"Aku nggak tahu kabar Bobby setelah lulus, terakhir ketemu saat legalisir ijazah. Itu pun hanya menyapa dengan senyuman tipis," kata Nindya.
Ruangan bernuansa putih itu menjadi saksi betapa sempitnya dunia. Anya sedang berhadapan dengan mantan pacar dari mantannya. Sungguh hubungan yang aneh. Namun dia masih butuh konsultasi dengan psikolog biarpun Nindya ada hubungannya dengan orang yang dia ceritakan.
"Aku nggak usah panggil 'bu', dong?"
"Iya, kita hampir seumuran," ucap Nindya dengan santai. Sebagai psikolog muda, Dia sangat senang membantu pasien apalagi dengan masalah seperti ini. Sesuatu yang orang anggap remeh tapi lama kelamaan bisa mengganggu karena ada satu bagian dalam hidup yang belum tuntas sehingga sangat sulit untuk melanjutkan hidup dengan tenang.
"Kak, jadi intinya aku ingin tidur tanpa ada pikiran masa lalu sedikitpun."
"Jadi intinya kamu nggak bisa melupakan Bobby," ucap Nindya dengan pasti.
"Bisa dibilang begitu, aku cuma mau bayar masa lalu itu hilang."
"Apa kamu sampai berpikiran untuk menghilangkan nyawamu sendiri?"
"Tidak sampai ke situ, Kak."
"Masih aman," Nindya mengambil beberapa obat di lemarinya. Obat itu berfungsi untuk menenangkan pikiran sehingga tidur bisa lebih nyenyak dan yang diharapkan Anya bisa terwujud.
"Ada sedikit obat buat kamu. Semoga membantu, ini bisa menenangkan pikiran, diminum satu hari satu kali sebelum tidur malam," ujarnya sembari menyerahkan plastik bening berisi pil bulat berwarna hijau. Anya menerimanya.
"Berapa?" tanya Anya.
"Jangan pikirin biaya, yang penting kamu simpan nomorku dan kita bisa konsultasi kapan saja."
"Kok gitu sih, Kak. Aku jadi nggak enak," ujar Anya sembari menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi.
"Santai. Akupun penasaran di mana Bobby berada. Kalau aku tanya ke kak Rio sih, Bobby juga tiba-tiba menghilang. Semua sosial medianya tidak aktif, nomornya ganti, dan rumahnya kosong sampai sekarang," kata Nindya.
"Dia menghilang setelah pamit mandi, Kak. Saat itu kita lagi chat dan saling tukar voice note. Terakhir, dia kirim voice note 'mau mandi sebentar' setelah itu dia tidak pernah mengirim kabar apapun. Kami pacaran jarak jauh dia di Jakarta sementara aku kuliah di Jogja," curhat Anya.
"Apa yang dia lakukan sehingga dia tidak bisa kamu lupakan?" tanya Nindya.
"Dia membuatku sangat nyaman, saat bersamanya aku bisa tertawa lepas tanpa beban dan menjadi diri sendiri," kata Anya.
"Memang, paling tidak satu kali seumur hidup kita bisa menemukan satu orang yang benar-benar membuat kita nyaman bersamanya. Namun kita tidak tahu siapa orang tersebut. Kita bisa memilih siapa orang yang akan kita nikahi tapi kita tidak pernah bisa memilih mencintai siapa."
"Dulu aku sampai tunangan sama Bobby tapi semua itu gagal karena dia menghilang," tukas Anya lagi. Kini emosinya lebih stabil karena dia sudah melepaskan sedikit demi sedikit beban dalam hatinya yang telah lama dia pendam.
"Jodoh adalah misteri tapi kalau Bobby memang tidak terlupakan, itu di luar kuasa kamu. Hati orang Siapa yang tahu," ujar Nindya.
"Sekarang apa yang harus aku lakukan?" tanya Anya bingung.
"Tetap tenang dan pikir positif sebelum tidur."
"Sejak kecelakaan itu, aku memang sering terbayang masa lalu," Anya mengakuinya. Setelah banyak percakapan yang terjadi dia baru mengatakan kalau dia pernah kecelakaan beberapa waktu yang lalu.
"Kamu nggak bilang kalau kecelakaan," tandas Nindya dengan suara keras.
"Mobil yang aku tumpangi terbalik, Kak. Kepalaku bagian terbelakang terbentur ke aspal. Begitu sembuh, aku sering terbayang kejadian masa SMA."
"Itu dia masalahnya, mungkin pada saat mobil itu terbalik yang ada di memori kamu adalah masa SMA bersama Bobby sehingga saat kejadian itu terjadi apa yang kamu pikirkan merasuk ke setiap guratan otak kamu."
Anya mencoba memahami kalimat demi kalimat yang diucapkan Nindya. Masuk akal memang karena dirinya tidak pernah melupakan Bobby hingga selalu memikirkannya jadi masuk ke alam bawah sadar.
"Kapan aku harus minum obat ini?"
"Setiap hendak tidur malam agar kamu tenang tanpa bayang masa lalu," jawab Nindya sembari mencatat semua yang sudah dia lontarkan untuk jadi dokumentasi bahwa dia pernah menangani pasien dengan kasus seperti ini.
Emosi Anya masih sangat labil karena dirinya mendadak ragu. Tidur adalah satu-satunya mesin waktu yang bisa mengembalikannya pada cerita masa lalu. Aneh memang jika alur cerita di mimpi itu runtut seperti kejadian sebenarnya. Satu hal itu yang tidak dia ceritakan pada Nindya yaitu alur cerita dari mimpi adalah sama persis dengan kenyataan.
"Baik, Kak."
"Kalau aku dengar kabar tentang Bobby, nanti kukabarin," janjinya.
Anya pamit pulang setelah konsultasi dan bertukar kontak. Senang bisa konsultasi dengan psikolog muda nan ramah seperti Nindya. Orang yang tidak pernah dia sangka akan bertemu ternyata malah bisa dekat dengan mudah.
Saat itu sudah malam, waktunya makan akan tetapi dia masih di dalam taksi saat Jenan mengajaknya makan.
"Aku masih di dalam taksi," kata Anya di telepon. Namun tak lama dia mengangguk diiringi kata "iya" saat Jenan mengajaknya untuk bertemu di sebuah restoran.
"Pak, ke Zeus Resto," ucap Anya pada driver.
Siapa yang tidak tahu Zeus Resto, tempat makan yang baru tapi sudah viral di kalangan anak muda. Tak hanya rasanya yang enak juga pilihan makanan yang banyak juga suasana nyaman serta hiburan menarik. Wajar kiranya kalau Jenan memilih tempat itu untuk bertemu Anya.
Begitu sampai, Jenan sudah menunggu di meja 27. Dia duduk sendiri di antara meja yang penuh. Dia setia menunggu hanya yang belakangan ini memang sulit sekali ditemui.
Malam itu hanya nampak kurang bergairah. Sepulang sekolah pukul satu siang, dia langsung pergi ke sekolah dan menghabiskan waktu cukup lama di sana. Dia tak sempat cuci muka atau sekedar membersihkan wajah dengan tisu basah. Minyak di wajahnya memudarkan foundation yang ia pakai sejak pagi. Lipstik merah muda agak sedikit memudar di bibirnya. Namun wajah lelah itu tetap cantik di mata Jenan.
Dengan perlakuan bak seorang ratu, Jenan memundurkan kursi untuk Anya. Dia segera duduk di tempat semula setelah Anya duduk.
"Sori mendadak," kata Jenan.
"Aku yang sorry, pulang lembur jadi ngga sempat ketemu," kata Anya. Lembur jadi alasan, padahal dia baru saja dari psikolog.
"Anya, kamu jarang tidur?" tanya Jenan mengalihkan ucapan Anya. Dia melihat lingkar hitam di sekitar mata Anya. Tanpa perlu dijelaskan lebih lanjut, sudah terlihat kalau Anya kurang tidur.
"Nggak tuh, aku selalu tidur cepat," sanggah Anya. Satu yang luput dari perhatian Nindya yakni lingkar mata Anya yang lebih hitam dari kulitnya.
"Mata kamu kayak panda," tukas Jenan prihatin.
"Skin care aku kurang mantap kali, ya?" Anya berkilah. Dia ingin menutupi alasan sebenarnya.