Aku menatap Arata, tanpa suara, aku mengatakan kata maaf. Dia hanya menganggukkan kepalanya sembari menyentuh bahuku. "Jika kau tidak berbicara jujur kepada Produser, mungkin kami, khususnya aku tak akan memaafkanmu," katanya.
"Entah kenapa, saat itu aku malah mengatakannya karena sudah lelah sekali untuk berbohong," balasku.
"Aku mengerti. Kita akan membahasnya nanti bersama Produser, aku juga ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi," ucap dia. Aku mengangguk.
"Meski aku tak mau mengingatnya, tapi kalian harus tahu." Dia kembali menganggukkan kepala. Aku pun membuang napas kasarku lalu mencium puncak kepala Maika cukup lama. Aku merindukan gadis ini, pelukannya, suaranya, tatapannya, serta semua yang ada di diri Maika. Seandainya kejadian itu tak terjadi, mungkin aku sudah melamar dia. Apalagi dirinya sudah lulus sekolah. Mungkin kali ini aku akan memikirkannya.