"Jeni! Kenapa kamu tega sekali mempermainkanku! Kamu bilang kalau kamu ada halangan dan tak bisa datang. Kamu bilang kekasihmu itu ke luar kota. Tapi, sekarang kamu berjalan dengan tenangnya masuk ke dalam coffe shop bersama kekasihmu! Apa maksud semua ini, Jeni?" geram Jeremi berbicara sendiri dengan raut wajah kesal menahan emosi.
Bukan apa-apa, Jeremi merasa kalau Jeni telah mempermainkan perasaannya. Dia seenaknya memohon bertemu dan seenaknya membatalkan dengan alasan yang tak jelas sampai akhirnya Jeremi melihat dengan bola matanya kalau Jeni lebih memilih kekasihnya dari pada Jeremi yang seakan dianggap tak berarti apa-apa.
Jeremi tampak mengerutkan bibirnya dengan kedua tangan dikepal di atas setir mobil. Kekecewaannya pada Jeni kini semakin bertambah lagi. Suara nafas tak beraturan di dalam dada Jeremi sebagai pertanda kalau lelaki itu tengah menahan amarahnya yang tengah meletup-letup di dalam dada.