Saat pukul depan malam Wili telah keluar dari kamarnya karena Jeni kasih saja belum menghampirinya ke kamar.
"Jeni lama benget sih? Apa dia masih dandan yang cantik?" Wili berbicara sendiri sambil tersenyum. Dia kini sudah tak malu-malu lagi mengakui perasaannya.
Ciuman pertama tadi bahkan masih saja terasa hangat di bibirnya. Bibir manis Jeni seketika meluluhkan isi jantung Wili. Ah, bagaimana mungkin dia telah menyakiti Jeni tempo lalu. Sungguh prilaku bodoh itu tak akan diulanginya lagi.
Rasa cinta benar-benar tumbuh besar di dalam dada Wili sampai-sampai menghapus dendam yang tak kalah besarnya pula.
Dendam itu tak lagi membakar Wili, yang ada kini hanya rasa cinta dan takut kehilangan karena dari dulu sampai sekarang raaa cinta Wili pada Jeni tak pernah hilang.
"Jeni!" Wili memanggil Jeni sambil mengetuk pintu kamarnya. Suara Wili bahkan terdengar jelas ke kamar Mery karena jaraknya hanya beberapa meter saja.