Iya nanti aku kabarin " jawab ku

Saat hendak berangkat, dia memeluk ku erat dan agak lama.

"Aku selalu butuh kamu, aku teramat sayang sama kamu." Ina berbisik di telinga ku.

"Kita akan selalu bersama, suatu hari nanti kita akan tinggal satu rumah, aku juga sayang kamu".aku mengecup keningnya. Saat keluar kamar ku lihat Ninik di dapur, Aku dan Tante Ina menghampiri.

"Nik, Teteh berangkat ya" sambil Ina cium tangan ke Ninik.

"Sarapan dulu Teh." Ninik menahan Ina.

"Nanti aja di kantor"

"Itu Ninik bikin Nasi Goreng putih, sarapan bareng Aa dulu sebentar "Ninik menoleh ke arah jam dinding.

"Masih jam enam kurang Teh, keburu kok" Ninik menggandeng kita ke meja makan.

"Iya deh, yuk Ninik juga bareng makan sama kita" sambil Tante Ina melirik jam tanganya.

"Kalian aja dulu, Ninik belum kepingin. Masih goreng Tempe" Ninik kembali ke Dapur. Tak lupa memeberikan senyum ke pada ku, sambil menghampiri ku

"Makan yg banyak Aa,"sambil memberikan kecupan di kening ku.

"Iya Nik" aku singkat menjawab. Tante Ina langsung meyendok nasi di piring dan di serahkan ke aku. Sambil berbisik di telinga ku.

"Makan yg banyak Aa, biar kuat gendong aku" Tante Ina sambil mencubit lengan ku.

"Kamu engga telat kan?" Tanya ku.

"Engga, kok" Ina menyodorkan piring tempe tepung hangat, aku mengambilnya.

"Aku suka nasi goreng ini, gurih dan pedas, warnanya kurang menarik, tapi rasanya. Aku suka." Sambil Ina menyuap nasi goreng, dengan di taburi emping, nikmat memang nasi goreng Ninik. Kita menikmati sarapan berdua di meja makan. Ina sempat membuatkan aku kopi. Baru dia pamit untuk berangkat kerja. Aku membuka pintu garasi, mengantarkan dia sampai pagar depan.

Saat masuk ke dalam, Ninik hendak naik ke atas ke kamar Oca dan Ica.

"Ninik mau ke mana?" Tanya ku

"Mau hudang keun mojang-mojang Bandung" sambil Ninik menatap ku tersenyum.

"Biar sama aku aja nik" sambil aku beranjak menuju tangga.

"Aa Daniel ngopi aja dulu" Ninik melihat cangkir kopi ku masih penuh.

"Engga apa-apa, biar bisa sarapan bareng mereka" jawab ku sambil terus menaiki anak tangga.

"Sok atuh, Ninik juga mau makan bareng" Ninik langsung duduk di kursi makan sambil ngemil tempe goreng.

Kamar Oca yang paling dekat dengan tangga, aku mengetuk pintu kamar sambil membuka. Aku lihat Oca masih di tempat tidur di tutup selimut, kamar masih gelap, aku langsung ke tempat tidur, dan masuk ke dalam selimutnya, memeluk Oca dari belakang. Tersentuh oleh ku payudaranya. Seperti biasa perempuan di sini no bra any time, selama di rumah, aku paling suka kalo mereka sudah seperti itu.

"Aa, bikin kaget aja iiih" Oca menoleh ke arah wajah ku. Aku tak melepas pelukannya dan merapatkan ke tubuhnya. Bagai sebuah sendok yg di rapat kan, kaki ku menekuk, mendorong pahanya ke depan dan menarik pinggangnya lebih ke belakang. Oca mengikuti apa yg aku mau, bokongnya bergoyang mendorong lebih rapat lagi dengan selangkangan ku, otomatis langsung wake up, aku membenarkan agar posisi lurus. Bokong Oca terus menekan ke belakang, hingga posisinya tepat, ada benda hangat menempel rapat.

"Mmmhhhhh..Sssshhhh, Aa aku kangen" suara Oca manja sambil tanganya membelai pipi ku, tangan yg satu menarik bokong ku untuk terus ke depan.

" Bangun, Ninik nunggu di meja makan, buat sarapan bareng" jawab ku sambil menghentak-hentakan ke depan tepat di bokong Oca.

"Iiiihhh..Aa nya gini, bikin males bangun" Oca menoleh ke arah aku. Tangan ku sudah mulai masuk kedalam kaosnya. Mulai meremas payudaranya, yang tadi lembek sekarang mulai kenyal dan puting mengeras.

"Aaaaggghhhhhh" Oca mulai mendesah saat tangannya mulai mencari penis ku. Aku bangkit, dan melepas pelukan ku, berdiri dan melompat ke lantai menghampiri jendela dan membuka hordengnya lebar, langsung matahari masuk kamar Oca .

"Aa...iiiihhhh, jahat. Udah di rangsang malah di tinggalin, engga bertanggung jawab." Oca cemberut. Aku menghampiri dan mencium bibir, kening juga pipinya .

"Ninik udah nunggu, nanti ngmbek loh" sambil aku merapihkan rambut nya.

"Dadah Oca sayang, aku di suruh bangunin Ica juga" aku segera meninggalkan kamar Oca. Menuju kamar Ica di sebelah ruang baca, aku ketuk kamar Ica dan langsung membuka kamar nya. Di dalam kamar berbarengan Ica keluar dari kamar mandi, mengenakan handuk yg di lilitkan ke badannya. Dia terkejut menatap ku, aku lebih terkejut senang, langsung aku menutup pintu dan mengunci dengan hati-hati. Ica tersenyum memandang ku, dan seolah mengetahui apa yg akan aku perbuat selanjutnya. Dia berjalan ke arah lemari baju, sebelum sampai aku berlari mengejarnya dan memeluknya dari belakang. Ica memutar tubuhnya, aku langsung mencium bibirnya. Dan menari lidah ku di mulut Ica, Kami saling menghisap lidah. Tangan ku melepas handuk Ica, hingga tubuhnya polos tampak segar. Aku langsung meremas Payudara Ica yg luar biasa indah, ukuranya juga besar, sambil jemari ku memainkan putingnya.

"Sssshhhhh..Aaaa,iiiiihhhh" Ica mulai terangsang matanya sayu menatap ku mulutnya tak henti, mendesah. Aku memeluknya erat, meremas bokongnya dan menarik lebih rapat ke tubuh ku.

"Aku kangen banget sama kamu" sambil aku meraih payudaranya dan menjilati putingnya dan menghisapnya.

"Aaahhhh..Aku juga kangen kmu" Ica membiarkan aku menjelajahi tubuhnya, dia hanya menatap apa yang aku perbuat tanganya terus mengelus kepala ku. Aku teringat sesuatu.

"Oh iya, Ninik udah nunggu kita sarapan bareng" segera aku menyudahi cumbuan ku

"Hmmmghhhh..Aa, lagi enak juga." Ica perotes manja. Aku memutar tubuh polosnya. Dan mendorong nya ke lemari baju.

"Engga mau, mau ML dulu" Ica cemberut.

"Iiih nanti ada part dua nya" ucap ku sambil senyum. Dan mengambil kaos tangtop warna kuning kunyit. Dan memakaikannya, sebelum tertutup aku mencium payudara itu dan mengecup putingnya.

"Sssshhhh..Aa, geli tau.." Ica membiarkan aku memakaikan bajunya. Aku mencari celana pendek berwarna hijau army. Celana PDL pendek.

"Engga mau itu, emang mau kemana?" Ica tanya aku.

"Loh kan mau pergi ke Krawang?" Aku menatap Ica bingung.

"Mo ngapain??" Ica makin bingung. Aku jadi teringat, rasanya info Ayahnya sakit parah belum sampai ke telinganya. Aku kikuk nyaris mendahului info yg akan Ninik sampaikan. Aku langsung menggaruk kepala danengganti celana hitam tipis.

"Kamu ada rencana mau pergi ya. Aku ikut dong" Ica segera mengambil CD berwarna hitam dan memakainya. Baru mengambil celana pendek yang aku pegang.

"Naik motor gitu mau?" Tanya ku lagi.

"Iya aku belum pernah" jawab Ica semngat. Sambil menyisir rambut basahnya.

"Tanya sama Ninik dulu, boleh engga" jawab ku sambil memeluknya selesai dia menyisir. Tangan ku meremas bokongnya, bibir ku mencium bibir nya. Ica membalas ciuman ku dan mencubit pinggang ku.

"Iya nanti aku ijin sama Ninik." Sambil Ica menggandengku keluar kamar.

Di meja makan sudah ada Oca, Ninik dan Aki, aku mengambil duduk di sisi terjauh Aki. Di sebelah kiri kanan Oca dan Ninik, di sebelah Ninik Ica, aku di sebelah Oca. Di situ sudah ada cangkir kopi ku. Ica langsung mengambil nasi goreng putih buatan Ninik, dan Ninik menyodorkan piring tempe tepung Ica mengambil beberapa, juga telur ceplok. Tak banyak bicara, aku menikmati pisang goreng.

"kamu engga makan Daniel?" Sapa Aki.

"Pagi tadi aku sudah sarapan bareng Tante Ina" jawab ku, dan Aki menganggukan kepala. Selesai makan baru aki membuka percakapan.

"Ujian kamu udah beres Sisca?" Tanya Aki menatap mata Ica.

"Sudah Ki, dan hari ini libur" jawab Ica sambil mengusap bibirnya yg berminyak dan minum.

"Kamu Rosa ada acara hari ini?" Aki gantian menatap Oca.

"Engga ada Ki" jawabnya singkat. Wibawa Aki, tampak ketika berbicara dengan bahasa Indonesia. Saat ke seharian atau bercanda dia biasa menggunakan bahasa Sunda.

" Sisca, mama kamu, minta kamu pulang hari ini." Aki menatap lembut Ica.

"Iya Ki, rencananya aku mau pulang." Ica menatap Aki dengan sopan.

"Daniel datang dari Jakarta, khusus buat antar kamu pulang, kamu pulang bareng Daniel" mata Aki menatap ku dan menatap Ica.

"Iya Ki" Ica menatap ku, seolah aku menyembunyikan sebuah berita. Aku tak mampu menatap balik.

"Daniel, hati-hati mengendarai motor jangan ngebut, langsung antar Ica, dan temanin sampai semua beres." Mata Aki menatap ku, berbeda dengan pandangan tadi malam, pagi ini nampak tegas dan tak ingin di sela atau di bantah.

"Iya Ki" jawab ku singkat.

"Kabarin papi kamu, saat mau berangkat ke Purwakarta, dan saat tiba di sana." Kembali Aki menatap ku.

" Iya Ki" aku hanya sepintas menatap matanya.

"Sampaikan salam aku ke mamah kamu" Aki kembali menatap Ica,

"Iya nanti di sampaikan Ki" jawab ica

"Semakin cepat kalian sampai di Purwakarta, semakin baik" Aki seolah berbicara dengan diri sendiri. Aku terdiam Ica juga.

"Iya Ki" aku segera menjawab di susul Ica "iya Ki".

Aki langsung meninggalkan ruang makan dan membawa kopi ke teras belakang.

"Sok atuh Ica, siap-siap dan Daniel juga" ucap Ninik dengan mimik muka yg ramah.

Saat Ica hendak membawa piring kotor ke dapur, Ninik melarang.

"sok Weh wios, ku Ninik sareng Oca anu ngumbahan piring mah." Ninik mengambil piring di tangan Ica. Meski tampak bingung Ica naik ke atas. Aku kembali ke kamar Tante Ina untuk bersiap-siap. Masih terdengar ucapan Oca ke Ninik.

"Wios ku abdi, Nik. Ninik temenin Aki aja sok" aku baru tau suasana bisa berubah jadi formal saat Ako mulai berbicara dan memberi komando. Tandanya ini suasana gawat darurat. Aku mengikuti ritme yg ada. Tak banyak bercanda. Segera mengemas lagi ransel ku. Tadi sempat Ina bilang, biar baju kotor tinggal saja, nanti Minggu di anter ke Purwakarta. Jadi ransel ku rada kosong dan ringan. Persiapan ku kilat, aku segera menumpuk ransel, helmet dan google, sarung tangan, ku lihat Ica belum juga turun tangga. Aku menyusul ke atas, saat ku buka pintu Oca coba menenangkan Ica yg tengah menangis.

"Kenapa Ica" aku menghampiri dan Ica bersandar di depan lemari baju dengan pintu lemari terbuka, sepertinya tadi ia sedang berkemas. Pikiran ku sudah tak bisa lagi berpikir normal. Apa Ica dapat kabar dari mamanya tentang Ayahnya??.

"Aa, pasti kamu tau, ada apa sebenarnya sampe kamu kesini, dan antar aku pulang."

" Aku percaya sama kamu, kamu harus cerita jujur sama aku" Ica menatap ku tajam sambil terisak. Oca hanya menatap ku, dengan bimbang.

" Sebenarnya aku juga belum lebih banyak tau dari kamu," aku coba mengatur nafas, ternyata mama nya belum menelepon Ica, ini cuma naluri anak dengan ayah.

"Kamu jangan bohongi aku" Ica menatap tajam ke arah aku.

"Ica, dengerin dulu, biar Daniel cerita, kamu harus bisa tenang. Ini cuma kegelisahan mu aja" Oca coba menengahi dengan menatap aku dan memeluk Ica.

"Apa yg bisa kamu ceritain, kejadian ini. Dari semalam sikap Aki aneh, dan dia bicara berdua sama kamu semalam." Oca menatap ku menyelidik.

" Jadi gini," aku mengawali kisah saat ayah meminta ku antar Ica seminggu yg lalu, semua aku ceritakan tentang, kondisi ayahnya berdasarkan cerita ayah, dan perjalananku yg ternyata sudah di atur, ayah dan Aki. Dan pembicaraan kita berdua dengan Aki semalam.

"Jadi sebenarnya aku belum tau kondisi ayah kamu, aku belum ke sana, karena di suruh langsung ke Bandung, nanti Minggu kita kumpul semua di Purwakarta. Papi, mami,Aki dan Ninik, juga Tante Ina, mungkin Oca juga." Aku menatap Oca

"Hanya sebatas itu yg aku tau." Aku membelai rambut Ica.

"Semakin cepat kamu siap-siap, semakin cepat kita bisa liat ayah kamu di Rumah sakit." Aku coba menenangkan Ica.

"Ya udah aku bantu apa aja yg kamu mau bawa" Oca menatap mata Ica.

"Maafin aku ya Daniel, udah jauh-jauh dateng malah aku marahin" Ica memeluk aku, sambil menghapus sisa air mata.

"Aku tunggu di bawah aja ya" sambil aku mengelus pundak Oca.

Tak lama Ica turun dengan Oca, mata Ica masih sembab. Meski berusaha tersenyum. Dia hanya membawa tas ransel kecil. Aku menatap tas nya.

" Cuma itu?" Tanya ku bingung, aku bawa tas besar dia cuma sekecil itu.

"Iya cuma ini. Aku harus bawa apa lagi?" Ica menatap ku tak kalah bingung.

"Baju, alat mandi?" Tanya ku

"Iiihhh Aa aku tuh pulang ke rumah, bukan mau nginep, pulang ke rumah" muka Ica cemberut.

"Oh iya ya" aku garuk-garuk kepala meski tak gatal. Dan Ter senyum. Oca juga ikut tersenyum.

"Tadi juga aku ngomong gitu" Oca tertawa.

Muka Ica cemberut manja.


Load failed, please RETRY

Un nouveau chapitre arrive bientôt Écrire un avis

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C10
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous