Saat Sartika mendengar satu nama yang disebut putri satu-satunya itu sukses dibuat terkejut. Raza. Nama yang disebut oleh Tiara. Sudah menjadi naluri ibu sehingga Sartika mengetahui mengapa putri satu-satunya bertanya serta berkata seperti itu.
"Mama mau tanya, apa yang kamu rasain kalau lagi ngobrol atau bercanda sama Raza?"
Tiara mengernyitkan alisnya seakan tidak mengerti apa maksud mamanya bertanya seperti itu. Sartika mengulangi pertanyaan yang sama tetapi kali ini penuh selidik.
"Mama nanya apaan si. Ya kalo lagi ngobrol atau bercanda ya seneng lah, kan kita udah temenan lama. Lagian mama nih ngadi-ngadi deh nanyanya. Udah tau jawabannya tapi masih tanya," jawab Tiara sambil beranjak dari tidur di paha Sartika.
"Kamu cemburu?" Langkah kaki Tiara terhenti saat Sartika bertanya seperti itu.
"Mama apaan si!" cicit Tiara dan melanjutkan langkahnya menuju kamar.
Tiara menutup pintu kamarnya dengan kasar, bukan tidak sopan dengan mamanya tetapi memang dia sedang kesal. Tiara merebahkan dirinya di ranjang dan memainkan handphonenya dengan tidak jelas. Siapa tau berselancar di dunia maya dapat mengurangi rasa kesalnya. Tiara membuka aplikasi novel online ternyata novel favoritnya sudah update. Dibacanya novel tersebut dan benar saja dapat mengurangi rasa kesalnya karena dia terhanyut dalam bacaannya.
"Rese banget nih cowo masa ghosting cewe, wah parah nih," ucap Tiara sambil memberi komentar setelah membaca novel online tersebut.
Ternyata di akhir bacaan Tiara merasa kesal karena peran cowo di dalam novel tersebut selalu memberi harapan palsu pada teman lawan jenisnya. Tiara langsung meletakkan handphonenya dengan kasar diatas nakas.
"Rese ih, kenapa ceritanya bisa sama kaya gue nih novel!"
Sebenarnya Raza tidak mengghosting Tiara, sudah berulang kali Raza memberitahukan perasaannya tetapi selalu dianggap bercanda oleh Tiara.
Tiba-tiba Tiara bersemangat saat mendapatkan pesan whatsApp yang masuk, senyum Tiara terukir indah di wajahnya. Bagaimana tidak merasakan senang seperti itu karena dia mendapatkan pesan dari sang penyejuk hati. Tiara membaca dan langsung membalas pesan tersebut. Handphone Tiara terus berdering dari tadi tetapi diabaikannya bukan karena dia tidak ingin mengangkat panggilan melainkan dia gugup harus menjawab apa.
"Duh, gimana nih. Dia nelpon gue lagi," kata Tiara gugup dan membenarkan nada bicaranya, "Hm.. hm.."
"Assalamualaikum," sapa seseorang dari seberang sana lewat telepon.
"Wa-walaikumsa-lam," jawab Tiara terbata-bata.
"Maaf Tiara, apa saya mengganggu kamu?"
"Oh, engga ka. Engga. Ada apa ya?"
"Maaf, apa kamu bisa ke rumah sekarang soalnya ibu nungguin kamu," jawab Zaydan.
"Ibu? Ibu siapa ya?" tanya Tiara bingung.
"Ibu kakak, nggak tau nih ada apa beliau menanyakan kamu. Bisa tidak kamu kesini?" tanya Zaydan memastikan.
"I-iya ka. Saya bisa."
Panggilan telepon berakhir dan Tiara semakin bingung ada apa bu Ratih menunggu serta menanyakan Tiara. Tanpa ingin menunggu lama Tiara bersiap untuk berganti pakaian tidak lupa memakai kerudung.
"Ma, aku ke rumah kak Zaydan dulu," ucap Tiara sambil pamitan kepada Sartika.
"Ke rumah Zaydan? Bu Ratih maksud kamu?" tanya Sartika heran.
Tiara mengangguk, detik kemudian dia mengangkat bahunya karena mendapatkan tatapan bingung dari mamanya itu.
"Ya sudah hati-hati. Bawa motor aja biar cepat kalau jalan lumayan jauh," ucap Sartika.
Tiara langsung mengambil kunci motor yang tergantung di dinding dan langsung keluar. Tiara memanaskan motornya sambil merapikan kerudungnya di kaca spion.
"Ok perfect," puji Tiara pada dirinya sendiri.
Akhirnya Tiara sampai di depan rumah Zaydan dan mengucapkan salam.
"Assalamualaikum."
"Walaikumsalam, silahkan masuk. Maaf saya ganggu hari libur kamu," jawab Zaydan dan merasa tidak enak hati.
Sebenarnya Tiara dilanda kegugupan dan jika ada alat untuk mendeteksi kegugupannya itu mungkin sudah mencapai maksimal angkanya. Tiara memainkan tangannya agar tidak begitu terlihat. Ratih menyambut kedatangan Tiara sambil membawakan segelas minuman segar yang mengundang tenggorokan untuk meminumnya.
"Maaf ya Tiara, ibu menyuruh kamu datang kesini jauh-jauh," ucap Ratih sambil memegang tangan Tiara.
"Nggak jauh kok bu, biada aja kan pake motor kesininya," kekeh Tiara.
"Iya nih ibu ada-ada saja deh, memangnya ada apa sampai nyuruh Tiara buat datang kesini. Kan nggak enak sama bu Sartika nanti," terang Zaydan mengutarakan tidak enak hatinya.
"Iya kan ibu udah minta maaf. Oh iya kamu kelas satu kan ya?" tanya Ratih.
Tiara mengangguk dan menjawab, "Iya bu."
"Kamu mau tidak menemani ibu ikut seminar di Bandung."
Tiara mengerutkan alisnya pertanda kebingungan dengan apa yang didengarnya.
"Ibu kan bisa ajak Dela bu, kenapa harus ajak Tiara," kata Zaydan yang ikutan bingung, "Kalau cuma ajak begitu lewat telepon juga bisa. Nggak usah nyuruh Tiara datang."
"Nggak papa dong, ya namanya usaha," balas Ratih.
Perkataan Zaydan ada benarnya juga jika memang hanya bertanya seperti itu kenaoa tidak lewat telepon saja, mengapa harus repot-repot menyuruh Tiara datang kerumahnya.
"Ya sudah, nanti akan saya kasih kabar kalau saya bisa, bu. Permisi saya pamit pulang. Assalamualaikum."
Tiara berpamitan kepada Ratih dan Zaydan.
"Walaikumsalam," jawab Ratih dan Zaydan kompak.
"Maaf ya Tiara, sudah merepotkan," tambah Zaydan.
"Nggak papa kok kak," balas Tiara sambil menggeleng pelan.
Sesampainya dirumah, Tiara mengucapkan salam dan membuka pintu.
"Mama kemana ya?" tanya Tiara yang melihat ruang tamu tidak ada sosok yang sedang dicarinya.
Tiara pun mendaratkan pantatnya di sofa dan merebahkan diri diatasnya. Berpikir tentang ajakan ibunya Zaydna tadi dan menerka apa maksudnya dengan mengajak Tiara yang jarang pergi ke acara seperti itu.
"Benar kata kak Zaydan, kenapa nggak ngajak anaknya si Dela kenapa harus milih gue coba," ucap Tiara tidak menemukan jawaban yang sebenarnya.
Terlebih Ratih mengatakan ingin mengenal lebih dekat dengan Tiara, semakin membuat Tiara bertambah bingung.
"Kamu kenapa ngomong sendirian kaya gitu?" tanya Sartika yang mendaapti putrinya berbicara sendiri.
Tiara bangun dari posisi tidurannya dan menyuruh mamanya untuk duduk disampingnya.
"Ini mah, masa bu Ratih ngajakin aku ke Bandung buat acara seminar gitu. Aku kan nggak pernah ikut begituan terus ditanya masa dia jawabnya mau mengenal aku lebih dekat."
Sartika pun bingung mendengar perkataan dari Tiara, seperkian detik Sartika baru tersadar apa maksudnya dan mengeluarkan senyumannya.
"Kok mama malah senyum begitu," kata Tiara dengan nada sedikit curiga.
"Nggak papa sayang, siapa tau emang beneran dia mau mengenal kamu lebih dekat. Lagian nggak ada salahnya kan?"
"Ya nggak salah tapi aneh."
Tiara langsung masuk ke dalam kamar karena tidak mendapatkan jawaban dari mamanya itu. Sebenarnya ada sesuatu dibalik senyuman Sartika, dia menduga kalau Ratih ingin mengenal lebih dekat dengan putrinya karena perkataannya waktu di pengajian tempo hari. Secara tidak langsung Ratih tertarik dengan putri satu-satunya Sartika. Bahkan Sartika sangat senang jika ada seseorang yang menyukai putrinya itu.
"Apa yang diucapkannya serius tempo hari?" tanya Sartika dalam hati.