Satu bulan kemudian Laila memeriksakan diri ke dokter. Karena ia mengeluh pusing dan mual. Karena sebelumnya Laila memang memiliki riwayat sakit lambung tapi sudah cukup lama tidak merasakannya. Justru saat ini kembali kambuh.
Laila pergi sendiri ke dokter tanpa ditemani Roni, karena kebetulan Roni sedang keluar kota dan tidak mungkin ia mengajak mertuanya. Sudah beberapa kali Laila dan mertuanya terlibat percekcokan. Untuk ngobrol saja Laila malas, apalagi untuk mengajaknya ke dokter.
Laila pun ke dokter tanpa sepengetahuan Sarni. Diam-diam ia pergi tanpa melalui pintu belakang. Karena biasanya mertuanya sering duduk di dapur untuk mengawasi gerak gerik Laila.
Laila yang merasa risih setiap hari diawasi membuat ia sering menutup pintu belakang agar tidak selalu diawasi. Meskipun ia sering melawan mertua nya setidaknya ia juga tidak ingin menambah masalah.
Pernah Laila seharian di rumah dan menutup pintunya. Lalu Sarni menyindir dari luar.
"Takut diintip rumahnya ditutup terus," gumam Sarni.
Laila yang mendengar hal tersebut merasa kesal. Sebenarnya ia ingin menjawab hanya saja terlalu lelah setiap hari harus bertengkar dengan mertuanya. Saat itu Laila memilih untuk tetap diam tanpa membuka pintu rumahnya.
Seringkali Laila mendapatkan sendirian dari sang mertua. Mulai dari tidak bisa memasak, malas dan sebagainya. Sebelumnya memang Laila jarang melakukan itu di rumah. Ia terlalu sibuk bekerja dan harus tinggal di mess.
Di mess pun paling hanya menyapu kamar selebihnya ada bagian yang bersih-bersih dan makannya beli karena waktunya tersisa untuk bekerja sehingga memilih untuk beli.
Ketika Laila resign dari tempat kerjanya yang sudah cukup lama, Laila pindah ke gudang penyimpanan bahan-bahan pokok. Baru bekerja satu bulan di sana ia bertemu dengan Roni. Sejak saat itulah Laila juga menyukai Roni.
Roni yang Laila kira sebagai laki-laki yang bisa membela dirinya dari mertua tetapi ternyata salah. Laila seringkali mendapatkan komentar pedas baik dari Roni maupun Sarni.
Roni bahkan lebih membela ibunya daripada dirinya. Hal itulah yang membuat cinta Laila pada Roni terkikis meskipun masih berjalan dua bulan pernikahan.
Hari ini Laila ke dokter umum. Ia menceritakan keluhannya kepada dokter. Setelah dokter memeriksa justru dokter tersenyum.
"Dok, kenapa dengan saya?" tanya Laila.
"Selamat, Ibu hamil. Tidak sakit apa-apa. Ibu bisa periksakan ke dokter kandungan atau ke bidan untuk memastikan keadaan janin Ibu," jelas dokter.
Laila terkejut dengan penuturan dokter. Ia yang merasa sudah tidak nyaman dengan Roni justru saat ini mendapati dirinya hamil anak Roni.
"Dok, apa benar itu?" tanya Laila tidak percaya.
"Benar, Bu. Ibu bisa langsung periksakan ke dokter kandungan saja. Itu poli dokter kandungan bisa mendaftarkan ke sana. Kalau memang mau sekarang bisa saya langsung daftarkan tanpa harus mengantri. Kan tadi Ibu juga sudah menunggu," usul dokter.
"Baiklah, Dok. Saya mau ke dokter kandungan sekarang."
Dokter umum tersebut membawa Laila menuju ke polisi dokter kandungan. Setelah pasien keluar Laila dipersilakan untuk langsung masuk.
"Silakan, Bu. Berbaring di sini!" titah dokter kandungan.
Laila hanya menuruti perintah dokter tersebut. Dokter kemudian memeriksa perut Laila kemudian menggunakan USG.
"Alhamdulilah kandungan Ibu sehat. Apa selama ini tidak merasakan apa-apa, Bu?" tanya Dokter.
"Hari ini saya merasa mual dan pusing, Dok. Karena menurut saya itu adalah penyakit lambung saya yang sudah cukup lama tidak kambuh. Tetapi saat saya periksakan di dokter umum tadi katanya saya hamil. Saya juga tidak percaya jika saya hamil," sahut Laila, wajahnya sayu.
"Usia kandungan Ibu ini hampir dua bulan tepatnya sembilan minggu. Biasanya akan merasa mual di awal kehamilan. Seperti Ibu tidak merasakannya. Syukurlah, yang penting sekarang Ibu tahu kalau hamil jadi bisa menjaga pola makan untuk Ibu dan janin."
Mosa hari ini libur sekolah bertepatan dengan hari minggu. Mosa ingin mengisi waktu dengan nonton ke bioskop sendirian.
Sebelumnya Mosa juga sering jalan-jalan sendiri karena ia merasa lebih nyaman. Meskipun terkadang jika ada teman yang mengajak ia tidak keberatan.
Mosa sudah merencanakan akan ke bioskop. Saat sudah bersiap tiba-tiba terdengar suara ponselnya berdering. Mosa kemudian membuka ponsel dan ada pesan dari kepala sekolah.
Deg!
"Tumben sekali kepala sekolah kok kirim pesan," gumam Mosa.
Kemudian Mosa membuka pesannya.
[Bu Mosa, apakah sedang sibuk hari ini? Saya ingin mengundang Bu Mosa makan siang hari ini di restoran. Saya harap Bu Mosa bisa,]
Pesan singkat dari kepala sekolah membuat Mosa bingung. Kenapa kepala sekolah tiba-tiba mengundangnya makan siang. Apakah semua pegawai yang diundang atau hanya beberapa saja. Ia jadi ragu untuk membalas.
Mosa kemudian menghubungi Raisa.
Telepon terhubung.
"Halo, Sa. Aku mau nanya, kamu ada undangan dari kepala sekolah nggak?"
"Enggak ada tuh. Emang undangan apa sih?"
"Ini dapat undangan makan siang di restoran aku kira semua guru pegawai dapat ternyata kamu enggak, ya?"
"Wah, jangan-jangan kepala sekolah naksir kamu, Mosa,"
"Eh, kamu nih bilang apa sih?"
"Yah aneh aja sih, masa tiba-tiba ad undangan makan siang. Apa coba kalau nggak naksir. Jangan deh, masa kamu mau sama orang yang sudah tua. Lebih pantes dia jadi Bapak kamu,"
"Aku nggak mikir sampai sana. Tapi sepertinya aku akan menerima undangan mungkin ada sesuatu yang penting,"
"Ya sudah, semoga saja kamu tidak dilamar sama kepal sekolah. Bisa jadi berabe, hahaha."
"Ah, kamu. Nelpon kamu malah bikin worry saja. Ya sudah aku tutup dulu."
Telepon terputus.
Mosa kembali memasukkan ponsel ke dalam tasnya. Mina yang sedari tadi mengamati Mosa sedikit bingung.
"Ada apa, Mosa? Kok sepertinya kamu bingung."
"Ini, kepala sekolah nelpon mau undang aku makan siang, Bu. Aku nelpon Raisa katanya dia nggak dapat undangan. Aku jadi bingung iya atau tidak untuk undangan kepala sekolah itu."
"Oh gitu. Yah terima saja! Mungkin memang ada sesuatu yang penting. Daripada nanti kamu penasaran malah nggak enak kalau ketemu di sekolah."
"Iya juga sih. Aku mikirinya juga gitu. Ya sudah aku terima saja undangannya."
Mosa kemudian kembali mengambil ponselnya dan membalas pesan dari kepala sekolah.
[Baik, Pak. Saya bersedia.]
Send.
Beberapa saat kemudian kepala sekolah mengirimkan alamat restoran beserta nomor mejanya.
Mosa menunggu waktu yang dijanjikan kepala sekolah. Sehingga ia masih di rumah sampai satu jam mendatang.
Setelah satu jam menunggu, Mosa kemudian pamit kepada Mina untuk berangkat. Ia mengendarai motor dengan pelan sembari mencari alamat yang dimaksud.
Setelah berjalan 30 menit akhirnya Mosa sampai di sebuah restoran yang dimaksud. Ia begitu takjub melihat interior restoran yang cukup mewah dengan hiasan bunga. Ia merasa terlalu elegan ia bisa makan di sana.
Mosa mencari meja yang dimaksud yaitu di lantai dua. Di sana sudah ada kepala sekolah dan seorang laki-laki muda. Ketika menyadari kehadiran Mosa dua laki-laki itu menyambut Mosa.
"Bu Mosa selamat datang. Ini perkenalkan anak saya," sapa kepala sekolah.
Mosa melihat laki-laki yang dimaksud kepala sekolah sebagai anaknya. Kemudian mereka bersalaman.
"Andre," sapa anak kepala sekolah.
Mosa merasa asing dengan Andre, karena memang sebelumnya belum pernah bertemu.
"M-maaf, Pak. Selain saya apakah ada guru atau pegawai yang diundang kemari?" tanya Mosa sedikit terbata-bata.
"Tidak. Hanya Bu Mosa saja. Ini memang khusus untuk Bu Mosa. Saya senang Bu Mosa menerima undangan saya. Sebentar lagi makanan akan datang. Semoga Bu Mosa bisa menikmati makan siang bersama kami," tutur kepala sekolah.
Mosa kembali bingung. Kenapa hanya dirinya yang diundang. Ia jadi penasaran maksud dari undangan tersebut. Baginya ini terlalu personal jika hanya bertiga. Mungkin makanan di sana enak tetapi rasa penasaran dan gugup berhadapan dengan kepala sekolah dan juga anaknya bisa merubah cita rasa masakan yang tersedia.
Laila masih tidak percaya jika di dalam perutnya ada benih Roni. Laki-laki yang saat ini ia tidak sukai. Bahkan ingin meninggalkan tetapi justru saat ini ia tidak bisa. Apalagi untuk memberitahukan kepada Roni, ada perasaan malas untuk itu.