Ketika Freislor berada di ruangan tertentu, ia memasuki ruangan itu dengan wajah gelisah. Freislor berjalan ke dekat Kreysa sembari memperhatikan wajah Kreysa yang nampak pucat pasi. Kedua tangan Kreysa diperban, bagian dadanya seakan telah dijahit.
"Kreysa, bangun, ini Kakak." Freislor menggenggam tangan kanan Kreysa. Namun, gadis itu sama sekali tak bergerak. Di satu sisi, Mikhael yang sedari tadi lebih dulu menemani Kreysa memegang pundak kanannya.
"Kak, Kakak yang sabar, ya. Aku cuman berharap, semoga Kreysa bisa cepat bangun dan pulih. Aku yakin dia itu orang yang kuat, Kak. Jangan menyerah, ya. Aku tahu Kakak bisa melalui ini semua," ucap Mikhael sembari menangis pelan. Ia tak sanggup melihat Freislor.
Gadis itu hanya menganggukkan kepala. Ia merasa bodoh dan bersalah karena tidak bisa menjaga sang adik dengan benar.
"Brak!"
"Penyusup!" pekik seorang yang tak jauh dari ruangan itu. Freislor dan Mikhael saling melempar pandangan.