Tentu saja Jeni semakin terkejut. Ia menelan salivanya yang begitu berat.
"Tega sekali kamu, Yudi!" Jeni semakin terlihat kecewa.
"Maafkan saya, Nona Jeni. Saat itu saya memang sedang butuh uang, maka saat Pak Wili menawarkan tugas maka segera saya laksanakan. Saya teledor, saya pikir saat itu di rumah Non Jeni tak ada siapa-siapa, tapi ternyara malah ada korban jiwa. Maafkan saya, Non Jeni. Hukum saja saya," lanjut Yudi dengan mengakui kesalahannya. Dia menundukan kepalanya tampak pasrah dengan penuh rasa bersalah di dalam dada.
"Harusnya kamu tak sekejam itu, Yudi!" Jeni dibuat tersulut emosi. Lalu kembali duduk di kursi yang ada di dekatnya. Lututnya terasa bergetar lemas. Lututnya merasa tak memiliki banyak kekuatan untuk menopang tubuhnya.
Jeni kembali bersedih. Perasaan yang lagi-lagi dibuat hancur dan terluka. Dia kembali harus diingatlan rasa sakit kehilangan mamah kandung oleh suaminya sendiri, sementara suaminya terbaring lemah tak berdaya di ruang ICU.