Dirgan hanya tertawa kecil melihat Alysa yang salah tingkah, bahkan gadis itu terlihat sangat pasrah didepan lelaki itu sekarang. Dirgan mulai memegang tangan gadis itu yang sudah sedikit berkeringat karena gugup.
"Lo emang gak pernah pacaran?" Tanya lelaki itu sambil memegang wajahnya.
Gadis itu hanya mengangguk, ia masih belum berani membuka matanya bahkan nafasnya pun masih belum beraturan. Dirgan makin melebarkan senyumnya, baru kali ini lelaki itu menemukan wanita sepolos ini.
"Buka mata lo, gue gak bakal macem macem sama lo apalagi di perpus kaya gini."
Kali ini laki laki itu benar puas melihat salah tingkahnya Alysa. Gadis itu mulai membuka mata nya, Dirgan masih berada di hadapannya. Alysa sangat malu pada dirinya sendiri bagaimana bisa ia berpikir bahwa Dirgan akan mengambil First Kiss nya, padahal gadis itu tahu sendiri bahwa Dirgan itu lelaki bagaimana, mana mungkin Firgan akan menyukai Alysa dalam waktu dekat.
Gadis itu menutup wajahnya dengan salah satu buku yang dia ambil asal di rak buku yang tadi ia bersandar, kemudian pergi dengan perasaan malu yang sudah tak bisa dibendung lagi. Ia keluar perpustakan dan menemukan Karin, sahabat Alysa kebingungan melihat tingkah Alysa yang sedikit aneh dengan wajah yang memerah. Ia langsung menarik Karin untuk pergi bersamanya meninggalkan perpustakan.
Sepanjang sisa jam belajarnya hari ini, Alysa sangat tidak fokus dengan apa yang dijelaskan. Bahkan pada saat ia sedang rapat organisasi, ia benar benar tidak bisa menghilangkan kejadian tadi dengan Dirgan dipikirannya, ia hanya melamun setelah hal itu terjadi.
Rapat osis pun selesai, semuanya bubar meninggalkan aula termasuk Dirgan, hanya Raka dan Alysa yang masih berada di tempat itu. Raka mulai menghampiri gadis itu dan mempertanyakan sikapnya rapat tadi sedikit berbeda.
Namun Alysa tidak menceritakan seluruh kejadian itu kepada Raka, ia takut bahwa ucapan Karin benar dimana ada kemungkinan bahwa Raka menyukainya, mungkin saja akan terjadi hal yang tidak diinginkan jika Raka mengetahui hal tadi.
Gadis itu sekarang berada di parkiran untuk bergegas pulang mengenakan motornya, ia melihat Dirgan pulang melewatinya, tidak ada perkataan sedikitpun dari lelaki itu dan Alysa hanya bisa menatap aneh dari belakang, bagaimana mungkin lelaki itu bersikap biasa saja sedangkan gadis itu dipenuhi rasa malu dan hati yang tidak terkontrol.
Ia menjalankan motornya dengan perlahan sambil menikmati udara segar dan membiarkan dirinya bernafas lega, menghilangkan pikiran aneh yang dari tadi mengganggunya. Rencananya gadis itu akan pergi ke sebuah café untuk bertemu Widi, meminta beberapa dokumen OSIS yang ia perlukan untuk Event nanti dan sedikit mengobrol dengannya.
Langit mulai sedikit mendung dan suara gledek mulai terdengar. Kali ini ia mulai sedikit mengencangkan gas nya, ia ingin harus sampai ke cafe sebelum hujan tiba tapi nihil, gadis itu terjebak hujan di tengah jalan. Ia bisa saja menerobos hujan namun sangat tidak memungkinkan ia ke café dengan basah kuyup.
Sudah 15 menit ia berteduh tapi belum ada tanda tanda bahwa hujan akan reda malah semakin deras, baju yang ia pakai pun mulai basah karena hujan yang deras.
Alysa :
Wid, gue kayanya telat disini hujan, kalau sekitar 30 menit lagi gue gak datang, lo pulang aja ya nanti gue aja yang kerumah lo.
Selesai mengirimkan pesan kepada Widi, gadis itu kembali menunggu dengan memeluk lututnya. Badannya sudah kedinginan dan tidak ada jaket yang Alysa bawa. Kini badan gadis itu semakin lemas, ia hanya bisa menyandarkan dirinya ke tembok belakang.
Dari kejauhan terdengar suara motor yang seperti dia akan meneduh juga sama seperti dirinya. Lelaki yang menggunakan hoodie itu terlihat kedinginan, dengan setenah tenaga yang ada ia mencoba menghampirinya, wajahnya tidak terlihat karena tertutup oleh masker yang dia kenakan.
"Kamu kedinginan?" Tanya Alysa.
Namun lelaki itu hanya menatapnya, tanpa berpikir panjang gadis itu menariknya untuk duduk, ia menggosok gosok tangan dirinya dan tangan lelaki itu lalu ia meniupnya. Konon katanya trik itu sedikit membantu meredakan rasa dingin.
Mata lelaki itu pernah Alysa tatap, entah dimana tapi gadis itu yakin pernah bertemu dengannya. Kini hujan semakin reda dan mereka masih duduk bersama tanpa sepatah kata. Lelaki itu mulai berdiri, mungkin ia akan pergi namun Alysa masih duduk ditempat yang sama sampai hujannya reda.
Tidak lama dari lelaki itu pergi, dia kembali lagi. Kali ini ia membawakan gadis itu kaos dan jaket untuk dipakainya.
"Saya tahu kamu kedinginan, pake ya." Ucap lelaki itu dan kembali menaiki motornya.
"Tunggu, tapi gimana aku pakenya?"
Lelaki itu turun kembali dari motornya, ia menghalangi gadis itu agar tidak terlihat siapa siapa, karena badan yang kekar membuat gadis itu tertutupi olehnya. Alysa mulai mengganti baju, sebenarnya ia malu tapi ini salah satunya cara agar Alysa bisa tetap kuat sampai rumah, karena gadis itu mempunya alergi dingin, dimana bisa saja dia pingsan jika dinginnya sangat kuat.
Sedikit pun lelaki itu tidak menoleh ke belakang untuk mengintipnya, Alysa sangat beruntung karena sekarang ia sedikit mendingan.
"Makasih ya." Ucap Alysa sambil melemparkan senyum manisnya. Lelaki itu hanya mengangguk dan kembali menaiki motornya.
"Eh nama kamu siapa?" Tanya Alysa.
Lelaki itu bukannya menjawab hanya menunjuk saku jaketnya sendiri lalu pergi meninggalkan Alysa sendirian.
Terselip sebuah kertas yang bertulisan..
Dari gue, orang yang sayang sama lo. R .
"Apa tadi kak Raka? Tapi ko beda?" Tanya gadis itu kepada dirinya sendiri.
Sekarang Alysa sudah berada dirumahnya, ia langsung pergi ke kamar dan membaringkan dirinya di tempat tidur. Ia menarik selimutnya dan berusaha untuk tidur.
Mama Alena menghampiri Alysa yang sedang berusaha untuk tidur dan membawakan susu hangat juga bubur ayam, tak lupa ia pun membawakan Alysa vitamin agar badannya kembali stabil.
"Sayang, makan dulu ya biar ga sakit."
Alysa membuka matanya dan mengganti posisinya menjadi duduk di tempat tidur, ia sedikit sedikit memakan bubur yang dibawakan mama alena.
"Minum obat sama susu nya ya nak.."
"Ma, Alysa mau cerita, boleh?"
"Boleh, kenapa nak?"
Alysa menceritakan bagaimana perlakuan Raka dan Dirgan terhadap dirinya, ia mulai menanyakan apa sebenarnya niat mereka untuk Alysa.
Mama Alena memberi tahu gadis itu bahwa sikap Raka sudah jelas menyukainya, hanya membutuhkan waktu sedikit lagi untuk lelaki itu bilang akan perasaannya, namun teruntuk sikap Dirgan, itu belum tentu.
Dirgan bisa saja hanya sedikit jahil terhadap Alysa dan hanya bercanda. Mama Alena pun menjelaskan bahwa Alysa harus berhati hati dengan sikap Raka, bahwa sikap lelaki yang langsung saja terang terangan kemudian memperlakukan dengan sangat berlebihan bisa saja ia juga yang akan membuat luka yang paling dalam dan bisa saja melakukan hal yang diluar nalar.
Namun teruntuk Dirgan, Mama Alena hanya berpesan, jika memang nanti dirgan menyukainya, jangan di sia sia kan karena lelaki seperti Firgan typikal orang yang mencintai secara diam. Jika sudah kecewa, sulit untuk kembali.
Sekarang Alysa sedikit mengerti bagaimana ia harus bersikap kedepannya, karena jujur gadis itu kebingungan. Alysa baru kali ini dihadapkan dengan situasi dan perasaan seperti ini.
"Sekarang Mama tanya, kamu suka siapa?"
Gadis itu hanya diam. Sampai detik ini Alysa belum bisa menentukan hatinya untuk siapa. Ia masih bimbang apa yang ia rasakan. Baginya belum ada rasa cinta sedikit pun untuk dua lelaki itu.
"Oh iya ma, tadi alysa ketemu sama laki laki yang ngasih baju sama jaket ini pas aku kedinginan. Tapi aku gak tau dia siapa Ma."
"Terus kamu gak tanya namanya?"
"Dia gak jawab Ma, di saku jaketnya Cuma ada ini."
Alysa memberikan kertas yang bertuliskan inisial R. Mama Alena mulai berpikir dari melihat kalimat yang ditulisnya.
"Kemungkinan ini Raka, karena dia kan yang lebih berani terang terangan ke kamu." Ucap Mama Alena.