Mendadak saja suara Dewi Bunga Hitam lenyap bagai ditelan bumi. Wajahnya bertambah pucat pasi. Selang sesaat kemudian, wanita tua itu menutup mata lalu menghela nafas sangat panjang.
Hanya satu helaan. Tidak ada helaan nafas kedua ataupun ketiga.
Sebab pada saat itu, tokoh wanita tersebut benar-benar menghembuskan nafas terakhirnya.
Kematiannya sangat tenang. Seolah-olah kematian itu tidak sakit baginya. Jika dilihat lebih teliti, mulutnya sedikit mengembangkan senyuman.
Apakah dia mati bahagia?
Tidak ada yang mengetahui hal itu secara pasti.
Sementara itu, sepuluh tokoh persilatan yang ada di sana langsung membelalakkan matanya ketika melihat hal tersebut. Bagi mereka, kematian Dewi Bunga Hitam sangatlah ganjil.
Sebab menurut pendapat para tokoh tersebut, serangan gabungan yang baru saja mereka lancarkan, walaupun sangat dahsyat, rasanya hal itu masih belum cukup untuk membunuhnya.
Kalau begitu, lalu apa yang menyebabkan kematian pendekar wanita yang melegenda itu?
Sepuluh tokoh persilatan tersebut masih diam di tempatnya masing-masing. Di antara mereka belum ada juga yang bergerak. Entah, apakah orang-orang itu sedang memikirkan penyebab kematian Dewi Bunga Hitam, atau karena ada hal lainnya lagi.
Yang jelas, mereka terlihat seperti patung. Jangankan bergeser dari tempatnya, bahkan bernafas pun rasanya tidak.
Keadaan di padang rumput itu langsung sepi sunyi. Angin lenyap. Langit seketika semaki mendung. Awan kelabu datang bergulung-gulung. Petir menyambar.
Tidak berapa lama, hujan pun akhirnya turun membasahi bumi. Hujan itu sangat deras, seolah-olah langit ingin membersihkan buminya dari noda darah.
Semakin lama, hujan malah bertambah deras.
Apakah alam semesta juga ikut berduka karena kematian Dewi Bunga Hitam?
Tarr!!!
Suara petir menggelegar. Bagaikan lecutan cambuk yang dilayangkan dengan segenap kekuatan.
Tiba-tiba, sepuluh sinar hitam melesat keluar dari tubuh Dewi Bunga Hitam. Kecepatannya sulit untuk dibayangkan. Bahkan sepuluh tokoh persilatan itu sendiri tidak pernah menyangka akan hal tersebut.
Slebb!!! Slebb!!! Slebb!!!
Sepuluh sinar hitam itu berhasil menembus tubuh para tokoh dengan telak. Mereka tidak merasakan sakit. Malah mereka tidak juga merasakan perasaan apapun.
Tetapi sedetik kemudian, sesuatu yang tidak pernah dibayangkan mulai terjadi.
Si Golok Malaikat Maut mendadak menjerit keras. Dia langsung jatuh bergulingan ke atas tanah. Suara jeritannya semakin lama malah makin mengenaskan. Tidak berapa lama kemudian, tubuhnya langsung diam. Diam tanpa bergerak sedikit pun.
Dari semua lubang yang terdapat di tubuhnya tiba-tiba mengeluarkan darah segar cukup banyak. Telinga, hidungnya, mulutnya, semuanya mengeluarkan darah segar.
Apa yang sudah terjadi kepadanya?
Sembilan tokoh persilatan lainnya ingin memeriksa kematian si Golok Malaikat Maut, tapi belum sempat niat itu terwujud, hal yang sama sudah keburu menimpa mereka.
Sembilan tokoh persilatan yang masih hidup itu pun mendadak jatuh bergulingan sambil terus menjerit keras. Jeritannya terdengar begitu memiluakn. Seolah-olah mereka sedang menahan rasa sakit yang sulit untuk dibayangkan.
Orang-orang tersebut pun mengalami hal yang sama dengan rekannya tadi. Dari semua lubang di tubuhnya, keluar darah segar dalam jumlah cukup banyak.
Beberapa saat kemudian, sembilan tubuh tokoh persilatan itu sudah tidak bergerak sedikit pun.
Terkait apakah mereka masih hidup atau sudah mati, rasanya tiada yang dapat memastikan hal tersebut.
###
Sementara itu, jauh di tempat lain …
Mei Lan sedang duduk di dalam goa. Di depannya ada api unggun. Dia duduk seorang diri. Tidak ada teman, tidak ada pula makanan di sisinya.
Gadis kecil itu sudah lama diam tanpa bergerak. Seolah-olah dia adalah sebuah patung.
Mei Lan tidak mengetahui di mana dirinya berada. Yang jelas, ketika tadi masuk ke dalam portal ciptaan Dewi Bunga Hitam, dia langsung jatuh di sebuah hutan belantara. Terkait apa nama hutan itu, atau di mana hutan itu berada, dia benar-benar tidak tahu.
Hakikatnya, Mei Lan tidak mengetahui apapun.
Yang dia tahu hanya satu hal saja.
Sekarang, gurunya pasti sedang berada dalam bahaya. Mengingat hal tersebut, tanpa sadar air matanya menetes menjatuhi pipi. Sebenarnya Mei Lan tidak mau menuruti perintah gurunya, dia ingin membantu gurunya melawan sepuluh tokoh persilatan tersebut.
Namun sayang sekali, dengan usia dan kemampuannya sekarang, memangnya apa yang mampu dia lakukan?
Kehadirannya di sana bukan menambah keuntungan. Yang ada malah menambah kerugian bagi gurunya. Sebab secara tidak langsung, kehadirannya bisa mengurangi konsentrasi dan keseriusan Dewi Bunga Hitam dalam menjalankan pertarungannya.
Jiang Mei Lan sendiri sangat menyadari akan hal tersebut.
Oleh karena itulah, dia hanya bisa menangis.
Selain menangis memikirkan nasib gurunya, memangnya apa lagi yang sanggup dia lakukan?
Pada saat demikian, tiba-tiba sesuatu terjadi di dalam goa tersebut.
Api unggun yang ada di hadapannya mendadak padam. Keadaan. Langsung gelap gulita. Jiang Mei Lan sangat ketakutan. Dia ingin sekali menjerit sekeras mungkin. Sayangnya, gadis kecil itu segera tersadar bagaimana posisinya sekarang.
Dalam pada itu, dia langsung berusaha menenangkan dirinya. Mei Lan tidak jadi menjerit. Dia pun tidak lagi merasa takut. Justru hatinya malah merasakan firasat buruk.
"Ahh …"
Mendadak gadis kecil itu berseru tertahan. Dia teringat kepada gurunya.
Bagaimana nasibnya sekarang? Apakah sesuatu telah terjadi kepadanya?
Tiba-tiba keringat dingin mengucur dengan deras dari keningnya. Ketakutan terpancar jelas di wajah yang cantik itu. Mei Lan sangat khawatir.
"Jangan-jangan, guru …"
Jiang Mei Lan tidak mampu menyelesaikan perkataannya. Entah kenapa, tiba-tiba lidahnya terasa kelu. Seolah-olah lidah itu tidak mau lagi menuruti perintahnya.
Tapi mendadak saja dalam kegelapan itu muncul setitik sinar putih yang perlahan-lahan membentuk sebuah tubuh.
Tubuh yang penuh dengan luka-luka. Tubuh yang sangat dia kenali selama ini.
Dewi Bunga Hitam!
Ya, tubuh itu membentuk sosok Dewi Bunga Hitam.
Dia muncul tepat di hadapan Mei Lan. Tanpa berkata, tanpa ekspresi.
Selang sesaat kemudian, tiba-tiba saja tubuh itu lenyap tak berbekas.
Keadaan kembali gelap.
Sunyi. Senyap.
Mei Lan tiba-tiba tersadar. Dia berharap bahwa itu hanyalah mimpi. Sayangnya, yang baru dialami olehnya itu jelas bukanlah mimpi. Itu adalah kenyataan. Kenyataan yang tak terbantahkan.
"Tidak, tidak mungkin. Guru!!!" gadis kecil yang cantik itu tiba-tiba menjerit keras. Suaranya membuat seisi goa sedikit bergetar.
Mei Lan langsung menangis tersedu-sedu. Suara isak tangisnya bahkan terdengar lebih memilukan daripada suara erangan rasa sakit sepuluh tokoh persilatan yang menjadi lawan gurunya.
Walaupun barusan 'gurunya' tidak berkata apa-apa, tetapi sedikit banyaknya, gadis kecil itu sudah mengetahui apa yang terlah terjadi.
Mei Lan terus menangis tanpa henti. Tangisannya baru berhenti ketika dia mulai kelelahan dan langsung tertidur dengan pulas.
Memang, ketika seseorang sedang menangis sedih, tangisan dan kesedihannya itu baru akan lenyap setelah tubuhnya merasa lelah. Kalau sudah begitu, maka dengan sendirinya kedua hal tersebut akan berhenti.
Contohnya saja seperti yang dialami oleh Jiang Mei Lan saat ini.