Menikah mimpi setiap wanita mlewati masa lajang memilih pria yang sangat mencintainya. Bukan masalah siapa pria yang dinikahi berasal dari kasta apa. Setiap wanita memiliki patokannya sendiri entah ini memang takdir atau takdir yang sengaja dibuat.
Elis berdiri di samping suaminya menyalami satu persatu tamu yang hadir pernikahan mereka sudah sah. Elis nampak cantik terbalut gaun putih dengan wajahnya yang tersenyum.
Di sampingnya ada Reza dan juga ibu dan adik tirinya Selina di luar tampak senang namun tentu saja Selina mengutuk Elis yang berhasil menikahi pria konglemeret. Impian Selina yang direngut Elis.
Retta menyeka air mata buayanya. "Jadilah Istri yang berbakti jaga anakku, Tuan."
"Terimakasih, Nak, Ayah tak pernah melupakan pengorbananmu." Harzan mengenggam tangan anak perempuannya sejujurnya Harzan tak rela melepaskan putrinya. Namun, di samping itu ia juga harus membangun kembali perusahaan yang dibangun dari nol membayar semua hutang perusahaan dan gaji karyawan.
Elis menaruh lengannya di atas tangan sang Ayah ia tersenyum tegar meski di dalam hati Elis ingin sekali teriak rapuh.
"Ayah, tenanglah Elis, kan, tetap jadi putri Ayah."
Reza berpindah tempat jauh ia menuruni tangga, kesal, marah, dan benci Reza begitu tak berdaya saat kakaknya membutuhkan pertolong justru ia tak bisa berbuat apa-apa. Selama ini Elis selalu memenuhi keinginannya meski terkadang kakaknya masih belum cukup memiliki uang ia akan selalu berkata sabar.
Reza berjalan lesu terduduk dari kejauhan. Tak bisa menolong dari keserakahan Ibu dan kakaknya meski Elis bukanlah kakak kandungnya hubungan keduanya jauh lebih dekat.
Harzan dan Retta duduk kembali para tamu mulai menikmati hidangnya mendengarkan alunan musik.
Adinata merapikan jasnya pria itu masih berdiri tegap menyambut tamu yang datang terlambat.
"Kau istirahtlah," ucap Adinata melihat sang Istri yang mulai kelelahan
Elis mengangguk pelan kakinya terasa nyeri berdiri lama dengan memakai heels yang cukup tinggi ia saja yang tak terbiasa memakainya.
Elis berjalan ke ruangan ganti duduk bersandar
"Sekretaris Nayla, apa acaranya masih lama?" tanya Elis melepaskan heelsnya memijat perlahan agar mengurangi rasa nyeri
"Mungkin sekitar 15 menit lagi Nona."
Nayla beranjak pergi kembali ke pesta sementara Elis masih tetap berada di ruangan ganti di temani dua penjaga, ekor matanya melirik ke belakang ia sangat risih jika dua pria ini terus mengikutinya.
Elis mengambil air tetapi tiba-tiba saja Selina datang duduk di samping Elis.
"Pura-pura nggak mau aslinya senang. Jangan terlalu berharap, deh, Tuan Adinata bakalan cinta paling jadi pelampiasan," sindir Selina wajahnya menatap tak suka Elis yang memakai gaun pengantin mewah.
Selina merengut paksa gelas di tangan Elis. "Bentar lagi hidupmu jadi neraka nggak usah sok cantik. Selera wanita Tuan Adinata seperti model."
Elis mengambil kembali gelas kacanya ia menatap.penuh amarah pada Selina, "Kau sebenarnya maunya apa sih?"
Selina berdiri saat melihat dari belakang seorang tangan kanan Tuan Adinata suda datang Ia buru-buru kembali ke pesta.
"Aneh sekali jika mau menikah silahkan saja. Aku juga tidak tertarik dengan Tuan Adinata."
Nayla mengepalkan tangannya wajahnya bersemu merah marah. Bagaimana bisa Elis mengatakan hal yang bisa saja membuat Tuan Adinata marah.
"Sebaiknya Nona jaga omongan," tegur Nayla
Elis menutup mulutnya ia berbalik menengok ke belakang melihat seseorang yang hampir sama suka sekali muncul tanpa di undang.
"Tidak aku hanya, hanya bergurau."
"Terakhir kali saya peringatkan jangan pernah mengatakan apapun apalagi mengenai, Tuan Adinata, sebaiknya mulai sekarang belajar mencintainya."
"He, list itu tidak ada dalam daftar buku yang kau berikan."
"Turuti saja Nona," Nayla berkata dingin.
Elis mengernyitkan dahinya, "Sebegitu sensitif pantes sekretaris ini hampir sama huff aku harus belajar hati-hati."
"Apa yang Nona pikirkan?" tanya Nayla wanita itu masih berdiri menunggu Elis memasang kembali heelsnya.
Dua orang penjaga masih tetap berdiri di belakang Elis.
"Tidak ada, aku hanya berpikir bagaimana cara membuat hati Tuan senang."
Elis tertawa dalam hatinya senang? Tidak mungkin membuat monster itu senang melihatnya saja Elis sangat muak.
Nayla tersenyum simpul ia tahu gadis yang dinikahi Tuannya ini tidak setuju atas pernikahan yang dilakukan orang tuanya.
Nayla cukup mengagumi keberanian Elis baru pertama kali mendengarkan ada wanita yang tak tergila-gila atau bahkan kagum dengan Tuan Adinata. Nyala cukup mengacungi jempol keberanian gadis berusia dua puluh satu tahun ini. Ia berharap keberanian Nona Muda selalu begitu tidak hanya di awal saja.
Elis mengikuti Nayla membawanya kembali ke atas panggung.
Pesta masih meriah para tamu juga menyumbang lagu mulai dari aktris papan atas sampai para pejabat tertinggi.
Elis mengedarkan padangannya mencari sosok lelaki sejak tadi tak terlihat batang hidungnya.
"Selamat, ya, semoga menjadi keluarga yang berbahagia." Gadis dengan gaun belahan dadanya terbuka menatap penuh hangat mempelai pengantin pria namun tatapannya berubah tajam saat menyalami tangan Elis
Elis tersenyum namun tangan wanita itu sangat erat sampai-sampai Elis menahan rasa perihnya karena gadis memakai cincin.
Tatapannya berubah tak suka melihat wanita yang di pilih Adinata sebagai istri tidak sepadan dengan gadis-gadis di luaran sana bahkan jauh dari tipe Adinata.Ia membenci Elis bisa-bisanya wanita kampungan tidak memiliki styel dan wajahnya terlihat biasa-biasa saja menjadi istri Adinata.
"Nayla selesaikan semuanya," ucap Adinata suaranya terdengar lelah ia menuruni panggung pengatin meninggalkan dua orang wanita.
"Kau pikir, Adinata, akan mencintaimu? Bahkan sudah tak terhitung berapa wanita yang bersama menghabiskan malam bersamanya."
Wanita itu mengibaskan rambutnya ke belakang ia maju selangkah berbisik di telinga Elis. "Bersiaplah menjadi yang kesekian, dihamili lalu dicampakkan lihatlah nanti setiap hari wanita akan berganti menghangatkan selimut."
Elis memundurkan wajahnya ia tetap berusaha tersenyum menguasi emosi
"Saya tidak tahu dengan siapa saja wanita bersama Suami saya. Tapi saya Istri sahnya. Saya bisa memuaskan Suami saya tanpa perlu jajan di luar."
Wanita itu tertawa tatapnya berubah sinis, "Oh ya? Jadi kau sekarang merasa bangga lihat saja nanti."
"Saya bangga karena saya satu-satunya yang wanita yang di pilih Tuan Adinata Ghardian sebagai pendamping hidupnya bukan dengan wanita di luaran sana yang hanya mencicipi sebentar tanpa terikat hubungan."
Wanita itu mengepalkan tangannya
"Kau! Tutup mulutmu itu."
"Saya juga tidak tahu siapa anda, Nona sebaiknya urusi hidup Anda sendiri jangan menganggu saya dan Suami."
Elis tak mau harga dirinya terinjak-injak boleh saja harga dirinya sudah jatuh di hadapan Adinata tapi tidak dengan para gadis yang haus pujian ini. Elis tersenyum kemenangan hatinya harus jauh lebih tegar memghadapi cemohan para wanita yang gagal memiliki Adinata.