Ada sebuah ketergantungan kepada Kai yang membuat Diga membenci dirinya sendiri, dari cara Kai membelanya setiap kali ia kesusahan dan caranya yang selalu bisa datang tepat waktu jika dirinya sedang kesusahan.
Caranya Kai menjadi sahabat memang sangat baik seperti tidak ada kekurangan di mata Diga tentang sahabatnya ini. Diga sering menyalahi dirinya sendiri karena merasa tidak pernah bisa menjadi sahabat yang baik untuk Kai, padahal Kai juga bersyukur mempunyai sahabat seperti Diga kelihaiannya membuka telinga setiap kali Kai berteriak kesal karena keadaan dan kerendahan hati Diga yang tidak bisa di temukan di teman atau orang lain.
"Mau kemana?"
"Udah ikut aja!"
Emosi Kai seolah belum selesai jika belum memarahi Diga hingga puas, seperti pada peraturan persahabatan nomer 4 yaitu memperbaiki karakter masing-masing. Kai tidak ingin Diga selalu di perlakukan seperti ini.
Sesampainya di tenda Kai langsung memarahi Diga.
"Gue nggak mau ya lo terus di giniin. Ga, kita tuh udah gede lo punya hak buat ngebela diri lo sendiri. Diri lo, buat lo. Nggak ada yang ngelarang, setiap orang punya hak, Ga. Gue sedih kalo lo terus-terusan kayak gini!" ucap Kai dengan sedikit isak tangis yang keluar dari mulutnya serta tetesan air mata yang penuh amarah.
Diga hanya bisa diam melihat Kai seperti itu, dirinya benar-benar merasa bersalah atas tindakannya yang tidak bisa melawan orang yang sudah menyakiti dirinya.
"Udah, gue mau ke kamar mandi dulu," ucap Kai.
"Jangan lupa lukanya sebelum tidur harus di bersihin lagi." Kai berjalan meninggalkan Diga dengan emosinya
* * *
Sore itu langit terlihat sangat gelap pertanda hujan lebat akan turun untuk membasahi bumi, kegiatan dipercepat oleh panitia untuk mengejar waktu sebelum hujan turun agar semua siswa sudah di tendanya masing-masing.
Kai yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung kembali ke dalam kelompoknya setelah menghilang beberapa menit karena sedang berurusan dengan Dimas.
"Oke. Kegiatan terakhir untuk hari ini adalah mencari kayu bakar yang ada di dalam hutan. Ingat tidak boleh melewati batas kuning yang sudah ada di sekitar hutan," ucap Rio menggunakan toa yang selalu ada di tangannya.
Kelompok Sakura masuk terlebih dahulu dan disusul dengan kelompok lain, Nanang yang kala itu baru saja sampai langsung memandu kami untuk mencari kayu bakar sebanyak mungkin untuk keperluan masak dan api unggun untuk nanti malam.
"Kak, kayu yang kayak gini boleh?" tanya Fahri dengan suara kemayunya.
"Nggak boleh dong, itukan gedebong pisang bukan kayu. Haha," jawab Nanang dengan jawaban canda guraunya membuat Fahri semakin salah tingkah melihat senyuman Nanang.
Kai fokus mencari kayu bakar karena ingin cepat masuk ke dalam tenda dan merebahkan dirinya yang sudah kelelahan. Tiba-tiba hujan mengguyur disaat Kai berada di tengah hutan sendirian dan berjauhan dari timnya, kepanikan melanda tetapi ini adalah Kai sang pemberani ia lebih memilih untuk meneduh ke tenda tua yang ada di sudut hutan.
Ia mengeluarkan ponselnya untuk mengabari tim yang lain tetapi tidak ada sinyal yang ada membuat dirinya harus sendirian menunggu hujan kecil dan ia bisa lari untuk menepi ke tempat banyak orang.
Saat hujan Nanang langsung mengumpulkan semua anggotanya agar tidak terpencar disaat hujan.
"Fahri?"
"Ada kak," jawab Fahri dengan suara gemulainya.
"Kai?"
Tidak ada suara hening.
"Kai?"
Nanang menjinjitkan kakinya sedikit untuk melihat ke belakang memastikan keadaan Kai, tetapi ia tidak menemukannya.
"Ada yang liat Kai?"
Semua menggelengkan kepalanya dan berusaha untuk melirik kesana kemari mencari keberadaaan Kai.
"Nggak ada kak, tadi aku liat dia masuk ke dalam sana," tunjuk Fanya ke arah dalam hutan.
Nanang langsung mengambil HTnya untuk memberi tahu panitia lain bahwa ada anggota kelompoknya yang hilang. Diga yang kala itu sedang duduk berteduh mendengar suara Nanang langsung menoleh dan memastikan bahwa bukan Kai yang hilang.
Rara yang sedang duduk langsung berdiri untuk mencari sinyal di HTnya dan menanyakan siapa anggota yang hilang agar bisa membantu untuk mencari.
"Teduh Kainaya Pasya," ucap Nanang.
Diga langsung membulatkan matanya dan mendekatkan dirinya kepada Rara untuk memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar nama anggota sakura yang hilang.
"Siapa kak yang hilang?"
"Kai," ucap Rara.
Akhirnya semua tim di kerahkan untuk mencari Kai. Diga langsung dengan cepat mencari dan masuk ke dalam hutan, matanya dengan jeli melirik kesana kemari berharap akan menemukan sosok Kai disana.
Setengah jam berlalu Diga dan lainnya sudah berjalan kesana kemari tetapi tidak menemukan Kai. Diga seperti kehilangan separuh jiwanya, ia hanya bisa berharap kepada Tuhan untuk menjaga Kai karena dirinya yang tidak pernah bisa ada di setiap kesulitan Kai.
Langit semakin gelap dan Diga dengan terpaksa kembali ke aula untuk meminjam senter yang ada disana, saat ia berjalan menuju aula terlihat dua sosok manusia yang ada di bilik tua. Nanang yang baru saja sampai dengan payung serta jas hujan di tangannya dan Kai dengan sambutan hangatnya. Persis seperti pahlawan yang selalu ada di setiap kegelapan.
Perasaan cemburu itu kembali menyeruah di dalam dada Diga, ia harus memendam rasa cemburunya dengan mengubur baik-baik meski ada goresan setiap kali melihat Kai bersama dengan Nanang. Ada hal yang dijaga begitu hebat oleh Diga ia tidak ingin persabatannya hancur hanya karena perasaanya, ia hanya berharap suatu saat nanti Kai akan mengerti ada sesuatu yang janggal yang tumbuh bersama di dalam hatinya.
"Kai. Akhirnya lo ketemu juga, gue udah nyariin lo dari tadi," ucap Diga dengan tangan memegang payung dan senter.
"Iya, maaf ya udah ngerepotin semuanya. Tadi gue mau lari cuma hujan lebat jadi melipiri dulu," ucap Kai.
Akhirnya mereka bertiga menunggu Kai memakai jas hujan serta payung yang sudah diberikan oleh Nanang. Kai terlihat sangat senang karena Nanang datang dengan tepat waktu.
* * *
"Makasih ya kak," ucap Kai kepada Nanang saat di dalam tenda.
Nanang tersenyum seraya memberikan handuk kering untuk Kai pakai di kepalanya dan Diga pulang ke dalam tenda dengan perasaan menyesal karena lagi-lagi ia tidak bisa menjadi pahlwan bagi sahabatnya ini. Ia merasa seperti sampah yang tidak berguna bagi siapapun.
"Makan, Ga," ucap Farhan.
"Duluan."
Diga duduk di depan tenda dan tiba-tiba saja Rara duduk di sebelahnya, meminta maaf atas kesalahan Dimas yang sudah mendorong dirinya hingga luka berat.
"Maafin Dimas ya. Aku juga salah, maafin," ucap Rara.
Diga hanya tersenyum menyembunyikan kekesalannya.
Karena hari mulai malam Kai teringat ada pekerjaan yang harus ia lakukan sebelum tidur, yaitu mengecek luka Diga karena ia berpikir bahwa Diga akan kelupaan. Namun, saat Kai tiba di depan tenda Diga terlihat Rara yang sedang menggantikan perban itu, perasaan cemburu kembali lagi dengan mulut yang tidak bisa berkata apa-apa.