"Kenapa hanya disitu saja, Anes? Cepat kemari! Beri salam pada Pak Gerry!" Seru Mamy meminta aku untuk menghampiri pria paruh baya itu. Pikiranku kembali jelek lagi, aku yakin kalau papah Alexa mau meminta ku untuk menemani dia malam ini. Buktinya, Mamy mulai memintaku untuk menyapanya. Mungkin setelah itu, Mamy akan memintaku untuk menemaninya pergi. Perasaan ku semakin kacau, bagaimana ini bisa terjadi?
Dua pria yang mempunyai ikatan darah, harus merasakan tubuhku. Pertama Alexander, dan sekarang papah nya, pak Gerry. Aku memang wanita yang kotor, wanita yang tidak pantas untuk mendampingi Alexa. Meskipun aku menolak dikatakan seperti itu, tapi itu memang kenyataannya. Dan hari ini buktinya, aku harus pergi bersama pria yang notabene nya sebagai ayah kandung Alexa.
"Aneska! Kau dengar aku bicara, kan? Kau masih belum bud*g, telingamu masih baik berfungsi lho. Tapi kenapa kau hanya diam saja di situ? Cepat sambut pak Gerry, jangan tidak sopan seperti itu?" Mamy menarik tanganku untuk lebih dekat dengan pria itu, agar aku bisa menyapa dia dengan baik.
" Maaf, membuatmu menunggu! perkenalan, nama saya Aneska!" Ucapku sambil merentangkan tangan ke arah nya.
"Iya tidak apa-apa. Saya Gerry, Gerry Evander. Senang bertemu denganmu. Semoga saja kita bisa lebih akrab lagi, supaya tidak ada jarak di antara kita." Iya. Seperti itu kalau kita mulai berkenalan sebelum pergi, atau sebelum kita main.
Dan pak Gerry ini juga bicara seperti itu, berarti dia memang mau memintaku untuk menemani dia. Oke, menurut ku ini piks. Dia salah satu pria pembooking wanita kupu-kupu malam seperti diriku. Pantas saja Alexander pernah bilang kalau papah nya jarang pulang ke rumah, dia selalu ada tugas pekerjaan di luar kota. Seminggu atau kadang sampai satu bulan dia tidak pulang.
Maka dari itu, Alexa jarang pergi ke luar karena dia harus menemani ibunya di rumah yang selalu sendiri hanya ditemani beberapa asisten rumah tangga saja. Sekalinya Alexa tidak pulang, pasti mamah Alexa selalu tidur di kamar Alexa karena terlalu kesepian berada di rumah sendiri.
"Apa anda mau di temani saya? Sebaiknya langsung saja sekarang! Nanti malam saya ada acara lain." Ku buat keputusan sendiri, sebelum dia yang membuatnya dan itu akan menyusahkan aku saja kalau harus menunggu dia yang menentukan nya. Apapun yang terjadi, aku harus bisa pergi malam ini dengan Alexa.
"Heh! Apa yang kau katakan, Aneska? Jangan sembarangan begitu! Tidak sopan banget kamu." Bentak Mamy tiba-tiba memukul bahu tanganku dengan kesal.
Aku kerutkan kening ini, menatap Mamy penuh kebingungan. Ada apa dengan dia? Tidak biasanya dia seperti ini, saat aku menyapa seorang pria. Dia selalu acuh jika dia sudah mempertemukan aku dengan pria pelanggan. Bahkan dia selalu senang kalau pria itu juga senang akibat aku melayaninya dengan baik.
Tapi kenapa saat ini malah sebaliknya? Dia malah marah, ketika aku langsung menawarkan diri. Apa ada yang salah dengan ucapanku? Atau masih ada yang kurang? Aku menoleh ke arah Pak Gerry siapa tahu dia mendahului ku untuk mengajak pergi. Namun tidak ada membahas tentang itu, dia malah tersenyum saja ke arah ku. Tidak menjawab ataupun menyambut tawaran ku ini.
"Lho, emang ada yang salah dengan ucapanku ini? Ini sudah jadi kebiasaan kita, kan Mam? Emang harus diubah kata-katanya?" Dengan wajah tegang, ku coba urat malu ini hilang di depan papah Alexa.
"Aduh Gerry, saya minta maaf atas sikap Anes! Kamu pasti tidak nyaman dengan sikapnya. Maklum saja, dia sudah terbiasa dengan itu." Mamy terlihat sangat tidak enak hati ketika berbicara dengan nya, dia sampai mau meminta maaf kepada papah Alexa. Kalau begitu, berarti ada sesuatu yang salah dengan ini.
Tapi apa? Kenapa Mamy harus bersikap seperti itu kepada pelanggan yang ini. Apa dia orang spesial dari semua pelanggan yang datang?
"Tidak apa-apa, Ratna. Mungkin dia sedang banyak masalah, jadi tidak fokus saat bicara. Aku juga mengerti, kok." Pria itu berusaha untuk mengerti dengan keadaan ku saat ini.
Rasa penasaran ku sangat besar membuat aku harus memastikan ini kepada Mamy, agar aku tidak seperti orang yang linglung kaya gini.
"Mam, kita bicara sebentar!" Bisikku sambil kupegang tangan nya untuk ku tuntun Mamy menjauh dari tempat itu.
"Ada apa?"
"Siapa dia, Mam? Dia pria yang akan memintaku untuk menemani nya, kan? Terus untuk apa Mamy melarang ku barusan?" Aku bicara tanpa basa-basi, sebab ingin sekali aku tahu apa yang terjadi.
"Bukan. Dia bukan pelanggan mu."
"Bukan, Mam. terus, dia siapa?" Ku buat gigitan di jariku untuk menahan rasa maluku, sebentar ku buat kepalaku menoleh ke arahnya sambil ku anggukkan kepala dengan senyuman kecil ku untuk menghormatinya sebagai tamu kita.
"Makanya kalau mau apa-apa itu harus nya tanya dulu, jangan main sosor saja! Dia bukan mau minta kau temani, tapi kau malah menawarkan diri padanya. Dia tidak mungkin seperti itu. Selain punya istri, dia juga seorang pengusaha ternama. Mana mungkin mau melakukan itu, bisa-bisa mencoreng nama baiknya di perusahaan juga di keluarga nya." Tutur Mamy dengan sangat jelas.
Dan ternyata aku kembali dipermalukan oleh diriku sendiri. Di depan papah Alexa, aku bersikap seperti itu. Seharusnya aku lebih berhati-hati dalam berbicara. Padahal aku tahu dia itu siapa, tidak ada terbesit di pikiran ku tentang hal ini. Mana mungkin orang berakhlak baik, mau main dengan sembarang wanita. Hanya orang-orang bod*h yang akan seperti itu, bukan orang berpendidikan macam pak Gerry ini.
"Kau mau tahu dia itu siapa? Pak Gerry ini adalah orang yang akan membantu kita menyelesaikan masalah ini. Masalah yang akan menjerat kita semua dari hukum." Sebuah pernyataan yang sangat mengejutkan aku kala Mamy menjelaskan tentang hal itu.
"Hukum? Apa maksud Mamy, kita terjerat hukum? Kita bukan orang jahat, mana mungkin kita dihukum mana bukti kejahatan kita? Kita tidak pernah membunuh orang, menipu orang ataupun yang lainnya. Kenapa mereka akan menghukum kita?" Cerocos ku tidak terima dengan pernyataan itu.
Aku berpikir, tentang sesuatu yang tidak mungkin itu harus terjadi terhadap kita saat ini. Sehingga membuat aku marah dengan yang akan mereka lakukan kepada kita.
"Kau ini gimana Sih, bukan kejahatan itu yang akan menjerat kita. Apa kau tidak mengerti?"
"Lalu apa? Kalau bukan kejahatan, lalu apa yang akan membuat kita masuk penjara?"
"Pekerjaan kamu, Mamy, dan kita semua."
"Pekerjaan ku? Maksud Mamy?"
"Ini ada hubungannya dengan penyitaan klub kita, dan merembet ke kita semua. Polisi tahu Kalau Mamy mempunyai kalian. Ini namanya prostitusi, dan Mamy adalah dalang dari semua ini. Mamy terima kalau hanya Mamy yang akan mereka tangkap, tapi mereka melibatkan kalian juga. Mamy tidak mau, ini bukan salah kalian. Kalian bisa seperti ini, karena Mamy yang buat." Tutur kata Mamy seakan membuat nafas ku terhenti.
Wanita yang selama ini aku salahkan karena telah membuat aku jadi seperti ini, ternyata bukan orang jahat seperti dugaan ku. Dia itu baik, dan mau melindungi kita dari masalah yang akan terjadi. Sedangkan dia sendiri juga belum tahu bagaimana nasibnya. Tapi dia masih mau memikirkan keadaan kami semua. Aku tidak menyangka dia sebaik ini.
Ku genggam erat tangan nya, yang saat ini sudah terasa bergetar. Linangan air mata menghalangi bola matanya untuk melihat jelas dunia ini. Dengan wajah sayu nya, Mamy meminta aku untuk melakukan sesuatu supaya dia bisa menyelamatkan aku juga teman-teman ku yang lain.
"Mamy, kenapa jadi seperti ini? Kenapa mereka harus mengusik ketenangan kita? Kita tidak pernah mengusik mereka, kan?"
"Tidak apa, anggap saja ini teguran untuk kita semua. Tapi Mamy ingin kau pergi dari sini! Bawa teman-temanmu yang lain, termasuk Reina!"
"Pergi? Kemana kita harus pergi? Kita tidak punya tempat lain selain di sini."
"Ikut pak Gerry, dia akan membawa kalian pergi dari sini. Dia yang akan menolong kalian, termasuk melepaskan kalian dari pekerjaan buruk ini. Jangan takut! Dia teman Mamy dari dulu, sudah dari lama kita saling kenal. Mamy juga sudah menitipkan kalian pada nya, kalian harus pergi!" Satu kebaikan Mamy yang tidak mungkin aku melupakan itu.
"Terus Mamy, gimana? Apa Mamy juga akan ikut pergi?"
"Mamy akan tetap di sini. Kalian saja yang pergi, kalau Mamy ikut kalian itu sama saja dengan menjebak kalian. Kemanapun aku pergi, polisi akan mengejar ku."
"Tapi, Mam,"
"Pergi! Cepat berkemas dan ajak temanmu untuk pergi! Jangan khawatir kan Mamy! Khawatir kan diri kalian masing-masing."