Maya dan Budi menatap terpaku pada seorang laki-laki tua, bertubuh kurus, dengan wajah galak dan pakaian usang, yang baru saja keluar dari balik pintu depan rumah.
Maya dapat mendengar napas Budi yang tersentak di sebelahnya, dan ia segera menepuk pelan lengan Budi untuk menenangkannya. Maya kemudian melangkah maju dan tersenyum sopan.
"Selamat siang Pak, maaf mengganggu," ucap Maya sambil mengangguk hormat. "Apa Bapak pemilik rumah ini?" tanyanya sembari melangkah mendekat. Sementara Budi yang kakinya seolah terpaku di tanah, berusaha keras untuk bergerak dan mengikuti langkah Maya yang hendak mendekat pada bapaknya.
Jantung Budi berdebar kencang, percampuran antara perasaan sakit, sedih, kecewa, senang, takut dan berbagai emosi lain yang tak terjelaskan. Dengan takut dan ragu Budi menatap orang tua kandung satu-satunya itu. Antara ingin melihat wajah laki-laki yang dibenci sekaligus dicintainya, dan khawatir pernyamarannya akan terbongkar.