Télécharger l’application
11.71% Harem milik Suamiku / Chapter 15: Bab 16 : Perut tegang (1)

Chapitre 15: Bab 16 : Perut tegang (1)

Hari Kamis. Pukul 14.15

"Halo. Selamat siang. Apakah saya bisa berbicara dengan Nona Marigold Flora? Saya Paula, manager acara pemilihan gadis untuk sang milyader."

Marigold menahan nafas saat mendengar lawan bicaranya di ponsel, memperkenalkan diri.

Deg-deg-deg.

"I-iya, ini saya sendiri. Ada apa ya?"

"Saya ingin mengabarkan kabar baik, bahwa anda Marigold Flora berhasil masuk dalam babak final, yang akan diadakan dua hari lagi yaitu hari Sabtu, bertempat di 'The Alexander Hotel'. Apakah anda akan datang? Saya harus mengkonfirmasi kedatangan anda. Karena jika anda berhalangan hadir, maka anda akan langsung terkena diskualifikasi."

"Bisa. Saya bisa datang. Pukul berapa saya harus datang?"

"Pukul satu siang."

*****

Hari Sabtu. Pukul 09.00. Di rumah Nina.

Seminggu ini, Marigold menginap di rumah sepupunya. Kaki yang terbebat karena keseleo di acara penilaian gadis untuk milyader, memaksa Marigold menginap di rumah Nina, agar ada yang membantunya dalam aktivitas sehari-hari. Bahkan Marigold juga cuti dari pekerjaannya sebagai sensei di Dojo milik pamannya.

"Marigold, tumben makanmu lambat?" tanya Nina heran sambil menyuapkan nasi pecel miliknya, yang dibeli di gang sebelah rumah. Nasi pecel adalah menu kesukaan Nina dan Marigold.

"Perutku terasa begah, Nina. Sebenarnya aku kelaparan, tetapi perutku terasa tak nyaman dan melilit."

"Kenapa?"

"Entahlah, mungkin karena aku sedang tegang. Hari ini aku ada jadwal untuk mengikuti babak final di acara pemilihan gadis untuk milyader," jawab Marigold yang gelisah dan berusaha makan nasi pecel nya. "Ditambah lagi aku sedang datang bulan. Jadinya klop deh," keluhnya sambil membanting sendok ke bungkus pincuk nasinya, setelah selesai menyuapkan satu suap ke mulutnya.

"Kok aku tidak tahu kalau kamu ternyata masuk final? Kapan pemberitahuannya?" tanya Nina sambil meraih gelas minumnya. Kemudian di sudut mata, Nina melihat sebungkus nasi lain yang belum terbuka. "PA, AYO MAKAN.. KEBURU DINGIN NASINYA," teriaknya dengan telapak tangan yang di moncongkan di depan mulutnya.

"YAAA..," jawab papa Nina dengan berteriak, dari dalam kamar.

Nina berdecak melihat Marigold yang memakan nasi pecel nya dengan terus mengerutkan keningnya. "Sudah, jangan dimakan lagi nasi pecelnya. Nanti kubuatkan teh jahe untuk menenangkan perutmu," katanya sambil menyingkirkan pincuk nasi pecel milik sepupunya itu.

Namun Marigold mencegahnya mengambil nasi itu. "Jangan, Nina."

"Masih mau memakannya? Perutmu sedang sakit, Marigold. Lebih baik jangan makan pedas-pedas dulu."

"Aku tidak pa-pa, Nina. Paling nanti diare trus selesai deh. Kamu kan tahu, kalau aku tidak pernah menolak nasi pecel," ucap Marigold lesu sambil menyendok sesuap lagi.

"Terserah deh," ucap Nina yang meneruskan sarapannya.

Brak.

Suara pintu kamar yang tertutup, membuat Nina dan Marigold melirik ke arah datangnya suara. Papa Nina berjalan mendekat ke meja makan, sambil membenahi letak dasinya yang sedari tadi enggan untuk ke posisi tengah.

"Rapi amat. Mau kemana? Jangan bilang padaku, papa ingin berkencan di jam sembilan pagi," tuntun Nina dengan menudingkan sendoknya ke arah papanya yang menarik kursi dan duduk disana. "Wangi lagi," lanjut Nina yang menghirup aroma harum saat papanya duduk di sebelahnya. "Mencurigakan."

"Papa memang mau kencan," jawab papa Nina riang sambil membuka batang lidi kecil yang menusuk pincuk daun pisang. Segera saja, nasi pecel nampak dan siap dinikmati. Nasi pecel juga menu kesukaan papa Nina.

"Aku tidak mau punya ibu tiri, tante tiri, kakak tiri, adik tiri, dan semua yang berbau 'tiri'. Aku anti," sewot Nina yang sudah menyelesaikan sarapannya lalu menusuk batang lidi itu tepat di tengah pincuk daun pisang yang sudah dilipat. Nina tidak pernah setuju jika papanya berkencan atau menikah lagi. Nina mempunyai pengharapan bahwa suatu hari, papa dan mamanya yang sudah berpisah dapat bersatu lagi.

"Ck, makanya jangan kebanyakan nonton sinetron. Lihat sekarang, jadi sirik kan," komentar papa Nina sambil menikmati nasi pecelnya dengan nikmat. "Papa tidak kencan kok."

"Lalu mau ngapain? Tidak mungkin kan pergi ke Dojo, dengan dandanan rapi dan wangi begini. Lagipula, hari ini Dojo sedang libur," desak Nina tidak menyerah, sedangkan Marigold hanya memutar bola matanya melihat pemandangan biasa, perdebatan paman dan sepupunya ini.

"Papa cuma mau ke stasiun, jemput bibimu."

"Uhuk-uhuk."

"Pelan-pelan, Marigold," ucap Nina sambil menepuk lembut punggung Marigold yang sedang minum dan tersedak, mendengar kabar bahwa mama tercinta akan datang di hari penting ini, yaitu hari final acara pemilihan gadis untuk milyader.

"Aku.. aku tidak tahu.. uhuk-uhuk.. aku tidak tahu jika mama mau datang hari ini. Uhuk-uhuk," kata Marigold terbata-bata, karena masih harus menetralkan pernafasannya akibat tersedak.

"Hm, paman juga tidak tahu rencana mamamu. Kabar itu datang semalam jam sepuluh. Dan pagi ini, paman disuruh menjemput di stasiun."

"Apa paman tahu, dalam rangka apa mama tiba-tiba datang kemari? Kemarin waktu aku menelpon, katanya sedang banyak pekerjaan. Sama sekali tidak ada pembicaraan bahwa mama akan datang kemari," ungkap Marigold dengan suara yang teredam tisu yang menyeka mulutnya.

"Katanya ingin membicarakan soal pertunangan," jawab papa Nina sembari mengunyah.

Tangan Marigold terbanting di pangkuannya. Matanya terbelak horor. Marigold menoleh dan memandang sepupunya dengan nanar.

"Astaga mama. Aku sudah menolak perjodohan itu hingga berbusa-busa. Kenapa mama tidak mau mengerti sih?" seru Marigold gemas.

"Kamu baik-baik saja, sayang?" tanya papa Nina cemas. "Wajahmu terlihat pucat."

"Tidak. Ah ba-baik. Aku baik-baik saja. Aku hanya sakit perut," jawab Marigold sambil menarik nafas panjang sambil mencari solusi yang terbaik.

"Kalau begitu, kamu istirahat dulu. Jam sebelas nanti, ikut paman menjemput mamamu di stasiun."

"Pa," sela Nina sedikit ketus. "Sebenarnya bibi datang jam berapa? Sekarang baru jam sembilan pagi dan papa sudah harum semerbak mewangi. Lalu akan mengajak Marigold berangkat ke stasiun jam sebelas siang. Memangnya kereta bibi datang jam berapa?"

"Jam dua belas."

"Ya amplopku," seru Nina sambil menepuk jidat. "Jam dua belas itu masih tiga jam lagi, papaku sayang. Kenapa ribetnya sekarang?"

"Papa harus menyiapkan beberapa makanan camilan kesukaan bibimu, yang akan dibawa pulang besok. Jadi, papa harus berkeliling membelinya sekarang. Karena papa tidak ingin melewatkan satu menit pun ketika bersama bibimu," ungkap papa Nina sambil berdiri dari kursi meja makan, mengabaikan wajah-wajah yang meringis disana. "Papa berangkat dulu. Bersiaplah jam sebelas. Oke. Bye."

"Dasar sister complex!"

*****

Pukul 11.15. Di mobil papa Nina, dalam perjalanan ke stasiun.

"Nina, gimana nih?" bisik Marigold yang duduk di jok belakang bersama sepupunya. "Aku harus pergi ke Alexander's Hotel sebelum jam satu siang. Jika aku tidak datang atau terlambat, maka aku akan langsung didiskualifikasi. Aku sudah berkorban banyak hal untuk ikut acara ini," keluh Marigold yang merujuk pada kakinya yang keseleo yang sudah mulai pulih, dibully saat di ruang kesehatan. Belum lagi mahalnya biaya tes keperawanan.

"Aku akan mencari celah agar kamu bisa kabur, sebelum kita tiba di stasiun."

"Aduh, sialan! Perutku tegang lagi," keluh Marigold yang mengerutkan kening, menahan perutnya yang melilit.

"Kamu baik-baik saja, Marigold sayang?" tanya papa Nina dari kaca spion tengah. Mobil yang dikendarai sedang berhenti di perempatan lampu merah.

"Perutku melilit lagi, paman."

"Baiklah, nanti kita langsung pulang saja setelah menjemput mamamu," kata papi Nina yang memeriksa ponselnya apakah ada pesan masuk dari kakak perempuannya.

Kesempatan itu diambil Nina yang tiba-tiba memanjangkan tubuhnya untuk membuka sentral lock di pintu pengemudi. Klik. Kunci sentral terbuka. "Marigold.. sekarang waktunya."

"Hei-hei.. Kamu mau kemana, Marigold?!"

"Terima kasih, Nina. Sampai nanti, paman," kata Marigold sambil membuka pintu mobil dan membantingnya cepat. Marigold mengabaikan teriakan pamannya yang memanggil namanya.

Bersambung...


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C15
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous