Télécharger l’application
41.66% Misteri Sinden Pasar Rebo / Chapter 10: PASAR REBO

Chapitre 10: PASAR REBO

Seusai Mbak Tina pulang dari rumahnya, Karsih menjadi memiliki banyak uang.

Mbak Tina menitipkan sejumlah uang kepada Karsih sebagai pembayaran di muka atas penampilannya yang akan dilaksanakan beberapa hari kemudian.

Malam itu, Karsih tidur nyenyak sekali. Dia seakan-akan tidak memiliki beban, biasanya setiap malam dia senantiasa berpikir apa yang akan dia dan anaknya makan esok hari?

Sejak bergabung dengan orkestra yang dimiliki oleh juragan Darsa dan Mbak Tina, hidup Karsih menjadi jauh lebih baik, dia merasa tertenangkan. Tidak ada lagi kebutuhan mendesak yang dia pikirkan, tidak ada lagi alasan buat dirinya untuk tidur larut malam sambil berupaya berpikir agar keluarganya bisa tetap makan.

Saat ini, tidur Karsih sangat nyaman. Dia sudah mendapatkan ketenangan yang luar biasa. Setiap perempuan pasti akan merasakan keresahan yang sama seperti yang dirasakan oleh Karsih ketika mereka tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan manakala pendapatan itu sudah mereka dapatkan maka apalagi yang akan dipikirkan?

Karsih tertidur pulas sambil memeluk buah hatinya.

Pagi tiba..

Karsih berangkat ke dapur melihat Paman dan Bibinya sedang berbincang-bincang di dapur tersebut.

Karsih menghampiri mereka. Karsih duduk diantara mereka sambil menyeduh teh hangat yang sudah disiapkan seperti biasanya.

"Hari ini mau masak apa?"

"Bibi juga bingung Karsih, tidak tahu mau masak apa?"

"Bibimu itu bukan bingung mau masak apa tetapi dia tidak mau belanja ke penjual sayur karena saat ini di kampung sedang riuh membicarakan tentang dirimu." Begitu cerita Paman kepada Karsih.

"Menceritakan tentang aku? Cerita tentang apa?"

"Tentang kamu yang saat ini menjadi sinden bahkan kemarin Bu Lia bilang kepada ibu-ibu di kampung agar berhati-hati kepadamu karena janda yang menjadi sinden itu berpotensi untuk merebut suami orang."

Karsih mengernyitkan dahinya, dia merasa sangat heran dengan apa yang diucapkan oleh Bibinya hari ini.

"Mungkin apa yang terjadi kepada Bu Lia itu menjadi salah satu patokan bagi dirinya untuk kemudian menghukumi semua sinden. Mungkin Bu Lia berpikir bahwa semua sinden itu sama dengan perempuan yang merebut suaminya. Padahal kan tidak semua sinden mau terhadap suami orang. Terlebih suami dari ibu-ibu di kampung ini, aku pikir tidak ada satu orang pun yang menarik." Tandas Karsih kepada Bibinya.

Paman tampak tersenyum meskipun tipis. Mungkin dia menertawakan apa yang dikatakan oleh Karsih, memang sejatinya laki-laki di kampung ini tidak ada yang menarik, apa yang dikatakan oleh Karsih itu adalah kebenaran.

Jadi tidak ada alasan bagi ibu-ibu di kampung ini untuk memberikan label bahwa sinden adalah perebut suami orang.

"Kalau memang Bibi tidak mau belanja ke tempat penjual sayur biar Karsih saja yang ke pasar mumpung hari ini hari Rebo jadi Karsih bisa datang ke Pasar Rebo."

"Oh iya, sekarang ini pasaran? Sudah kamu ke sana saja! Kamu belanja di sana di sana! Pasti harganya lebih murah, sayur-mayurnya juga jauh lebih segar."

"Baiklah kalau begitu, Karsih saja yang belanja ke Pasar Rebo, Karsih titip Lintang, ya!"

"Iya, silahkan saja kamu berangkat, hati-hati di jalan, jangan lupa belanjanya tidak usah terlalu banyak, tidak usah terlalu boros, kita masih membutuhkan uang untuk hidup kita."

Bibi memberikan banyak sekali wejangan kepada Karsih. Dan Karsih hanya bisa tersenyum mendengar itu.

Karsih kemudian bersiap-siap mengganti pakaiannya dengan pakaian yang layak, dia berjalan kaki menuju Pasar Rebo.

Pasar yang buka setiap satu minggu sekali pada hari Rebo. Pasar itu selalu ramai dikunjungi oleh warga kampung sekitar karena selain di sana harganya murah, di sana juga banyak sekali pilihan dan ragam yang ditawarkan.

"Tumben Mbak Karsih belanja sendiri." Sapa beberapa tetangga yang melihat Karsih datang ke pasar itu. Karsih hanya tersenyum saja mendengar sapaan tersebut. Dia tidak ingin melayani sapaan dari ibu-ibu yang biasa berkumpul dan menggosip.

Karsih mendengar bahwa mereka sedang membicarakan dirinya bahkan ada satu yang mengucapkan kalimat, "Waduh sinden kampung kita keluar!"

Tapi Karsih tidak peduli, "Memangnya kenapa kalau jadi sinden, apakah ada yang salah?" begitu bisik dalam hatinya.

Dulu Mbak Tina juga diperbincangkan oleh warga sekitar, dikatakan perebut suami orang, dikatakan perempuan murahan tapi begitu sekarang Mbak Tina sudah jaya dan punya banyak uang malah warga yang biasa menggosipkan dirinya datang ke rumahnya untuk meminta uang.

Karsih berlalu dan melangkah pergi begitu saja, dia tidak peduli dengan apa yang diperbincangkan dan apa yang dia dengar dari mulut orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Karsih membeli beberapa sayuran, buah-buahan, daging dan juga beberapa kebutuhan yang diperlukan di rumahnya.

"Keren ya! Baru jadi sinden sekali saja sudah bisa belanja banyak sekali, sekarang makannya juga ikan daging lho Mbak Karsih ini."

Karsih menoleh ke asal suara, Karsih bahkan tidak mengenal siapa yang berbicara dengan dirinya tapi kenapa orang itu sepertinya sangat mengenali Karsih. Orang itu bahkan tahu kalau Karsih baru sekali nyinden.

"Berapa semuanya, Paman?" Tanya Karsih kepada penjual sayuran yang ada di depannya. Dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh orang di sampingnya itu, dia segera belanja, membayar semuanya dan pulang. Hanya itu yang dipikirkan oleh Karsih.

"Semuanya 27.500 Mbak."

Karsih kemudian membayar sejumlah uang sesuai yang diminta oleh penjual sayur itu.

Dia hendak bergegas pulang namun tiba-tiba matanya menangkap pada sosok yang ada di belakang penjual sayur, sosok itu melihat kepadanya dengan tatapan mata penuh kesenduan.

Karsih tidak mengenali perempuan itu siapa? Perempuan itu menggunakan kebaya berwarna hijau dan juga selendang merah, perempuan itu menatap tajam kepadanya.

Karsih berusaha mengerjap-ngerjapkan matanya berulang-ulang, dia berharap bahwa apa yang dia lihat saat ini hanyalah sebuah halusinasi. Namun berkali-kali dia menutup mata dan membukanya kembali, berkali-kali juga dia menemukan bahwa perempuan itu masih berada di tempat yang sama.

Karsih kemudian bergegas untuk pergi dari sana, dia tidak ingin terjadi hal-hal buruk terhadap dirinya.

Karsih yakin bahwa perempuan yang saat ini dilihatnya bukanlah manusia. Karena pandangan matanya tajam, kelopak matanya menghitam, wajahnya sangat cantik, lebih cantik daripada cerita penguasa pantai laut selatan.

"Apa mungkin itu adalah penunggu Pasar Rebo?"

"Jika perempuan itu memang penunggu Pasar Rebo lalu apa gunanya dia datang kepadaku dan menampakkan dirinya?"

Karsih merasa bingung. Karsih yang sebenarnya bukan penakut mendadak nyalinya menciut.

Seumur hidup baru kali ini Karsih bertemu dengan sosok yang bukan manusia. Yang muncul di dalam hatinya adalah sebuah pertanyaan: "Untuk apa sosok itu menampakan dirinya kepada Karsih?"

Lalu kebaya hijau dan juga selendang merah itu... Karsih seperti pernah mengenalnya tapi dimana? Pikirannya berkejaran, dia berusaha untuk membuat kenangannya kembali mengingat tentang kebaya hijau dan selendang merah panjang yang dikenakan oleh perempuan tersebut.

Kebingungan dan ketakutan bersaing muncul di dalam hatinya namun Karsih berusaha untuk menepis semuanya. Dia melangkah pergi meninggalkan Pasar Rebo menuju pulang kembali ke rumahnya.

Sesampainya di depan rumah, Karsih membuka pintu dengan kasar, dia bergegas masuk karena keringat dingin mulai menjalari tubuhnya.

Karsih menutup pintunya dengan cepat tetapi matanya kemudian melihat ke arah jendela, nun jauh disana perempuan itu ternyata masih ada. Perempuan itu sepertinya sengaja mengikuti Karsih sampai ke rumahnya.


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C10
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous