“Nda, sebenarnya ada apa di dalam gubuk itu? Waktu kamu keluar dari sana, wajahmu terlihat sangat pucat. Mangkanya aku khawatir banget sama kamu, Nda. Apa alasan ibu melarang kita masuk ke sana sih, Nda? Lalu, kenapa wajahmu tadi sepucat itu?”
Mas Ubay sangat penasaran dengan apa yang baru saja kualami.
“Nda, kok lama banget? Cari bolanya susah ya, Nda?”
Arsya datang menghampiriku saat melihatku muncul dari arah samping rumah.
“Iya Sayang. Bunda sampai pusing cari bolanya nggak nemu-nemu. Maaf ya, kalau Bunda lama.”
Aku harus pintar berakting dihadapan putra semata wayangku. Padahal semua yang kuucapkan adalah sebuah kebohongan. Pertanyaan dari mas Ubay belum sempat kujawab.
“Nggak apa-apa kok, Nda. Arsya yang harusnya nggak nendang bola itu kuat-kuat. Bunda jadi kesusahan sendiri karena ulah Arsya.”
Arsya memang berpikir dewasa. Dia memahami segala tentang bundanya.