POV Ibu
Flashback on.
***
“Apa Ibu nggak takut? Nanti kalau kuantar sampai sana, Ibu mau pulang pakai apa, Bu?”
Oh iya, aku baru kepikiran bagaimana caraku pulang nantinya. Di sana pasti jarang orang lewat. Biarlah itu kupikirkan belakangan. Yang penting aku harus sampai ke sana lebih dulu.
“Itu gampang, Pak. Hehe. Dia ‘kan temanku, mungkin bisa membantu untuk mengantar pulang.”
“Ibu yakin, tetap mau ke sana?”
“Iya Pak, sudah dekat, rugi kalau nggak diterusin. Biar hutangku lunas, jadi tenang. Masalah pulang, nanti aku bicarakan sama temanku itu.”
“Teman Ibu beneran Nyai Astuti, Bu?”
“Nggak tau juga sih, Pak. Dulu dipanggil Uti. Coba antar saya ke sana. Setelahnya Bapak bisa langsung pulang. Kalau lain orang, saya bisa mencari sendiri.”
Alasanku terlalu apik. Aku pun tak menyangka bisa berakting seperti ini. Semua terjadi dengan sendirinya. Kebohongan demi kebohongan telah kulakukan. Tidak apa, semua demi kebahagiaan anak dan menantuku.