Aku terbangun sekitar jam 9 pagi karena suara televisi yang memaksa masuk ketelingaku,aku lelah setelah dihajar oleh adikku sendiri bukan karena kami bertengkar, namun ini adalah rencana kami sejak lama,aku menyuruhnya untuk menghajarku agar aku bisa masuk kerumah target.
Demi terlihat realistis,beberapa luka pukulan diwajah seperti memar merah dan beberapa sayatan di punggungku membuat semua terlihat nyata. Bola mataku menyusuri ruangan yang bisa dibilang cukup elegan itu, cat rumahnya berwarna putih tulang dan begitu banyak tanaman hias dibagian sisi-sisi rumahnya.
Aku memperbaiki posisi tidurku yang agak miring dan kurang nyaman di sofa coklat yang berukuran besar itu menjadi lebih nyaman,namun tiba-tiba saja mata kami bertemu setelah ia masuk lewat pintu depan, sepertinya ia habis keluar.
Gadis itu langsung tersenyum padaku, dari raut wajahnya yang terlihat polos dan juga sangat cantik itu ada rasa syukur yang teramat dalam yang terpancar dari kilatan cahaya matanya yang senduh.
Ia menyimpan tas belanjaannya dan duduk disofa yang juga aku tiduri, ia belum berkata apapun ia hanya menatapku dan mulai mengelus wajahku namun dengan cepat aku menjauhkan tangannya itu, ia sedikit syok akan reaksiku.
"kau tidak apa-apa?".
Akhirnya ia mulai berbicara, terlihat ia sangat mengkhawatirkan aku, aku hanya menggangguk tanda aku baik baik saja, beberapa detik kemudian wajahnya berubah kembali seperti reaksinya setelah melihatku terbangun tadi.
"syukurlah,kau tahu aku sangat takut kemarin, tiba-tiba saja ada pria yang terluka parah depan rumahku ah jika aku mengingatnya aku masih gemetaran hahaha kau tahu aku takut darah tapi aku berusaha menyelamatkanmu dan disitu aku merasa hebat" jelasnya panjang lebar.
Cih apa-apaan gadis ini,dia sangat cerewet apalagi melihat raut wajah tak berdosanya itu, aku baru bertemu orang sebodoh ini, apanya yang hebat semua orang juga bisa melakukan perawatan-perawatan kecil seperti yang ia lakukan padaku kemarin.
"oh iya, kau pasti lapar aku akan membuatkan bubur untukmu".
Dengan riang ia melangkah menuju dapur namun ia kembali berbalik sambil menepuk jidatnya "ya ampun aku lupa belanjaanku" ia kembali padaku namun sebelum ia mengambil belanjaannya yang terletak disamping meja depan sofa yang aku baringi ia melihatku dan tersenyum manis padaku.dia sepertinya tidak pernah bertemu orang atau bagaimana,dia gadis aneh.
Rumahnya hanya mempunyai 2 ruangan saja yaitu kamar tidurnya dan juga ruangan yang sangat luas,diruangan itu sudah termasuk ruang tamu,dapur, dan toilet kecil.tidak terlalu besar namun sangat nyaman untuk ditinggali.
Aku menatap gadis itu dari belakang ia sedang mencuci beberapa sayuran diwastafel,ramputnya yang hitam panjang menutupi punggungnya,rambutnya lurus dan indah,ia juga mempunyai tubuh ramping dan tinggi jika dilihat sedang memasak seperti ini ia terlihat keibuan.
Aku mencoba bangkit dengan susah payah, rasanya badanku remuk namun inilah resiko yang harus kuambil,ia melirikku sebentar dan berkata "jangan memaksakan dirimu".
Setelah berhasil duduk dengan nyaman aku menyandarkan kepalaku di sofa itu,kutatap langit-langit rumahnya dan tiba-tiba saja aku melihat kilas balik hidupku.apa yang kurasakan dahulu hingga membuatku hidup seperti ini.
Saat itu aku berumur 10 tahun dan adikku Hyunggu berumur 8 tahun,kami hidup dengan latar belakang keluarga yang sederhana, kami tinggal disebuah desa kecil di Yongin.Ayah dan Ibuku mempunyai perkebunan yang sangat luas itulah harapan kami satu-satunya untuk menghasilkan uang dan hidup sampai sekarang.
Dengan keterbatasan-keterbatasan yang kami miliki,kami tetap hidup dengan rasa syukur,setelah pulang dari sekolah aku dan Hyunggu selalu membantu ayah dan ibu berkebun dan menjual hasil perkebunan kami.
Kami tidaklah sendiri, perkebunan itu juga dikelola oleh tetangga sekitar dan kami membagi hasil,karena kedekatan kami lah, kami semua telah menjadi keluarga yang selalu saling membantu.
Suatu hari,seorang pria berusia sekitar 40 tahun tiba-tiba saja datang didesa kami dan mengakui perkebunan itu adalah miliknya.ia membuat semua keluarga kami kaget akan apa yang ia lakukan, dahulu tanah luas dan subur itu memanglah hanya tanah terbengkalai hingga pemerintah setempat memberikan kami tanah itu untuk dijadikan perkebunan berbagai jenis sayur-sayuran.
Namun sayangnya, pemerintahan setempat hanya diam saja setelah beberapa bulan pria tua itu terus datang dan mendesak kami untuk memberikan perkebunan itu.
Hingga suatu sore,Aku dan Hyunggu pulang kerumah sehabis bermain sepak bola didesa sebelah,namun ada yang aneh saat kami menelusuri jalan menuju rumah kami,orang orang tak terlihat lagi.
Biasanya sore menjelang malam,banyak anak-anak yang pulang kerumah mereka,dan banyak para orang tua yang sedang bercengkrama didepan rumah-rumah mereka namun nyatanya tak seorangpun yang ada disana.
Akhirnya kami berdua sampai dirumah sederhana yang terbuat dari kayu rapuh itu,Hyunggu langsung masuk dan memanggil nama ibu beberapa kali,namun sayangnya, kami tidak menemukan siapapun dalam rumah termasuk ayah.
"Sungjae Hyung,apa mungkin mereka berada dikebun?" Tanya Hyunggu.
Aku mencoba menyembunyikan kekhawatiranku didepan adikku,rasanya begitu aneh ketika semua orang tiba tiba saja menghilang "lebih baik kita ke kebun sekarang" ajakku.
Kami berjalan dengan rasa takut yang mulai menghantui, apalagi matahari mulai tenggelam membuat kami mempercepat langkah kami agar cepat sampai diperkebunan.
Namun kami berdua menghentikan langkah kami setelah melihat dari kejauhan bulldozer yang berada ditengah perkebunan dan beberapa orang besar menakutkan yang kami tak kenal ada disana.
Tak ada sosok orang tua ataupun tetangga kami yang ada disana "apa yang sebenarnya terjadi?" Gumamku.
Badan Hyunggu gemetaran dan langsung histeris setelah ia melihat sesuatu yang mengerikan didepan matanya,aku mencoba menenangkannya dan melihat apa yang sebenarnya adikku lihat.
"Apa yang terjadi,kau melihat sesuatu?" Tanyaku masih merangkulnya.
Air matanya tidak bisa berhenti keluar,mulutnya terbuka dan tangannya menunjuk kedepan dengan gemetar.
Mataku mengikuti arah telunjuknya, tepat didepan bulldozer kuning itu terlihat dengan jelas beberapa mayat yang tertumpuk siap untuk dikubur,bulldozer itu bergerak menjatuhkan mayat-mayat itu kelubang yang sangat besar,dan menguburnya dengan tidak manusiawi.
Beberapa bahkan hanya terlihat kepala yang telah putus dengan badannya.
Mataku membulat tak percaya tentang apa yang telah kulihat barusan,mereka begitu kejam mereka telah menjadikan tumbal semua orang yang tinggal disini, termasuk kedua orang tuaku.
Kakiku tiba-tiba lemas,aku menjatuhkan diriku disamping adikku yang masih histeris itu,aku yakin ia begitu trauma akan apa yang kami alami sekarang.
Bahkan untuk berlari saja sudah tidak bisa,kami tidak bisa melakukan apapun selain meratapi nasib mengerikan ini,kami hanyalah anak kecil yang tersisa didesa mati itu.
Setelah kejadian itu,pria tua itu membangun perusahaan besar di tempat perkebunan kami dahulu,ia sangat sukses besar dan lambat laun warga desa kami tidak lagi diingat dan dibicarakan sedikitpun oleh orang-orang, mereka hanya bungkam seperti ada sesuatu yang mereka sembunyikan atau mungkin mereka takut jika dunia tahu.
Aku dan Hyunggu tumbuh dengan dendam yang tertumpuk dalam diri kami,terutama Hyunggu,ia sangat berbeda ia bahkan tidak segan-segan membunuh dengan sadis targetnya.
Kami tumbuh menjadi remaja yang kejam,kami sudah beberapa kali melakukan kriminal seperti merampok perusahaan milik Tuan Oh yaitu pria tua yang dulunya menjadikan keluarga kami tumbal untuk membuat perusahaannya menjadi sukses.
Hingga tumbuh dewasa,kami mulai menghabisi satu persatu keluarga Tuan Oh,mulai dari adiknya yang juga bekerja diperusahaan itu,kerabatnya,istrinya bahkan ponakan yang masih bersekolah kami culik dan bunuh.
Kami hanya mengikutinya,kami belajar darinya bagaimana cara membunuh dengan keji.
Hingga akhirnya aku telah sampai disini, dirumah anak perempuannya yang polos,mungkin aku akan sedikit bermain-main dulu disini sebelum mengakhiri hidupnya.