"TOLONGGGGGG!!!"
Boni berteriak, saling tarik pun terjadi. Mahkluk itu menarik kaos Boni sedangkan Jefri menarik celana Boni yang baru saja diganti. Boni tertarik keluar hingga hampir jatuh ke jalan, dengan sigap Jefri menarik kuat pinggang Boni yang menampakkan celana dalam motif bunga itu dan berhasil.
Boni kembali masuk ke dalam mobil, ia terkejut ketika melihat celana dalamnya terekspos keluar, bergegas ia langsung membenahi posisi celananya itu sebelum Anya dan Indro melihat. Parahnya lagi, kaosnya sudah tak ada karena tertarik oleh mahkluk itu. Alhasil ia telanjang dada.
Serangan demi serangan terus berlangsung. Para mahkluk itu mengejar dengan raung yang tak henti dan kaki yang tak lelah. Sebuah tangan berhasil menarik rambut Anya hingga menimbulkan jerit sakit.
"Aaaaaaa!"
Raut wajah Anya yang menahan sakit membuat Jefri bertindak tanpa sadar.
"Senapan Om," pinta Jefri ke Indro.
Dengan cepat Indro memberikan senapan yang ia kalungkan di punggung itu. Entah dapat kekuatan dari mana, Jefri menembak tanpa ragu mahkluk yang sudah tak terlihat seperti manusia itu, tepat di kepala hingga darah hitam bercucuran. Anya aman.
Serangan datang lagi, seorang pria yang terlihat bergaya dengan mulut yang meraung kencang melompat dan mendarat tepat di belakang mobil.
Jefri langsung menembak pria yang lehernya sudah terkoyak itu, sayangnya tak ada peluru yang keluar. Senapan itu sudah kosong, tak berpeluru. Pria yang berubah wujud menjadi mahkluk mengerikan itu, sudah merayap ingin masuk ke mobil dan meraih Jefri. Sontak Jefri melawan dengan memukul kepala mahkluk itu berulang kali dengan senapan. Namun tak berhasil, mahkluk itu bergeming seakan tak punya rasa sakit padahal kepalanya sudah retak dan mengalir darah hitam yang seperti aliran sungai keluar dari sana.
Dengan mengerahkan seluruh kekuatannya. Jefri memukul kepala mahkluk itu berulang kali kembali hingga benar-benar pecah. Darah hitam mengucur deras layaknya hujan deras di siang bolong, mahkluk itu sudah kalah. Jefri lantas menjatuhkan sang mahkluk dari atap mobil.
"BRUAK!"
Mahkluk itu menjatuhi sesamanya yang hendak menerjang mobil. Seakan sedang berada di permainan ular yang ada di ponsel jaman dulu, mobil meliak-liuk seperti ular, melewati para mahkluk bengis yang berada di sekitar jalan. Untuk mendapatkan poin, ada yang sengaja dilindas dan ditabrak hingga membuat Jefri yang masih berdiri tegak hampir terjerembab keluar mobil.
Untung saja Boni bergerak cepat menarik saku celana jeans yang ia pakai dan Anya menahan dadanya dengan tangan putih mulus yang membuat Jefri terpaku sejenak. Ia merasa berbunga hanya karena sentuhan penyelamatan itu.
"Bruk!"
Dia harus kembali ke tempat duduk, ditarik dari euforia rasa yang menggelitiknya sejenak setelah Boni menariknya dengan kencang.
"Pelan-pelan kan juga bisa Bon! Sakit nih pantat!" omel Jefri.
"Eee sudah syukur ditolongin, malah ngomel!" sergah Boni.
"Sudah- sudah, fokus yang lain!" seru Indro menengahi. "Jefri, ada banyak mahkluk di sekitar jalan, berjagalah. Pukul mahkluk itu dengan senapan," titahnya.
"Baik Om!" sahut Jefri singkat, lantas berjaga dan mulai memukul para mahkluk itu yang ingin meraih mereka.
"Boni! Cari apa yang ada di tas untuk pertahanan diri," titah Indro.
"Baik Om!" Boni langsung membuka tas, sialnya tak ada apapun yang bisa dipakai untuk pertahanan diri.
"Tak ada Om, cuma ada makanan," ujarnya dengan mengangkat roti bungkusan.
Indro nampak cemas. "Sepertinya kita harus berhenti dan mencari alat pertahanan," sahutnya. "Semua, pegangan!" serunya, lantas menambah laju mobil.
Mereka semua duduk dengan memegang erat pegangan. Semua mahkluk dilibas dengan ditabrak bagi yang menghalang jalan. Ketika sampai di daerah yang terlihat sepi di perbatasan desa, mereka menepi.
"Ayah, bukannya lebih baik kita jalan terus aja?" sergah Anya dengan takut.
"Ini sudah sore Anya, sebentar lagi gelap. Kita harus mencari tempat untuk berlindung. Tak aman berada di jalan malam hari," terangnya sembari menggenggam tangan Anya yang sedang memegang lengannya dengan erat.
"Ayo!" ajaknya ke yang lain.
Mau tak mau Anya ikut turun dari mobil.
"Bon, kamu bawa tas," titah Indro.
Boni yang sudah turun, kembali masuk dan mengambil tas perbekalan mereka. Ada sebuah toko yang tertutup rapat di pinggir jalan. Mereka mendekati toko itu dengan waspada. Indro mengetuk pelan pintu rolling door bercat putih itu, kemudian menunggu sesaat. Tak ada suara atau pergerakan di sana. Kemudian ia melihat slot kunci yang masih tergembok.
Indro mencari batu dan mulai memukul gembok kecil itu.
"Jaga di sana Jef!" titahnya menunjuk jalan.
"DUAK! DUAK! DUAK!" Indro memukul berulang kali, tak lama gembok kecil itu menyerah, pintu rolling door pun bisa terbuka. Indro mulai melangkah masuk dengan membawa batu di tangan.
"Jef, ayo!" panggil Boni yang sudah berada di dalam toko.
Jefri memeriksa jalan untuk sejenak lantas berlari masuk. Setelah pintu tertutup rapat, gelap menutup pandangan mereka yang berkumpul di dekat pintu.
"Ada senter di tas. Bon, senter," pinta Jefri.
Boni segera mengobrak-abrik isi tas untuk mencari senter di kegelapan.
"Ketemu!" serunya senang. Dia langsung memberikan senter itu ke Jefri.
"Ini Om." Jefri memberikan senter itu ke Indro yang berada paling depan.
Indro langsung menghidupkan dan mencari saklar lampu.
"Klek!" Cahaya terang langsung menerangi toko yang bertumpuk banyak perabot rumah tangga, seperti kursi, meja plastik, piring dan yang lainnya.
"Anya, Boni, cari apa yang bisa kita pakai untuk pertahanan. Anya dan Jefri akan memeriksa bagian belakang." Indro sebagai yang lebih tua mulai mengkomando lagi.
"Ya, Yah," jawab Anya. Dia langsung mengajak Boni mengelilingi toko.
Indro berjalan terlebih dulu, disusul Jefri yang berada tepat di belakangnya. Mereka mengendap-endap di balik etalase. Mengintip dan memastikan aman terlebih dulu sebelum melanjutkan pemeriksaan. Jefri melihat pintu belakang tak terkunci. Dia langsung memberitahu Indro.
Indro yang berada tepat di depan kamar mandi yang tertutup rapat, segera memberikan kode ke Jefri untuk mendekat dan menyuruhnya tak bersuara. Jefri langsung diam dan menegang.
Pintu kamar mandi dibuka perlahan oleh Indro, Jefri bersiap dengan memegang senapan yang sengaja dibalik. Indro membuka pintu semakin lebar namun tak terlihat ada orang atau mahkluk itu di sana.
Indro menutup kembali pintu kamar mandi, hanya saja ternyata itu hanya tipu muslihatnya saja. Dengan cepat, ia membuka kembali pintu kamar mandi dan masuk. Seseorang yang berada di balik pintu terkejut dan nampak ketakutan, sembari mengancungkan pisau dengan bergetar.
Jefri ikut masuk dan melihat seorang wanita kurus yang terlihat panik. Wanita itu juga mengacungkan pisau ke arahnya.
"Tenangg, kami tak ada maksud jahat," ujar Indro dengan mengangkat tangannya.
Wanita itu mengacungkan kembali pisau ke arah Indro, ia terlihat tak percaya.
"Kami hanya ingin singgah sebentar kok Mbak, nggak ada maksud lain," tambah Jefri dengan mengangkat tangannya juga.
Wanita itu masih tak percaya, dia mengacungkan pisaunya bergantian ke arah kami dan menatap tajam.
"Tenang Mbak, kami tak ada maksud lain. Kami hanya ingin beristirahat, sebentar lagi malam. Mahkluk-mahkluk itu bisa mengejar kami," lanjut Indro.
Mendengar kata-kata mahkluk itu, wanita yang terlihat sangat berantakan itu terdiam sejenak.
"Ayahh, Anya temuin pisau. Bisa buat pertahanan kita," seru Anya tanpa tahu ada apa di area belakang.
Ketika wanita itu mendengar Anya, dia bergerak membuka lebar pintu kamar mandi dan memojokkan Jefri dan Indro. Anya terkejut kala sudah sampai di depan kamar mandi, dan makin terkejut kala melihat seorang wanita sedang mengacungkan pisau ke arah bapaknya.
"Ayah, ada apa?" tanya Anya dengan mendekat perlahan.
Wanita itu merasa terancam, dia mengacungkan pisau itu ke Anya. Dengan kesempatan itu, Indro memukul tangan sang wanita dan membuat pisaunya terlepas. Dengan segera Jefri mengambil pisau itu.
Wanita itu bergerak menjauh, merapat ke dinding. karena merasa kalah.
"Kalau kalian mau nyuri, ambil aja sebanyak mungkin. Aku nggak akan teriak atau lapor polisi," serunya dengan kepanikan yang terpancar jelas di matanya yang nampak lelah.
Indro menenangkan wanita itu. "Mbak, kami hanya ingin menumpang istirahat saja, besok pagi kami akan pergi," terang Indro.
"Terserah, pergi sana!" usir wanita itu.
Indro merasa kasihan dengan wanita itu, karena dia nampak ketakutan sekali. Dia ingin menjelaskan lagi, namun wanita itu terlihat tak mau mendengar apapun yang keluar dari mulutnya maupun dari Jefri. Akhirnya mereka keluar satu persatu.
"Jika ingin bergabung dengan kami, silahkan saja. Kami terima dengan baik," pesan Indro sebelum meninggalkan kamar mandi.
Wanita itu dengan tergopoh menutup pintu kamar mandi. Anya yang menatap penasaran ditarik pergi oleh Indro.
"Dia kenapa Yah?" tanya Anya tak mengerti.