Télécharger l’application
4.61% Jerat Pernikahan Kontrak / Chapter 19: 19 500 juta

Chapitre 19: 19 500 juta

Keesokan harinya, Jeni tampak sudah mengemasi barang-barang pribadinya. Semalam dia sudah berdiskusi dengan Karin mengani niatnya yang ingin pindah, akan tetapi Karin tak menyetujui hal itu.

Rumah ini adalah satu-satunya harta mereka. Karin tak mungkin pergi meninggalkan rumah yang memang kenyataannya telah menggores banyak luka di hatinya, namun meski pun begitu Karin tetap saja tak bisa pergi meninggalkan rumah itu. Ia bahkan tak bisa berpikir jernih harus kemana pergi jika harus mengikuti keinginan anaknya.

Kehamilan yang harusnya membawa kebahagiaan, berbeda dengan yang Karin rasakan sebagai orang tua saat ini. Kebahagiaan yang harusnya ia dapatkan berbalik jauh. Pilu rasanya di hati Karin saat dengan berat hati harus legowo menerima kehamilan Jeni saat ini.

Karin tampak berjalan menuju kamar Jeni, dimana anaknya itu tengah mengemasi pakaiannya. Jeni bersi kukuh ingin lari dari Jefri. Masih terngiang dalam benak Jeni saat bertemu Selin yang nita bene adalah istri Jefri.

Jani yang kala itu menyaksikan betapa sendunya istri Jefri kala itu saat mengetahui mutasi miliaran yang digelontorkan suaminya pada rekening yang tak ia kenali.

Sebagai wanita Jeni cukup tersayat saat ia menyadari telah melukai perasaan istri Jefri, Selin. Jeni tak bisa terus menerus menjadi wanita pendosa. Ia harus berubah meski pun kebutuhan ekonomi memang akan mencekiknya.

Saat telah sampai di depan pintu kamar Jeni yang terbuka lebar, Karin masuk ke dalam kamar itu. Ia duduk di atas tempat tidur Jeni dengan raut wajahnya yang lesu dan murung.

"Apa kamu yakin akan pindah dari sini?" tanya Kerin datar. Perasaannya yang dilema serba salah dan bingung harus memberikan keputusan apa.

Jeni mengangguk pelan. "Kita tidak bisa tetap di sini, Mah. Aku takut jika Mas Jefri akan bersi kukuh kembali padaku," jawabnya.

"Lalu bagaimana dengan, Wili? Apa dia tahu dengan niat kamu?" Karin kembali bertanya.

"Wili pun tak boleh tahu, aku tidak mau membuat dia terluka dengan keadaanku," tegas Jeni dengan jawabannya. Ia rasanya tak akan tega jika harus menyaksikan Wili terluka oleh ulah masa lalunya.

"Tapi aku binging, Mah! Aku sudah berjanji akan menemani Wili dalam acara wisudanya minggu depan. Tapi, aku pun gelisah. Aku takut akan bertemu Mas Jefri di sana. Aku tidak mau Mas Jefri atau pun Wili mengetahui masalah ini," sambung Jeni seraya menekuk lututnya dengan tangan memegang kening. Terlihat jelas jika Jeni memang tengah dalam keadaan resah dan dilema.

"Kalau Mamah boleh menyarankan, sesungguhnya lari dari masalah tak akan pernah menyelesaikan masalah. Kamu hanya akan membuat masalah baru dari kepergianmu. Hadapilah masalah ini, selesaikanlah dengan bijaksana. Kamu harus belajar bertanggung jawab, Jen. Kamu pikir saja baik-baik nasib anak kamu nanti. Dia bukan anak haram, Jen. Dia anak hasil pernikahan kontrak kamu. Dia butuh nasab, dia butuh pengakuan ayahnya. Jangan kamu korbankan masa depan anak kamu hanya karena keegoisan kamu. Kamu pikirkan baik-baik nasib anak kamu, Jen," saran Karin terdengar bijaksana. Tentu ia tak ingin membuat anaknya melakukan kesalahan yang kedua kalinya.

Jeni tertunduk lesu dengan memeluk lutut kakinya, ia semakin dilema dengan keputusan yang harus ia ambil. Satu sisi, ucapan ibunyang sangat benar sekali. Tapi di sisi lain, ia akan terus menyakiri Selin saat memilih kembali pada Jefri.

Karin yang sedari tadi duduk di atas tempat tidur Jeni, kemudian mendekati anaknya itu yang tengah dalam keresahannya. Ia duduk di dekat Jeni yang termenung dalam kegelisahannya. Mengusap pundak Jeni seraya merapihkan rambutnya yang acak-acakan.

"Jen, percayalah. Harus ada pertanggung jawaban dari setiap perbuatan yang telah kamu lakukan. Belajarlah dengan hal itu." Karin kembali berkata dengan bijaksana. Ia sangat menyangi Jeni, ia pun tak ingin jika Jeni kembali terjerumus kedalam pilihan yang salah.

"Jika kamu memilih pergi sekarang, menghindar dari masalah. Kamu memang akan terbebas untuk sementara waktu, tapi kamu telah membuat masalah baru untuk masa depan anakmu nanti. Tolong jangan korbankan anak kamu hanya demi keegoisanmu saat ini," sambungnya masih berusaha menyadarkan Jeni.

Jeni kemudian memeluk erat tubuh mamahnya. Bulir bening yang sedari awak menganak sungai di kelopak mata, kini kembali tumbah membasahi pipi Jeni.

"Maafkan aku, Mah. Aku hanya membuat masalah dalam hidup, Mamah. Aku bahkan belum sempat membuat Mamah bahagia." Jeni berkatan dengan diiringi suara isak tangis di setiap ucapannya.

Karin yang sudah legowo, tentu ia pun akan tetap berusaha membimbing anaknya ke arah yang lebih baik.

"Selesaikan masalah ini, Jen. Hadapilah Jefri. Jika kamu memang tidak mau kembali pada Jefri, ya sudah katakanlah yang sebenar-benarnya. Karena semakin kamu lari, tentu akan membuat Jefri semakin mengejarmu." Karin kembali memeri sarannya.

Jeni mengangguk. Ia tampaknya merubah niatnya. Jeni akan menuruti saran Karin yang terasa berat namun tetap harus ia lakukan. Bahkan salah satu korban yang tentunya akan membuat perasaan Jeni terluka adalah Wili. Lelaki baik yang sangat ia cintai nyatanya adalah orang pertamana yang akan terluka atas masalah ini.

Jeni harus bisa legowo menerima saat ia harus kehilangan Wili yang dirasa merupakan cinta sejati Jeni.

Tak lama kemudian, di tengah-tengah perbincangan keduanya yang sedu, terdengar suara pintu diketuk dari arah luar.

Jeni terkejut saat mendengar suara pintu di ketuk di waktu yang masih masih pagi hari.

"Apa itu, Mas Jefri?" Jeni bertanya seraya menghapus kasar pipinya yang basah.

"Biar Mamah yang membuka pintunya," balas Karin seraya beranjak dari tempat duduknya.

Namun, saat Karin mulai melangkahkan kaki seketika pula pergelangan tangannya digenggam Jeni yang tiba-tiba menggagalkan langkahnya.

"Biarkan aku yang akan menghadapi, Mas Jefri. Aku yang akan bicara dengannya, Mah," pinta Jeni dengan penuh keseriusan. Ia yakin dengan ucapannya. Jeni seprtinya sudah siap menghadapi Jefri dengan sisa kekuatan dan keberaniannya.

"Baiklah, hadapi Jefri. Bicaralah baik-baik dengannya, apa maunya." Karin menguatkan Jeni.

Jeni kemudian berjalan menuju pintu utama di rumah itu. Tentu ia tak lagi ragu untuk menghadapi, Jefri.

Saat handle pintu sudah dipegang, Jeni tanpa ragu membuka pintu rumahnya dan melihat dengan pasti lelaki tampan itu berdiri di hadapannya.

"Wili!" ucap Jeni terkejut dengan kedatangan wili yang membawa tas yang ia jinjing.

Wili tersengum hangat kemudian mengecup kening Jeni dengan lembut.

"Selamat pagi kesayangan! Bagaimana keadaan kamu hari ini? Bolehkah aku masuk ke dalam dan duduk bersama denganmu?" Wili berkata dengan raut wajah semringah. Terlihat jelas jika Wili tengah bahagia, namun entah kebahagiaan apa yang tengah menyelimuti Wili saat ini.

"Tentu! Masuklah," sambut Jeni yang tak bisa menolak akan kedatangan kekasihnya itu.

Wili kemudian masuk ke dalam ruangan tamu dan duduk di sofa yang berada di sana.

Lelaki tampan itu tampak menyodorkan tas yang ia bawa kemudian membukanya dan memperlihatkan isinya kepada Jeni.

Betapa terkejutnya Jeni saat melihat semua isi dalam tas yang dibawa Wili adalah lembaran uang kertas berwarna merah memenuhi semua isi tas itu.

Sudah bisa ditebak, nilainya pasti ratusan juta. Dengan menelan saliva atas keterkejutannya. Jeni kemudian bertanya dengan penuh rasa penasaran.

"Apa maksudnya ini, Wil?" tanya Jeni dengan bola matanya yang terbelalak.

"Uang ini berjumlah lima ratus juta. Semoga cukup untuk melunasi hutang kamu, agar orang penagih hutang itu berhenti mengejarmu," jawab Wili dengan tegas.


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C19
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous