Pov: Di rumah Bara.
Zean pun menyetujui untuk datang ke rumah Bara, ia membawakan Bara beberapa buah- buahan, serta beberapa susu coklat, dan makanan ringan lainnya.
Tokk...tokk...tok
Zean secara terus menerus mengetok pintu rumah Bara yang terkunci, namun tidak ada suara yang menyahutnya dari dalam. Zean merasa apa mungkin ia salah rumah, Zean masih mengetok pintu dari luar.
"Apa aku salah rumah?" tanya dalam hati.
Zean mengambil Hp di sakunya.
"Oh ia," Hp itu kembali di matikan karena percuma saja Zeankan tidak memiliki kontak Bara.
"Shiaa," cutas Zean memaki hpnya sendiri.
Hendak mengetok sekali lagi barulah Bara keluar membukakan pintu.
"Zean hayok masuk," ujar Bara dengan lembut.
Ia melap lapkan tangannya ke celananya sendiri.
"Dari mana kau?"
"Aku baru siap masak," ujar Bara menutup pintu lagi setelah Zean masuk."
"Ini aku ada membawakan sedikit makanan buatmu."
"Ahh kau ini, tidak perlu repot repot."
"Kenapa? Itu tidak repot kok."
Bara pun mengambil piring menghidangkan masakannya, dan menghidangkan makanan yang di bawa Zean tadi.
kau tau rumahku ya?"
"Tau. Kalau tidak salah aku pernah melihatmu di komplek ini dulu."
"Jaa... jadi kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyanya kaget.
"Sepertinya," Zean tersenyum tipis.
"Ehh Zean silahkan di makan," tawar Bara basa basi memberikan hidangan yang telah ia buat.
"Oke," Zean menyicipi beberapa makanan yang berada di hadapannya itu.
"Zean kalau misalkan kamu sekolah kamu sekarang uada kelas berapa?" cetus Bara yang sudah sedikit tidak asing lagi.
"Kelas 3Sma, ehh ia jujur saja aku belum mengetahui namamu siapa."
"Nama aku Bara wirait."
"Nama yang bagus, i like it," Zean tersenyum.
"Terimakasih," balas Bara dengan senyuman pula.
"Oh ia. Kamu disini tinggal dengan siapa? Kok sunyi?"
"Aku kos disini, dan aku tinggal sendirian."
"Di rumah ini? Rumah yang Besar ini?"
"Ahh ini tidak terlalu besar kok."
"Kenapa kamu tinggal sendirian?"
"Ga papasih."
"Kan bisa gitu nyari teman gitu ya mumpung mumpung biar ada yang nemani," celoteh Zean mengambil beberapa makanan.
"Gimana Ze, aku rasa juga kek ngapain tinggal sama teman, atau nyari teman sekos lagiankan enakan sendiri, kek privasi kita itu lebih terjaga gitu."
"Ada benarnya juga, ngomong ngomong privasi apaan hayo," ujar Zean menggoda Bara.
"Ya gitudeh."
"Ehh ia, lo kok bisa nerima aku sih? Kan seperti yang kamu tau akukan Gay."
"Aku ga mempermasalahin itu," aku memcoba menahan senyumku.
"Kamu ga takut kalau suatu waktu kamu menjadi mangsaku?"
Bara menggeleng kecil.
"Zean. Sebenarnya aku sangat kaget pas pertama kali kamu bilang kalau kamu Gay, waktu itu pas pertama kali aku syok, karena bertemu orang Gay, aku kira itu bercanda. Apalagi dahulu sewaktu aku di rumah tinggal dengan orang tuaku, aku di besarkan oleh keluarga yang melarang segala hal yang berhubungan dengan porno. Aku juga tidak pernah di beri tahu tentang hal hal begituan.
Jadi setelah memasuki Sma aku memutuskan untuk sekolah yang jauh dari tempatku tinggal.
Zean tersenyum memdengar cerita Bara, tetapi ia tak menampakkannya langsung kepada lawan bicaranya itu.
"Trus?" potong Zean.
"Dan, selama aku disini, aku mencari hiburan dengan aplikasi vidio yang melihatkan orang orang dengan segala kreatifitasnya."
"Lalu, apakah tidak bosan?"
"Tidak, aku pernah sewaktu itu Fyp berandaku, aku melihat anime Bl, aku mencari tau di kolom komentar anime apa yang barusan itu, ternyata anime itu anime "Junjo romantica" dari pada aku penasaran aku pun menonton anime tersebut.
"Baguslah."
"Akhirnya aku menyukai baik Film, mau pun anime, atau Manwha Bl. Aku hanya menganggap bahwa Gay, atau homo itu hanyalah di sebuah series, atau cerita karangan doang. Sampai aku bertemu denganmu."
"Kenapa?"
"Sewaktu itu kau pernah berbicara kalau kau di keluarkan dari sekolah karena melakukan pelecehan , tetapi korban yang kau buat itu bukan cwek."
"Memang benar."
"Ucapanmu itu membayang bayangi pikiranku. Padahal kalau di pikir pikir itu sudah lumayan lama, aku kira kamu melantur.
"Hahaha," tawa Zean kencang.
"Sampai aku kembali berpikir seperti ini."
Flash back Bara.
"Tunggu," Bara seperti teringat sesuatu.
"Kata kata Zean disitu bukan cewek, itu berarti cowok dong?" ujar Bara bertanya- tanya.
"Apa Zean Gay?" pikirannya semangkin mengada ngada.
"Ga... ga.. ga mungkin Zean nge Gay."
"Tapi!" otakku benar benar terkuras memikirkan perkataan Zean.
Ya entah mengapa aku hanya belum percaya pada ucapan Zean. Walau pun bertemu dengannya tidak terlalu buruk.
"Aku tau, untuk memecahkan ini dan mencari tau ke benarannya aku akan mengajak Zean ke rumahku."
Bara selesai menceritakan semuanya, Zean hanya memandangi Bara yang terlihat seperti orang polos.
"Ya, im Gay," ujarnya menyapu kepala Bara.
"Jadi benar kalau kamu Gay?"
"Yaps itu betul."
Akhirnya keduanya selesai mengobrol Zean pun berpamitan untuk pulang, namun sebelum pulang pergelangan tangan Zean di tahan oleh Bara.
Zean melirik apa yang Bara lakukan.
"Why?"
"Zean boleh aku meminta kontakmu?"
"Tentu saja," Zean memberikan Bara kontaknya dengan senang hati.
***
Setahun sebelumnya.
Sebelum aku di keluarkan dari sekolahku, disitu jugalah hari terakhir aku dengan pacarku.
"Heh bangun," memistik keningku tanpa berpikir.
"Ckk..."
"Ayo bangunlah, ini sudah jamnya pulang heyy," ujar laki laki yang memgesalkan itu.
Ia terus terusan memgoceh, menggangguku tidur.
"Kau mau menginap di sekolah ini?" Tanyanyalagi.
"Aghhh," karena malas memdengarkan ocehannya aku membuka mataku pelan pelan, aku melihat orang itu di hadapanku dengan wajah datar.
"What?"
"Silahkan lihat jam, sudah pukul berapa?" ujarnya santai.
"Baby, follow me."
Ia berjalan deluan di depanku, orang itu adalah laki laki yang menyebalkan. Namun, ia juga adalah pacarku sendiri.
Dia bernama Davin.
"Iye, iye," aku mengikuti dia dari belakang.
"Sini dong sayang," menarik tangan Zean ke sampingnya.
"Mau ikut denganku kerumah?"
"Boleh," ujarku yang menurut nurut saja.
***
Sampainya dirumah Davin.
"Sayang kenapa diam saja? Ada yang salah?" tanya Davin yang tak seperti biasanya melihat Zean seperti itu.
"Vin, lu tau ga, aku akan di keluarkan dari sekolah karena kasusku," jawabku santai.
"Apa?" aku terkejut memdengar ungkapan Zean yang akan di keluarkan, aku tak tau nantinya bagaimana hubungan kami kalau aku, tanpanya.
"Kau bersungguh sungguh?"
"Tentu."
"Aku tidak mau pisah darimu, bagaimana pun kau tetap pacarku."
Zean berdiri tanpa menanggapi ucapan Davin, Zean pergi kedalam kamar davin. Setibanya di kamar ia sedang duduk di atas ranjang Davin, raut wajah Zean yang tak bisa mengatakan apa apa terlihat jelas di mata Davin.
Melihat Davin yang datang menghampirinya Zean mempalingkan wajah tanpa berkata apa apa.
"Hufftt..."
"Sejujurnya aku juga tidak ingin berpisah darimu," cutas Zean yang langsung menyerang Davin.
Ia mencium bibir Davin, serta menggigit leher Davin, sepertinya Zean tidak ingin memberi ampun kekasihnya itu.
Hari itu hari terakhir mereka berhubungan seks, dan hari terakhir mereka berhubungan. Setelah semuanya Zean pun pergi dan tak pernah kembali lagi, bahkan ia tak pernah melihat Davin kembali selama setahun mereka sudah berpisah.