"Zean tapi kenapa? Aku harus kerumah Angga?"
"Aku memiliki tamu, mereka tidak bisa membiarkanmu disini, ini pekerjaan dari papaku, aku tidak bisa membantah itu," jelas Zean.
"Baiklah kalau begitu," Bara pergi keluar.
"Bara aku minta maaf ya, sampai jumpa di sekolah."
"Ia, tidak masalah kok," sebelum pergi Bara mencium Zean, begitu pun dengan Zean yang menciuminya.
Zean pov:
"Peria kecilku sudah pergi, jadi kalian pasti suda mendapatkan beberapa informasi buat di laporkan ke papa?" ujar Zean memainkan pistol yang ada di tangannya.
Mereka semua diam menunduk, tidak satu pun dari mereka yang berani menjawab.
"Oke tidak ada yang mau menjawab, terimakasih."
"Dari siapa yang deluan akan aku tembak?" tanya Zean yang sudah memegang pistolnya dengan serius.
"Maafkan kami tuan, kami di perintahkan bos besar bukan untuk itu, ada sesuatu yang harus kami sampaikan kepada tuan," salah seorang di antara mereka akhirnya berani mengungkapkan.
Zean menyimpan pistolnya, ia duduk di antara mereka, dan mendengarkan mereka menyampaikan informasi dari papanya.
"Jadi begitu ya, sekarang papa, dan dedy, sudah memberi tanggung jawab kepada adikku paling kecil, karena semuanya telah sibuk masing masing."
"Ia tuan, tuan mida sekarang yang memegang kendali dalam perusahaan dedy, mau pun organisasi papa."
"Bagus, ia semangkin berkembang ya."
"Tuan, pesan papa ke pada tuan, tuan harus membantu tuan muda, untik menjalankan organisasi ini, mana mungkin tuan muda sanggup sekaligus mengelola semuanya dalam satu waktu."
"Aku memiliki abang,mengapa dady, dan papa tidak menyerahkannya ke abangku?"
"Tuan tertua sudah tidak tinggal di rumah itu, karena kuliahnya, hanya ada tuan muda sekarang yang masih menetap di rumah."
"Kakakku sendiri?"
"Ia juga sama, hanya saja jika iapulang ia pasti kebanyakan tiduran di rumah."
"Dasar pemalas," cerca Zean.
"Baiklah aku tidak bisa melakukan apa pun, aku bakal pulang tapi entah kapan pun itu. Oh ia titip salam kepada mereka semua."
"Baik tuan kalau begitu kami kembali dulu ya."
Zean menganggukkan kepalanya.
***
"Angga buat malam ini aku boleh ga tidur di rumah kamu?"
"Tentu saja boleh, kan aku sudah pernah bilang kalau kosanku ini selalu menerima kamu kok," Angga membawa Bara masuk kedalam.
"Ada masalah lagi ya di tempatmu?"
"Tidaksih, sesuatu yang lain, tapi aku tidak bisa menjelaskan nya."
"Tidak masalah, lagi pula kita besok bisa berangkat barang ke sekolahkan."
Bara terlentang di atas kasir Angga, ia saat ini sedang memikirkan hal tentang Zean.
Hufff. "Miss you Zean, aku benar benar harus kesini lagi ya," ujar Bara kemudian menarik selimut, dan ia pun tertidur.
***
"Zean," ujar Bara pelan ketika ia melewati Zean dari samping.
Zean tersenyum tipis melihat wajah Bara.
"Akhirnya aku melihat lelakiku lagi."
Aku sebenarnya ingin menghamoiri Zean, tetapi karena aku sudah berjanji bahwasanya, kami tidak akan saling mengenal saat di sekolah. Jadi lebih baik aku menahannya saja.
Zean mengambil ponselnya.
Zean: "Bara, tunggu aku dirumah."
Bara: "Kau mau ngapain dirumah sialan, dan mengapa aku harus menunggumu?"
Zean: "Diamlah, jarak ku, denganmu tidak terlalu jauh," balas Zean.
Memang benar jarak mereka hanya sekitar satu meja, Bara, dan Zean, jelas jelas bisa saling terlihat.
Bara: "Kau benar," ia melambaikan tangannya ke Zean.
Zean: "Jangan bertingkah imut, atau aku akan menyosormu."
Bara: "Maafkan aku Zean sayang."
Zean: "Ingat jangan makan mie ya, atau aku akan memarahimu lagi."
Bara: "Siap bos, tenang saja."
***
Pov: Zean.
Ia berada di dalam kamar khusus, sedangkan Bara berada di dalam kamarnya.
"Aku sudah lama tidak melakukan adengan panas dengan Bara. Apakah dia mau melakukannya denganku," ujar Zean tiduran sembaki memegang cambuk.
"Baiklah akan aku coba," Zean melemoarkan sembarang cambuk itu.
Zean berjalan ke arah kamar Bara, kebetulan sekali beberapa hari ini ia jarang ke dalam kamar Bara.
"Bara how are you?" mengunci pintu.
"Im fine," ujar Bara yang fokus sedang membaca manwha di ponselnya.
"Sedang sibuk ya?"
"Tidak kok, aku hanya sedang membaca manwha saja di ponselku," Bara langsung mematikan ponselnya, karena ke datangan Zean.
"Apa aku benar benar mengganggumu?"
"Tidak sama sekali Zean."
"Bara!" seruku serius.
Ia menatapku seakan- akan aku kerasukan.
Bara hanya menaikkan alis sebagai tanda menjawab.
Aku tidak langsung menyampaikan hasratku, aku menaikkan mataku memandang kedia, kemudian menurunkan bola mataku kembali.
"Seperti biasa, play with me! Baby," ujar Zean membuka kancing baju satu persatu.
"Sialan, aku harus melakukannya lagi."
Bara berdiri di atas tidurnya untuk membuka resleting celana, setelah selesai Zean melemparkan sesuatu kepadanya.
"Sutss... sutss," ujar Zean sambil meleparkan sesuatu, untung saja Bara sudah siap siaga menangkap itu.
Zean berdiri mengedipkan sebelah matanya.
"Apa ini?" tanya Bara yang belu melihat benda, yang berada di dalam tangannya itu.
"Oh, tidak ada hanya permen khusus untukmu."
Bara membalikkan badannya, ia melihat benda apa yang berada di dalam tangan ia tersebut.
"Shit! Kondom," ujar Bara sambil tertawa kecil.
"Are you ready?"
Zean, menarik tengkuk Bara. Lelaki itu langsung melumat bibir Bara dengan penuh nafsu.
Zean menindihi tubuh Bara, begitu pun dengan Bara yang sudah menanti hal gila ini.
Zean dengan gilanya terus terusan mencium bibir Bara, hingga menimbulkan luka, samabil merepas remas puting Bara.
"Aghh... emmph," desah Bara saat Zean menggigit lehernya.
Zean begitu banyak meninggalkan bekas ciuman di leher Bara, sampai ada yang berdarah.
"Ahh, sialan. Bisakah kau melakukannya lebih sopan?"
"Aku menikmati permainan ini, i wont let go. You are so sexy my man," bisik Zean di telinga Bara.
"Setidaknya bersopanlah."
"You want on top?" tanya Zean serius.
"Aku tidak ingin, aku lebih menikmati di bawah."
"Benarkan," Zean membawa tubuh Bara bangkit, lalu ia menyudutkan ke dinding, perlahan lahan ia mencongkok mengisap penis Bara, begitu pun dengan Bara yang menunduk mencium tengkuk Zean.
"You like it."
"Kau melupakan sesuatu ya?"
"Apa itu?"
"Kau tidak memakai kondom yang ku berikan," Zean tersenyum kecil.
Mata Bara mengalih melihat bungkus kondom yang berada di tempat tidur itu, ia melototkan matanya melihat penisnya sendiri yang tak memakai alat pengaman.
"Damn!"
"Tidak masalah."
"I dont seem to notive anytbing, i forgot the condom you gave me."
"I dont care about that."
"Kau memang benar benar."
"Aku tidak kuat dalam ini, ahh..."
Zean terus terusan melumat bibir Bara, tanpa memberikan ia nafas, Bara menjauhkan tubuh Zean dari tubuhnya, akhirnya Bara kembali bisa bernafas.
"Ayo lakukan sekali lagi, jangan berhenti Bara."
"Aku tidak berhenti, aku benar benar menikmati ini," cetus Bara kembali memasukkan mulutnya kedalam mulut Zean.
"Zean bukankah ac ini dingin?"
"Memang benar, permainan kitalah yang panas sayang."
Mereka berdua saling berciuman kembali, sampai keduanya benar benar capai.
Disitulah keduanya baru saling berhenti untuk kenikmatan itu semua.