Télécharger l’application
60% Sexuality Disorder / Chapter 3: BAB 03 – Tetap Sahabat

Chapitre 3: BAB 03 – Tetap Sahabat

"Ayo, masuk. Kamu nginap disini, kan? nginep lama, kan? Bukankah sekarang saatnya libur semesteran? Kamu harus lama tinggal disini dan menceritakan semua kabar orangtuamu." Mahatma memberondong tamunya dengan pertanyaan yang sangat banyak sambil terus memasang senyum lebar pada wajah berserinya.

Singkat cerita, Rangga adalah keponakan jauh anak dari sepupu Mahatma yang tinggal di Jakarta. Pemuda itu menceritakan jika dirinya masih kuliah dan sedang mengerjakan tugas akhir dari kampusnya.

Mereka memang sudah lama tidak saling bertemu, karena terakhir kali perjumpaan adalah saat Ia diajak orangtuanya berkunjung ke desa ini beberapa tahun lalu. Tentu saja hal itu telah membuat Mahatma dan istrinya sempat pangling dan tidak mengenali, karena saat itu Rangga masih berusia remaja.

Meski orangtuanya tinggal di Ibu kota, Rangga mengambil kuliah di Ibu kota provinsi yang jaraknya sekitar 150 km dari rumah Kania. Dan untuk memenuhi pesan dari orangtuanya, hari ini pemuda tersebut memang sengaja berkunjung sekalian mengisi liburannya agar tidak jenuh saat kembali mengerjakan tugas akhirnya nanti.

"Ayo, makan seadanya. Maaf, hanya ada masakan desa yang mungkin kamu nggak doyan." Terdengar Ariyani menawarkan pada Rangga untuk mengambil sayur dan lauk yang ada di meja.

Setelah Rangga selesai mandi dan berganti pakaian, mereka berempat berkumpul di meja makan dan memulai makan malam yang meriah dengan adanya tambahan satu warga di rumah tersebut.

"Iya, Bi. Sudah biasa Rangga makan seperti ini. Anak kost kan harus bisa hemat dan pintar bersiasat. He-he..." Jawab si pemuda dengan manis, secara spontan.

Rangga yang tadinya terlihat lusuh karena perjalanan jauh dengan sepeda motor, sekarang menjadi sosok tampan bagi mata Kasnia yang hanya cengar-cengir karena dirinya merasa antara kenal dan tidak.

Meskipun mereka masih merupakan saudara jauh, tapi dua orang itu jarang bertemu. Hanya saat kecil saja mereka pernah kenal dan pertemuan terakhir merekapun terasa samar-samar bagi si gadis yang waktu itu masih kecil.

Cerita demi cerita mengalir menghias makan malam mereka. Mahatma terlihat banyak bertanya tentang kesehatan dan kesibukan kedua orangtua Rangga, yang dijawab oleh si pemuda dengan bahasa ringan terkadang lucu yang menimbulkan tawa diruangan itu.

---

Rangga memutuskan untuk tinggal selama beberapa hari di rumah keluarga Kania. Dari tempat kost-nya, si pemuda memang sudah berniat untuk bersantai dan menikmati suasana pedesaan untuk melepaskan ketegangan syarafnya.

Ia malah sempat membawa gitar kesayangannya yang hendak digunakan untuk sekedar iseng mengisi waktu bila sedang bosan. Dan atas permintaan ayahnya, Kania diberi mandat supaya menemani kakak sepupunya itu bila dibutuhkan sebagai penunjuk jalan atau teman ngobrol.

Bayangan-bayangan itu datang silih berganti sampai akhirnya saat malam sudah semakin larut, Hingga akhirnya, Kania pun terlelap tidur tanpa sempat mencuci muka ataupun mengganti pakaiannya.

***

Keesokan harinya,

Tok-tok-tok

Kembali Ia mendengar pintu di ketok dan disusul suara sayup-sayup memanggil namanya.

"Nya, Kania ..."

Suara Sarah!!

Kania membuka matanya dan melirik jam meja di sebelah kiri tempat tidurnya.

'Hah, Jam 7 pagi!' jeritnya dalam hati dengan sedikit panik.

Segera saja Kania bangkit, lalu berjalan membuka pintu dengan langkah gontai dan mendapati sahabatnya berdiri didepan kamarnya.

Dua pasang mata saling pandang, lalu Kania menundukkan wajah dengan malu saat tatapannya membentur sepasang mata Sarah yang lembut tapi terlihat sembab itu. Pada waktu yang hampir bersamaan, Sarah pun ikut menundukkan wajah melihat betapa penampilan sahabatnya begitu berantakan saat bangun tidur.

"Udah siang, Nya. Nanti kamu terlambat berangkat kerja," kata Sarah lembut masih dengan dengan menundukkan wajah.

Kania masih terdiam mematung di depan Sarah, seolah tak menghiraukan apa yang dikatakan oleh sang sahabat kepadanya. Keduanya nampak saling diam sejenak, hingga akhirnya Sarah mendahului untuk maju untuk memegang kedua tangan Kania dan berkata penuh kelembutan,

"Maafkan aku, Nya."

Kania yang masih menunduk perlahan mengangkat wajahnya memandang Sarah dan tiba-tiba senyumnya merekah malu-malu. Wajahnya memerah karena panas dan dengan masih setengah tertunduk, Ia menjawab,

"Iya, Rah.. Aku juga minta maaf. It's oke, kamu masih tetap sahabat yang aku sayang."

Mendengar jawaban itu, seketika saja senyum manis terkembang dari bibir Sarah. Wajahnya pun mendadak saja berseri, dan sifat periangnya mulai muncul kembali saat mendengar ucapan yang tak mencerminkan amarah dari Kania.

"Aku juga tetap sayang kamu, Nya," ujar Sarah dengan kata lembut.

Keduanya saling memandang dan bersamaan maju untuk berpelukan erat, lebih erat daripada hari sebelumnya.

"Kamu nakal." Langsung saja Kania mencubit pinggang Sarah dengan gemas ditengah pelukan itu.

"Isshhh, pagi-pagi udah nyubitin pinggang orang."

"Biarin."

"Ntar aku bales lebih keras."

"Coba aja kalau berani."

Lalu, canda mereka pun langsung saja diiringi tawa terkikik saat dua pasang tangan seolah saling berebutan mencari sasaran untuk mencubit.

"Udah, ah.... Mandi, sana. Nanti kamu telat pergi kerja." Sarah mengakhiri candaan itu mengingatkan Kania kalau matahari sudah naik tinggi.

Tapi yang diperintah justru malah berjalan menuju sofa, lalu menjatuhkan dirinya kesana dan menjawab,

"Aku mau ijin aja, ah... badanku rasanya nggak enak. Lagian, percuma juga kalau berangkat sekarang, udah kesiangan. Nanti siang juga harus ijin untuk latihan vocal."

"Terserah kamu, dehh... yang penting sekarang kamu telepon teman atau atasan untuk minta ijin," tutup Sarah.

"Hu-um, nanti aku telepon. Aku mandi dulu," setelah berkata demikian, Kania berlalu menuju kamarnya.

---

Beberapa saat kemudian, Kania sudah nampak keluar dari kamar. Tanpa banyak suara, ia duduk di kursi makan sembari mengamati Sarah yang tengah sibuk membuat sarapan.

"Aku bikin omelete buat sarapan loh."

"Heem, aromanya bikin laper hehe. Aku telpon Mas Indra dulu deh." Kania menyahuti kata Sarah, lalu meraih ponselnya lalu mencari nama Indra di daftar telponnya.

Indra : "Halo, Selamat Pagi, Kania."

Kania : "Pagi Mas. Aku mau izin, badan aku lagi enggak enak. Enggak tau kenapa bangun tidur rasanya sakit semua nih."

Indra : "Eh gitu. Oke-oke, lagian Pak Hendra sudah nitip pesen ke aku katanya kalo kamu butuh izin untuk urusan festival suruh kasih izin sesuai kepentingan."

Kania : "Oh iya Mas. Makasih ya, nanti siang aku juga ada jadwal latihan. Finalnya dilaksanakan besok malam."

Indra : "Ya sudah kalau gitu berarti kamu sekalian aja cuti 2 hari. Hari ini dan besok. Cuti enggak resmi aja biar nanti absen aku yang urus."

Kania : "Oke siap, makasih ya Mas."

Indra : "Iya, sama-sama. Oh ya, kalau perlu jangan lupa periksa ke dokter ya. Get well soon."

Kania : "Oke siap. Sampai nanti ya."

---

Selesai menelpon, mereka berdua memulai sarapan dengan santai sambil mengobrol. Karena jadwal latihannya masih siang nanti, Kania mengusulkan agar mereka berdua pergi ke salon dan spa untuk menyegarkan badan mereka sebelum latihan vokal nanti siang.

"Okee...Kamu yang traktir, ya." Sarah menjawab antusias.

"Beres. Aku yang traktir semuanya hari ini."

"Ehhh, aku Cuma bercanda," sahut Sarah cepat.

"Sekali-kali biar aku traktir kamu. Hitung-hitung biaya konsultasi aku ke kamu," jawab Kaania lagi sambil mengerdipkan mata nakal.

"Okelah kalau begitu... hi-hi-hi." Sarah balas memandang sambil mengerdipkan matanya juga.

Menyadari ada sesuatu yang tiba-tiba diingatnya, langsung saja Kania mencubit tangan Sarah dengan gemas sambil sebelah tangan menutupi wajahnya yang memerah.

"Auw.. Sakit, Nia ..."Jerit Sarah menggemaskan.

"Biarin," sahut Kania galak sambil tetap mencubit tangan sahabatnya.

***


Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C3
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous