Angga berakhir di ruang inap bersama kedua sahabatnya yang pingsan. Ok lah jika keduanya pingsan lumrah manusia. Dia saja hampir pingsan tapi, bisa ditahan untuk tidak pingsan. Suster terus memberikan penanganan untuk Zuki dan Nena. Mereka berusaha membuat keduanya bangun dari pingsannya.
"Euhmmm, duh sakitnya kepalaku," gumam Zuki yang sudah bangun dari pingsannya.
Tidak berapa lama Nena juga bangun dan memijit kepalanya. Pusing itu yang dirasakan oleh keduanya. Suster membantu untuk duduk dan memberikan air minum. Keduanya meminun air perlahan, setelah itu keduanya melihat sekeliling ternyata di ruangan inap.
"Suster, terima kasih sudah bantu teman saya, maaf merepotkan," ucap Angga yang berterima kasih pada suster.
"Sama-sama, kalau begitu saya permisi dulu ya." pamit suster pada Angga.
Angga mengangguk mengizinkan suster pergi. Angga melihat ke arah temannya, dia duduk sembari melihat jam di tangan dan melihat ponselnya. Panggilan anak buahnya tidak ada sama sekali.
"Kenapa lama sekali ya mereka membawa keluarga korban, apa mereka tersesat?" tanya Angga pada Zuki.
Zuki yang baru sadar sepenuhnya menggelengkan kepala. Dia tidak tahu harus ngomong apa jika anak buah belum datang juga ke rumah sakit ini.
"Sudah sabar saja, nanti juga datang. Aku merasa hawa di sini dingin sekali, apa karena habis pingsan ya?" tanya Zuki yang memeluk tubuhnya dan mengusap tubuhnya dengan tangan.
"Iya benar, dingin sekali. Dan aroma semerbak bunga tercium, ini bau bunga melati juga. Kalian pakai parfum itu kah?" tanya Nena yang melihat sekeliling ruangan.
Angga dan Zuki menggeleng kepala, dia tidak mungkin pakai itu, bukannya itu untuk wanita, sedangkan mereka berdua pria tangguh.
"Jangan ngada-ngada kamu, aku tidak pakai itu, kamu pikir aku wanita apa pakai itu. Nggak tahu kalau Angga," kata Zuki yang menoleh ke arah Angga.
Angga yang namanya di sebut geleng kepala. "Aku tidak pakai itu. Aku pakai yang biasa saja, karena pakai yang luar biasa takutnya banyak yang suka," jawab sekenaknya.
"Cihh! Perasaan lu Ngga, mimpi itu jangan kejauhan, dekatan dikit lah. Oh ya, ngomong-ngomong mimpi, lu belum bilang yang tadi. Mimpi yang buat lu keringatan itu," kata Zuki.
Angga menghela nafas panjang, dia tidak sanggup untuk meneruskannya. Zuki dan Nena menunggu jawaban dari Angga yang masih belum bersuara sama sekali.
"Pelakunya tidak terlihat, aku hanya melihat kepergian mereka menaiki mobil dan BK nya terlihat, tapi ada satu angka yang sedikit rusak di belakangnya. Entah itu bisa kita selidiki atau tidak." Angga mengatakan apa yang dia ketahui.
Pranggg!
"Allah Akbar!" pekik Zuki yang kaget saat mendengar sesuatu benda yang jatuh.
Ketiganya melihat ke sumber suara itu. Mereka tidak tahu siapa pelakunya. Tidak ada yang jatuh semuanya aman. Angga yang mau bangun melihat ke luar di cegah oleh Zuki. Zuki menggeleng kepala pelan, Angga yang melihatnya menghela nafas.
"Kita harus lihat, jika tidak bagaimana mungkin kita bisa tahu itu apa," kata Angga kepada kedua sahabatnya.
"Jangan, kau mau kami pingsan di sini, duduk di sini, jika perlu telpon mereka segera sana," kata Zuki lagi.
Angga duduk dan mengambil ponselnya, Angga mencari nama anak buah yang dia utus ke sana. Panggilan pertama langsung diangkat oleh anak buah Angga.
"Halo, malam Komandan." sapa anak buah Angga.
"Malam juga, kenapa kalian belum datang juga? Kalian sudah dari pagi, tapi tidak juga sampai ke sini. Kalian nyangkut di mana?" tanya Angga yang sudah mulai kesal.
"Maaf Komandan, kami sedikit lama, ada tanah longsor ini, kami sedang mengevakuasi jalanan dan hujan juga, macet total di sini Komandan jadi tidak bisa lewat ini. Maaf lupa mengabari anda," kata anak buah Angga.
"Kalian selamat kan? Usahakan keluarga korban dan kalian selamat sampai di sini. Jangan terlalu lama, kasihan korban yang masih belum bisa di apa-apakan," kata Angga lagi.
"Siap Komandan. Kami akan usahakan sampai ke sana dengan selamat," kata anak buah Angga.
Angga mengakhiri panggilan dengan anak buahnya. Angga melihat Zuki dan Nena yang melihat ke arahnya. Zuki menghela nafas panjang, ujung-ujungnya tidur di rumah sakit pikirnya.
Gludukkk!
Petir tiba-tiba terdengar, ketiganya kaget dan mengusap dada karena kaget tiba-tiba petir muncul. Udara makin dingin dan suasana makin mencekam. Terdengar suara iringan musik lama di ruangan tempat mereka berada.
"Aku rasa, kali ini rekor dunia tercetak lagi," cicit Zuki yang mulai mencari sumber suara dengan wajah pucat.
"Nena, mendekat lah padaku sini," ajak Angga.
Nena yang turun dari bankar perlahan, namun belum sampai di tempat Angga, Nena berdiri tegak dan tertunduk, dia tidak sedikitpun bergerak. Angga yang curiga melihat Nena yang tertunduk menyikut Zuki. Zuki mengangguk pelan dan memandang Nena.
"Nena, kenapa kau berdiri di sana saja, sini duduk bersama kami," kata Angga yang ragu untuk berbicara dengan Nena.
Nena mulai menari dengan lembut, dia memperlihatkan wajahnya yang pucat, matanya juga menatap tajam, terlihat lingkaran mata yang hitam penuh seperti orang yang terkena pukulan. Angga dan Zuki menelan salivanya.
"Dia sudah kerasukkan korban tadi, siapa namanya Angga?" tanya Zuki.
"Darsimah," jawab Angga dengan suara berbisik.
"Nena, kerasukkan Darsimah Ngga, kita harus apa?" tanya Zuki mulai mendekati Angga.
Angga menepis tangan Zuki yang makin erat memegangnya. Zuki tidak peduli jika orang mengatakan dia lelaki apa, asal dia tidak menjauh dari Angga. Keduanya juga mendengar lonceng andong dari luar. Angga dan Zuki saling pandang.
"Satu lagi korban itu datang. Kau dengar itu, rikikan kuda andong terdengar. Apa kudanya dibunuh juga Angga? Kalau terbunuh berarti korban ada tiga dan ketiganya menuntut pertanggungjawaban pembunuh itu," cicit Zuki yang masih melihat ke arah Nena yang luwes menari sembari tersenyum.
Senyum Nena menakutkan, itu yang ada di pikiran mereka. Angga menunduk dia tidak mau melihat, dia takut terhipnotis. Angga menundukkan kepala Zuki, namun kepala Zuki tidak bisa tertunduk. Dia menatap Nena dengan lekat. Zuki yang mau bangun ditahan oleh Angga.
"Sadar kau Zuki, jangan kau ke sana, tundukkan kepalamu, jangan kau terhipnotis," bisik Angga yang berusaha untuk mencegah Zuki ikut menari dengan Nena yang sedang kerasukkan.
Nena terus menari dan menarik Zuki yang mulai tergoda. Zuki seperti orang yang terhipnotis mantra yang sangat kuat, Angga berusaha untuk mencegahnya. Angga memukul wajah Zuki dengan kuat. Zuki yang dipukul seketika tersadar, dia menatap Angga.
"Kenapa kau pukul aku, aku kan duduk dari tadi, eh, tunggu kenapa aku berdiri?" tanya Zuki.
"Cihh! Kau bilang apa tadi? Kenapa kau berdiri, kau terhipnotis tahu tidak, sekarang tundukkan kepalamu jangan dengarkan alunan musik itu," bentak Angga dengan wajah kesal.
Zuki yang di bentak mengangguk, tapi dia melihat Nena di belakang Angga dengan penuh amarah. Zuki melirik Angga dan memberikan kode untuk melihat kebelakang, Angga yang tahu diam tidak menoleh, Zuki tertunduk dan tidak melihat ke arah Nena yang sudah sangat menyeramkan.
"Menarilah denganku, jika kau menari maka kau akan bahagia kang mas," kata Nena yang suaranya tidak seperti suara Nena yang cempreng.
Angga dan Zuki berusaha diam dan tidak menunjukkan reaksi apapun. Darsimah yang masuk di tubuh Nena mulai murka, dia mulai menarik Angga yang menurutnya menghasut Zuki. Angga yang ditarik kaget dan menatap Nena dengan tajam.
"Kau tidak bisa memanfaatkan kami hantu sialan!" hardik Angga yang mengumpat ke arah Darsimah.
Yuk singgah di novel ku ini jangan lupa simpan di rak kalian ya ditunggu kedatangannya