"Mom! Berhenti bercanda!" Aku berteriak karena aku merasa malu pada Hendrick. Walaupun aku bahagia tapi bukan berarti aku ingin egois.
Mom hanya tertawa dan bahkan Hendrick tidak keberatan. Dia bahkan senang jika Ibu mengatakan itu.
"Lihat? Hendrick bahkan menyukainya. Ya sudah, sana ergi! Nikmati waktumu!" Mom berteriak seraya segera mendorong kami keluar rumah.
Tiba-tiba suasana menjadi canggung. Aku bahkan lupa membawa hoodieku karena Mlm mengusir kami dengan sengaja. Ia selalu senang melihatku berkencan dengan Hendrick daripada dengan Demico.
"Kau ingin aku mematikan AC untukmu?" tanya Hendrick, tahu aku tidak mengenakan pakaian luar atau hoodie.
"Tidak perlu. Aku baik-baik saja, Hendrick."
"Kenapa sih, setiap kali kau pergi denganku, kombinasi pakaian kita selalu sama?" Dia bertanya.
Yah, aku tidak punya jawaban untuknya. Apakah aku semacam peramal yang menginginkan kesamaan dengannya? Terkadang Hendrick selalu bertanya tanpa berpikir. Tapi aku juga tidak peduli, sebab aku selalu merasa senang karena ketidaksengajaan pakaian kami yang selalu sama.
"Aku tidak tahu. Apakah kau tidak senang? Kita bisa kembali ke rumah dan aku akan mengganti pakaianku."
"Jangan marah, Baby. Aku hanya bertanya. Aku senang kita selalu sama dalam hal pakaian," katanya sambil memanggilku dengan nama panggilan favoritnya.
Aku memutar mataku dan menggeram. Aku merasa malu dipanggil olehnya seperti itu ketika aku sudah resmi putus dengan kekasihku.
"Berhenti memanggilku seperti itu. Jika ada yang tahu, terutama Sera, mereka akan mengira kita berpacaran!" seruku.
Hendrick tertawa dan aku memukul pelan lengannya. "Apakah kau khawatir tentang itu? Padahal biasanya kau bahkan tak masalah.
Aku tidak menjawab lagi. Aku langsung membuang pandanganku keluar jendela mobil. Mengatur degup jantungku yang berpacu seolah-olah aku sedang menunggang kuda dan terbawa arus.
Sial! Tentu saja karena status lajangku, otomatis jantungku bekerja lebih cepat jika Hendrick adalah satu-satunya pria yang kumiliki.
"Kau tidak ingin mengenalkanku pada teman-temanmu agar aku bisa berpacaran dengan salah satunya?" tanyaku tiba-tiba.
Aku menatap Hendrick yang mengerutkan kening dan dia langsung menggelengkan kepalanya. "Tidak. Sebaiknya kau tetap melajang sampai seorang pangeran menjemputmu."
"Persetan denganmu, Rick!" Kataku sambil memanggil nama belakangnya.
Kami terdiam sejenak. Aku mendengar beberapa kali ponsel Hendrick bergetar dengan jelas. Meski tidak berdering, tapi aku sedikit terganggu karena Hendrick juga tidak menjawab panggilan itu.
"Jawablah panggilannya," pintaku.
"Biarkan saja. Itu hanya membuang-buang waktuku."
"Siapa ini?"
Hendrik tidak menjawab. Dia segera mematikan ponselnya begitu panggilan berhenti bergetar. Yah, aku tidak ingin bertanya lebih jauh. Jadi kubiarkan saja Hendrick melakukan apa yang ingin dia lakukan.
Aku sangat terkesan ketika Hendrick membawaku ke toko es krim di dekat rumahnya. Toko yang baru saja dibuka, tetapi semuanya tampak mewah.
Secara refleks, Hendrick membawaku masuk dan aku terkejut dua kali lipat karena biasanya, sentuhan Hendrick tidak pernah seperti ini. Maksudku, tidak pernah membuatku merasa diinginkan.
"Kau mau apa?" dia bertanya, melihat menu di konter.
Aku masih memilih es krim apa yang harus kucoba di toko baru ini. Lalu mataku terpaut pada menu Red Wine Vanilla. Wow! Bagaimana rasa es krim anggur merah dipadukan dengan rasa vanilla? Terlihat menarik.
"Red Wine Vanilla," kataku.
"Yah, oke. Tolong satu Red Wine Vanilla dan satu Hazelnut Chocolate," kata Hendrick.
"Apakah Anda ingin menambahkan makanan ringan, Nona?"
"Ya, please! Brownies hitam dan croissant," jawabku cepat.
Hendrick terkekeh dan menggelengkan kepalanya. Kemudian ia mengeluarkan kartunya untuk membayar, sementara aku mencari meja di mana aku merasa nyaman.
Akunsegera menarik Hendrick segera setelah mendapatkan meja yang kuinginkan. Letaknya di posisi akhir dan sangat cocok untuk dua orang.
Tak lama, pesanan kami datang. Aku segera mencobanya dan aku tidak percaya bahwa rasanya bisa senikmat ini.
"Kau ingin mencobanya?" tanyaku sambil memberikan sesendok es krimku padanya.
Meskipun Hendrick menggelengkan kepalanya, satu suapan masuk ke mulutnya dan aku terkekeh. Dia selalu melakukannya, dia tidak mau tetapi tidak menolak ketika aku sudah menyuapinya.
"Omong-ngomong, Demico tadi ke rumahku," Hendrick memberi tahu.
Aku menelan ludahku dengan susah payah. Aku cukup yakin bahwa Demico ke rumahnya untuk meminta bantuannya agar aku kembali kepadanya.
"Well, kau tidak perlu bertanya mengapa dia ke rumah, tapi jangan khawatir, aku tidak akan menyetujui keinginan bodohnya itu."
Alisku naik satu. Tiba-tiba aku teringat ponsel Hendrick bergetar tadi. "Apakah itu telepon dari Demico?"
"Ya."
"Dia juga ke rumah dan memohon," kataku.
"Jangan pernah ada pikiran untuk kembali padanya." Tiba-tiba nada mencekam Hendrick mendominasi sekitarku. Aku tidak tahu kenapa, tapi dia melarangku untuk kembali ke Demico.
Aku mengangkat bahu. "Yah, siapa yang mau kembali juga, Rick?"
"Mayleen, kamu adalah tipe orang yang mudah terpengaruh oleh usaha seseorang. Aku yakin bajingan itu akan melakukan apa saja untuk mendapatkanmu kembali," jelasnya.
Aku hanya terdiam mengingat apa yang dia katakan itu benar.
Setelah aku memutar ulang kenangan yang aku miliki, ternyata aku tidak pernah menolak untuk ajakan mantan kekasihku untuk kembali. Sial! Benar sekali!
"Bukankah itu benar yang aku katakan?" tanya Hendrik.
Aku hanya bisa mengangguk. Lalu pada saat itu juga, Hendrick menggebrak meja kami yang cukup untuk menarik perhatian orang-orang dengan terkejut. "Jangan pernah kembali padanya, oke? Jika aku tahu kau kembali padanya. Aku akan membunuh bajingan itu. Aku tidak ingin kau terluka, itu saja." Aku menganggukkan kepalaku karena Hendrick terdengar serius. Aku juga tidak ingin ada yang terluka karenaku.
Untuk sementara, kami menikmati pesanan kami sampai seseorang datang ke meja kami dan membuatku menatap.
Sera.
Dia menatapku dengan tatapan kesal dan juga menatap Hendrick dengan wajah kecewa. Hendrick tentu saja segera berdiri dan memandangnya.
"Sera, kenapa kau di sini? Ayo bergabung dengan kami," kata Hendrick.
Aku tidak tahu mengapa aku merasa bersalah. Apalagi Hendrick dengan bodohnya mengajak kekasihnyanya untuk bergabung sementara tatapan Sera ke arahku seolah akan membunuhku.
"Bergabung? Apa kau bercanda? Aku melihatmu dan datang ke sini karena aku ingin menangkapmu basah, Hendrick! Kau bersama wanita lain saat aku membutuhkanmu!"
Hendrick bingung dan pada saat yang sama tidak mengerti apa yang Sera maksud. Dia kemudian menatapku dan aku hanya mengangguk agar dia bisa pergi dengan Sera.
"Sera, dia sahabatku. Apa maksudmu? Apakah kau tidak terbiasa dengan aktivitasku?"
"Ck!" Sera kesal. "Kau tidak berpikir aku cemburu melihatmu bersamanya? Setiap waktu? Hah?"
"Mayleen, tunggu di sini. Aku akan segera kembali," katanya saat Hendrick segera menarik Sera keluar.
Aku cukup malu karena beberapa orang yang mendengarkan melihat kami. Apalagi saat tatapan mereka tertuju padaku seolah aku adalah orang ketiga dalam hubungan mereka.
Selama beberapa menit aku menunggu Hendrick yang tidak pernah kembali, akhirnya aku meninggalkan toko itu. Lagi pula, pesananku sudah habis juga.
Aku berharap bisa bertemu Hendrick di luar, tapi apa yang kudapatkan adalah kekosongan. Tidak ada Hendrick atau Sera di luar kedai. Jadi, aku sudah menunggu dengan sia-sia. Sial! Mana di luar begitu dingin! Kalau sudah begini, jelas aku menyalahkan diri sendiri karena tidak memakai luaran. Punggungku tertiup angin malam yang menusuk tulang.
Aku hanya harus tetap berjalan. Memeluk diriku yang merasa kedinginan. Lalu entah kenapa suasana menjadi sangat mendukungku untuk merasa sedih. Aku menangis. Air mataku jatuh dan itu semakin menyakitkanku. Entahlah aku menangis karena merasa terluka oleh Demico atau Hendrick yang meninggalkanku tanpa memberitahuku.
Itu sangat menyakitkanku. Sesuatu dalam diriku seperti disayat oleh pisau. Membuatku semakin menangis saat malam mulai berkabut.
Aku meyakinkan diriku sendiri bahwa aku akan segera pulang. Aku juga harus menyiapkan alasan untuk Mom agar Hendrick tidak bisa mampir karena ada sesuatu yang penting. Ya, lebih baik aku menutupi semua yang mungkin tidak disukai Mom. Karena aku tahu Mom tidak ingin aku disakiti oleh laki-laki.
"Aku bilang tunggu di sana, kenapa kau berjalan dengan punggung terbuka seperti ini, hah?"
Suara Hendrick tiba-tiba seperti terngiang di telingaku. Aku pikir aku sedang halusinasi. Tapi saat aku merasakan wangi jaketnya menutupi tubuhku, aku langsung berbalik.
Dia menatapku heran karena aku menangis. Hendrick langsung memelukku dan tiba-tiba aku semakin menangis di pelukannya.
"Maafkan aku. Kau pasti kedinginan dan menungguku lama, ya? Maaf, Mayleen," katanya.
Aku tidak tahu apa yang dia lakukan dengan Sera, tapi aku bisa mencium bau tubuh Sera di tubuhnya. m Meski begitu, aku tersenyum kecil karena Hendrick berusaha menutupi bau badan Sera dengan parfumnya.
"Aku hanya kedinginan," jawabku singkat.
Sejujurnya, aku ingin bertanya apa yang dia lakukan dengan kekasihnya. Apakah mereka habis bercinta? Brengsek! Aku kesal membayangkan Hendrick bercinta dengan Sera.
selamat datang, selamat membaca.
di buku ini, aku mau memberitahu bahwa chapter 1-25 akan memakai point of view dari Mayleen, si pemeran utama, ya. kemudian chapter 26 ke atas akan memakai point of view orang ketiga. jadi, nikmati ya kak, karena cerita ini akan berlangsung panjang.
jangan lupa dukungannya dan terima kasih. ^^