Langit mulai redup, meskipun cahaya mentari masih bersinar malu-malu di balik awan, ketika Benca dan Lorant berhasil mencapai batas desa Arva.
Lorant memperhatikan Benca yang belum pernah pergi jauh. Benca terkagum-kagum dengan banyaknya rumah serta beberapa bangunan indah disepanjang jalan. Setiap kali mereka bertemu dengan orang-orang, kebanyakan menunduk hormat pada dirinya dan Benca. Lorant selalu membalas dengan menundukan kepala serta senyuman yang lebar, terkadang juga melambaikan tangan kepada mereka.
Lorant tersenyum memperhatikan Benca mengikuti apa yang dilakukan olehnya. Benca tidak menyangka, betapa Lorant sangat di hormati di desa Arva.
Meskipun awalnya Benca merasa risih dengan semua perhatian tersebut, namun Benca mencoba untuk membiasakan diri. Seumur hidupnya, hanya Gergely dan Gerda yang berada di dekatnya. Baru lima hari terakhir, Lorant adalah manusia ketiga yang dia kenal selama delapan belas tahun kehidupannya. Sekarang, tiba-tiba saja ada banyak manusia lain yang dia temui. Dia masih bingung bagaimana harus bersikap. Maka Benca terus memperhatikan Lorant dan mengikuti apapun yang Lorant lakukan kepada setiap yang ditemuinya.
Akhirnya mereka melintasi area kebun yang luas dan tertata dengan apik. Di puncak kebun, berdiri bangunan megah yang terbuat dari batu dengan kombinasi kayu. Bangunan tampak kokoh dan berkelas. Benca terkagum-kagum dibuatnya, "apakah itu kediaman keluarga Lorant?" tanya Benca dalam hati. Mendadak Benca merasa gugup, sejenak dia memperhatikan penampilannya. Pakaian indah yang dia kenakan sepertinya cukup pantas untuk memasuki rumah tersebut. Seumur hidupnya, baru kali ini dia memakai pakaian seindah ini. Baginya, ini adalah pakaian terindah di dunia.
Setelah jarak bangunan semakin dekat, Lorant melambatkan laju kudanya agar sejajar dengan Benca yang berada di belakang mengikutinya, "Benca, sebentar lagi kita akan tiba, ada beberapa hal yang ingin aku ingatkan kepadamu tentang keluargaku..."
Belum sempat Lorant meneruskan ucapannya, Benca menyela, "Nama Ayahmu adalah Baron Ivan Garai Szechenyi de Sarvar Felsovidek. Ibumu Baroness Ester Lietava Szechenyi de Sarvar Felsovidek. Adik perempuan kembarmu Baroness Devca dan Duci Szechenyi de Sarvar Felsovidek. Saat ini, di rumahmu juga tinggal sepupumu Baroness Erzsebet Czobor de Czoborszentmihaly, beserta saudara laki-lakinya Baron Arpad Czobor de Czoborszentmihaly, dalam rangka mempersiapkan pernikahan Baroness Erzsebet Czobor de Czoborszentmihaly dengan Count Gyorgy Thurzo de Bethlenfalva."
Lorant terbahak, Benca cepat sekali belajar dan mengingat semua dalam memorinya. Meskipun Benca tinggal terisolir selama delapanbelas tahun di pinggir hutan desa Csetje, namun kecerdasan, tingkah laku, bahkan wawasan keilmuan Benca tidak kalah dengan putra-putri bangsawan.
"Satu hal lagi..." Benca sedikit tercekat, lidahnya terasa kelu ketika harus mengucapkannya. Lorant menggenggam tangan Benca erat memberinya dukungan. Lorant menceritakan semua tentang situasi keluarganya dalam perjalanan, terutama saat mereka beristirahat sambil menikmati perbekalan yang disiapkan Gerda, "Kamu sudah dijodohkan oleh orang tuamu dengan Baroness Ivett Henrietta de Czoborszentmihaly, namun kamu belum menyetujuinya. Dan kamu berhak menolak perjodohan tersebut jika kamu memiliki alasan yang tepat. Dan alasan itu adalah aku."
Lorant mempererat genggaman tangannya, "Terima kasih, Benca. Berjuanglah bersamaku untuk cinta kita. Tetaplah bersamaku!" Lorant menatap manik hazel milik Benca dengan lekat. Benca mengerjap, lalu mengangguk dengan senyuman samar. Bagaimanapun dia tetap saja merasa gugup.
Ketika kuda mereka memasuki jalan menuju gerbang utama, penjaga segera menyambut, sedangkan yang lainnya berlari ke dalam untuk mengabarkan kepulangan Lorant. Pegawai yang mengurus kuda-kuda keluarga segera mengambil kuda-kuda tersebut untuk di masukkan ke dalam istal dan diberi makan, "Barang bawaan tuan Lorant dan Nona ini, harus diletakkan di mana?" tanya pegawai tersebut dengan sopan.
"Letakkan semuanya di kamarku!" perintah Lorant tegas. Pegawai tersebut mengangguk, tanda mengerti.
Kemudian Lorant menggandeng tangan Benca memasuki kediamannya yang megah.
Kehadiran Lorant segera disambut oleh dua gadis cantik yang memiliki raut wajah mirip satu sama lain, Benca yakin, mereka adalah si kembar Baroness Devca dan Duci Szechenyi de Sarvar Felsovidek. Di belakang si kembar muncul seorang gadis cantik bergaun sangat menawan dengan senyum indah bagai bunga yang sedang mekar.
Benca tiba-tiba merasa canggung, gaun yang sebelumnya dianggap terindah di dunia, saat ini bagaikan biasa-biasa saja dan sedikit kuno dibanding gaun yang dikenakan gadis itu. Lebih panik lagi ketika terlintas dalam pikirannya, bahwa mungkin saja wanita itu adalah orang yang dijodohkan dengan Lorant. Memikirkan hal tersebut, Benca langsung merasa lemah tanpa daya.
Lorant berlari menyambut uluran tangan si kembar dan memeluknya, lalu beralih pada wanita cantik tersebut, "Apa kabarmu Erza? menjelang pernikahanmu dengan Gyorgy kau tampak semakin cantik." Lorant memeluk erat wanita itu. Sementara Benca merasa lega ketika Lorant mengatakan hal tersebut. Artinya, wanita cantik ini adalah sepupu Lorant.
Sesaat kemudian Lorant berpaling ke belakang, Benca berdiri tepat di balik punggungnya, "Erza, perkenalkan, ini Benca..." kemudian Lorant mendekatkan bibirnya pada telinga Erza, "Dia istriku," meskipun lirih, Benca mendengar semuanya, dan dia tidak bisa menyembunyikan semburat merah di pipinya.
Tiba-tiba saja Erza terdiam mematung, lalu menatap pada si kembar yang masih saja menggandeng tangan Lorant, "Devca dan Duci sayang, biarkan Kakakmu beristirahat sebentar, dia pasti sangat lelah. Oh ya, tolong jangan kabarkan dulu kedatangan Kakakmu pada Ayah dan Ibu, juga keluarga lainnya, biar menjadi kejutan bagi mereka. Sementara itu, biarkan Kakakmu beristirahat hingga saat makan malam, dia akan hadir bersama kita pada saat makan malam. Kalian bertugas untuk berusaha meyakinkan Ibu kalian untuk ikut bergabung makan malam, jika tidak, nanti aku yang akan membujuknya."
Kedua gadis itu mengangguk setuju, mereka tidak sabar dengan kejutan makan malam untuk semua keluarga. Lorant sangat dicintai di keluarga Sarvar Felsovidek, selain ringan tangan, Lorant juga pandai menghibur. Kepergian Lorant selama hampir satu bulan tanpa kabar membuat mereka sekeluarga sangat khawatir. Banyak pengawal diperintahkan untuk mencari keberadaan Lorant, namun hasilnya nihil. Mereka sudah sampai pada titik pasrah jika Lorant tidak kembali kepada mereka, namun jenazah Lorant tidak pernah ditemukan, sampai detik Lorant datang bersama seorang wanita yang diakuinya sebagai istri dihadapan Erza.
Setelah kedua gadis itu pergi, Erza segera menarik tangan Lorant dan Benca ke kamarnya, disepanjang lorong yang dilewati, Erza memberi perintah untuk merahasiakan kedatangan Lorant dan Benca kepada semua pelayan dan pengawal. Erza tidak mempedulikan protes Lorant dengan semua yang dilakukannya. Dia hanya segera ingin mengungkapkan apa yang terjadi selama Lorant pergi.
Tiba di kamarnya, Erza mempersilahkan Benca dan Lorant duduk, "Siapa namamu tadi, gadis cantik?" Erza menatap Benca dengan lembut, "Maafkan atas sikapku tadi yang kurang ramah terhadapmu, aku hanya tidak ingi terjadi keributan di sini."
"Dia Benca. Namanya Benca Kveta Fialova, Erza. Dia istriku. Sebenarnya ada apa?" jawab Lorant.
"Istri?" Erza menatap Lorant dengan tanda tanya besar. Sementara Benca tidak tahu harus bicara apa. Mereka belum menikah, namun entah mengapa Lorant menyebutnya istri, "Kalian sudah menikah?" Erza membutuhkan jawaban yang lebih jelas dari Lorant.
"Kami akan segera menikah, tapi kami sudah bertunangan," Lorant menunjukan cincin di jarinya, lalu meraih tangan Benca untuk menunjukan cincin yang melingkari jari manis Benca.
Erza mengerti, "Oke, baiklah. Bagiku tidak ada yang perlu di permasalahkan dengan hubungan kalian. Apapun itu, aku akan mendukung sepupuku yang aku cintai dengan tulus," Erza beralih menatap Benca, "Kami tumbuh besar bersama, Benca. Aku tahu Lorant, bagikan melihat air di dalam gelas. Bagiku, Lorant sangat jernih, mudah dipahami. Namun tidak bagi keluarga yang lain. Mereka seringkali perlu meraba apa yang ada dalam pikiran Lorant."
"Erza, sudahlah, sebenarnya ada apa?" Lorant mulai tidak sabar.
Erza tersenyum, "Baiklah, aku tidak tahu harus mulai bercerita dari mana, namun aku akan berusaha mengatakannya seruntut mungkin agar kalian paham," Erza merapihkan sedikit posisi duduknya, agar bisa menatap Lorant dan Benca dengan lebih jelas.
"Sejak kamu pergi ke Moslavina, lalu terjadi pertempuran di Sisak, dan kamu tidak diketahui keberadaannya, seluruh keluarga merasa terpukul. Terutama calon suamiku Gyorgy yang memintamu untuk menemui Vladislav dalam bernegosiasi. Gyorgy merasa sangat bersalah sekali. Lalu mengirimkan orang-orang untuk menyelidik dan mencarimu. Namun semuanya nihil. Setelah itu, Baroness Ester jatuh sakit karena memikirkanmu. Uhmm... apakah kamu sudah menceritakan tentang Baroness Ivett Henrietta de Czoborszentmihaly pada Benca, Lorant?" Erza mengkonfirmasi. Lorant mengangguk, sementara Benca tertunduk.
Lalu Erza melanjutkan ceritanya, "Nah, selama Baroness Ester sakit, Ivett tinggal di sini, untuk merawat dan menghibur Baroness Ester. Sementara Baron Ivan dan Gyorgy masih terus berusaha mencari berita tentang keberadaanmu. Situasi semakin memilukan, ketika orang yang dikirim Gyorgy mengabarkan penemuan keluarga Vladislav telah meninggal semua. Diduga karena perampokan. Sebab kereta kuda yang terbalik tidak menyisakan sedikitpun harta benda di dalamnya. Hanya mayat-mayat yang bergelimpangan saja."
Lorant ingat kejadian saat dia dan keluarga Vladislav melarikan diri, lalu terpisah karena serangan dari para perampok tersebut, dia tidak tahu jika keluarga Vladislav mengalami hal seburuk itu. Dia bersyukur telah terlepas dari situasi yang sangat mencekam tersebut.
"Situasi di kota Moslavina dan Sisak sangat pelik dan menyedihkan, terjadi pertempuran juga di wilayah perbatasan militer di Habsburg, kami semua semakin mengkhawatirkanmu" Erza menarik nafas berat, seolah apa yang diungkapkannya telah melepaskan sebagian beban hidupnya.
"Sebagian keluarga memutuskan untuk menganggap bahwa kamu telah meninggal bersama keluarga Vladislav. Namun Baroness Ester dan Ivett menolaknya. Mereka tidak akan menerima kematianmu selama tubuhmu tidak ditemukan. Hingga akhirnya Baroness Ester jatuh sakit karena terlalu sedih memikirkanmu. Dan Ivett dengan telaten mengurus Baroness Ester selama sakitnya..." Erza menjeda ucapannya, nampak ragu dengan apa yang akan diucapkan selanjutnya. Namun diputuskan untuk mengatakan apa adanya. Lebih jelas akan lebih baik, daripada nantinya malah semakin kacau.
"Ditengah situasi pelik, tadi penjaga mengabarkan kedatanganmu saat aku dan kedua adikmu sedang duduk di ruang keluarga. Kami yang sangat bahagia segera berlari menyambutmu. Dan ternyata, kamu datang bersama gadis cantik yang kamu sebut istrimu..." sekali lagi Erza menggantung ucapannya, mecoba memilih kata yang tepat untuk disampaikan kepada Lorant dan Benca.
Erza menatap lekat ke dalam mata Lorant, "Aku akan mendukung apapun keputusanmu, Lorant. Namun apa yang aku ceritakan barusan, harap dipertimbangkan!" setelah itu Erza bangkit berdiri, "Kalian bisa istirahat setelah ini," dihampirinya Benca, lalu menepuk punggung Benca pelan, "Benca, kamu boleh beristirahat di kamarku, sementara itu aku akan menyiapkan kamar tamu, dan bicara pada semua pelayan untuk merahasiakan kedatanganmu hingga waktu makan malam. Sehingga kalian bisa memikirkan, apa yang sebaiknya kalian katakan nanti di meja makan."
Erza bergegas untuk pergi, namun kembali menoleh ke arah mereka, "Ooh ya, aku rasa perlu aku katakan, bahwa saat ini Ivett berada di kamar Baroness Ester. Itu artinya, dia akan makan malam bersama kita. Aku akan membuatnya tetap di sana sampai waktu makan malam." Erza mengedipkan sebelah matanya kepada Lorant yang terduduk dengan kedua tangan menopang wajahnya. Sementara Benca hanya tertunduk diam.
"Ahh, aku lupa lagi..." Erza yang sudah hampir mencapai pintu keluar kembali melangkah mendekati Benca, "Siapa nama lengkapmu tadi? Benca Kveta Fialova? lalu apa nama keluargamu?"
"Benca akan memakai nama keluarga de Sarvar Felsovidek, Erza." Lorant menjawab dengan gusar pertanyaan Erza.
"Oh, maafkan aku. Bukan maksudku untuk menyinggung perasaanmu," Erza menatap Benca dengan pandangan yang dipenuhi penyesalan, "Tetapi mungkin kalian bisa membicarakan hal ini juga sekalian, agar saat makan malam kalian tidak saling tatap dan memiliki jawaban berbeda," Erza menatap Lorant mencoba memberi pengertian.
Lorant sangat paham apa yang dikatakan oleh Erza. Ibunya akan sangat mempermasalahkan silsilah keluarga serta seberapa banyak jumlah harta benda yang dimiliki oleh Benca. Dan bisa dipastikan, Ibunya akan membandingkan dengan Ivett. Lorant bersyukur Erza memperingatkannya. Erza adalah sepupunya, sahabatnya, dan orang yang paling dia percaya. Disaat seperti ini, Lorant bersyukur, Erza adalah orang pertama yang menyambutnya. Jika tidak, mungkin akan terjadi malapetaka bagi hubungannya dengan Benca beserta keluarga besarnya.
Apa yang dilakukan Erza, memberinya cukup waktu untuk berpikir bersama Benca.