Télécharger l’application
2.1% Twinkle Love / Chapter 4: Bab 4 Ribut Lagi

Chapitre 4: Bab 4 Ribut Lagi

Selesai membeli buku tulis, pulpen dan beberapa pensil, Alira berjalan keluar toko. Ia kemudian mendekati motor kesayangannya yang berada di parkiran toko buku. Sebelum pulang, Alira akan mampir membeli es campur kesukaan mamanya.

"Ngirit Al ngirit. Udah tanggal tua. Yaelahh, cepet amat sih duit gue habis," Alira terus meyakinkan diri untuk tidak tergoda dengan diskonan yang diceritakan Gea.

Kata Gea, hari ini ada diskon baju-baju cewek, hoodie, dan cardigan di toko langganan Alira. Tapi, uang jajan Alira bulan ini sudah habis. Hanya cukup untuk ia bawa ke sekolah saja.

Kalau Alira membeli hoodie sekarang, seminggu ke dapan Alira tidak punya uang jajan buat ke sekolah. Dan yang jelas, Alira tidak mau meminta uang jajan pada mamanya. Setelah Alira memiliki pekerjaan sebagai penulis dan mendapat gaji, Alira berusaha keras untuk tidak lagi merepotkan mamanya apalagi soal uang jajan.

"Ingat Al! Katanya mau beliin Mama mobil. Harus bisa nabung dong!"

Alira dengan cepat menutup rapat tasnya supaya tidak lagi melihat jumlah uang di dalam dompetnya. Alira kemudian meletakkan tasnya di belakang punggung dan mulai menyalakan mesin motornya.

"Ayo Buk berangkat!"

"Astaghfirullah!"

Alira berseru kencang saat mendengar ada suara di belakannya. Kesal dan marah bercampur jadi satu. Dilihatnya ke belakang dan ditemukanlah wajah menyebalkan musuh bebuyutan Alira.

"Hai cantik," sapa Alingga dengan senyum lebar di wajahnya.

"Turun!" titah Alira cepat.

Alingga menggeleng. "Anterin gue pulang dong."

"Gak! Duit lo banyak, ngapain nebeng sama gue," tolak Alira mentah-mentah.

Tidak hanya Alira, semua yang mengenal Alingga pasti tau jika Alingga berasal dari keluarga kaya raya. Ditambah dengan popularitas Alingga saat ini sebagai penulis novel, membuat nama Alingga semakin mencuat.

"Sekali-kali nganterin gue pulang, nggak bakal buat lo rugi, Al. Malah dapat pahala," ujar Alingga.

"Kalau pun gue mau nyari pahala, enggak dengan cara nebengin lo," sahut Alira.

"Dah sana lo pulang. Ganggu banget!"

"Anterin gue pulang, Al. Lo budek apa gimana sih?" heran Alingga.

"Jangan ngaco kalo ngomong. Kuping gue masih waras seratus persen," Alira terlihat tidak terima dengan ucapan Alingga.

"Yaudah, ayo anterin gue pulang. Rumah kita kan searah," Alingga menunjuk-nunjuk ke arah kunci motor milik Alira.

"Gue nggak mau pulang sama lo, Alingga. Paham bahasa manusia apa enggak?!" ujar Alira lantang.

Beruntung di depan Alira sedang tidak banyak orang yang berseliweran. Bisa malu kalau sampai ada orang yang mendengar Alira berdebat dengan Alingga.

"Ngapain lo lihat-lihat gue?! Kena sawan baru tau rasa lo," Alira menatap tajam ke arah Alingga.

Alih-alih merespon ucapan Alira, Alingga masih terus menatap Alira tanpa beralih sedikit pun.

"Risih tau, Al. Jauhan sana," satu tangan Alira mendorong bahu Alingga untuk menjauh darinya.

"Lo sadar nggak sih?" tanya Alingga membuat Alira mengerutkan keningnya.

"Sadar apanya? Lo kalo ngomong jangan setengah-setengah dong," protes Alira.

Apa saja topik pembicaraannya. Alira pasti tidak bisa menahan emosi jika lawan bicaranya Alingga.

"Cantik," satu kata keluar dari mulut Alingga.

"Lo kelihatan dua kali lebih cantik kalo lagi marah, Al" imbuh Alingga dengan senyum menawan.

Gilak! Alira berusaha untuk bersikan senormal mungkin. Jangan sampai ia terlihat gugup hanya karena ucapan konyol yang keluar dari mulut Alingga.

"Basi banget," sahut Alira setelah beberapa detik terdiam.

"Pasti copas dari tulisan di novel lo, kan?" tebak Alira. "Kalo lo mau uji coba, jangan ke gue, Al. Cari cewek lain biar dapat respon yang memuaskan."

Alingga tampak berdecak kesal. "Nggak normal lo, Al"

"Masa lo nggak baper sih digituin? Padahal lo selalu bilang kalo lo itu gampang baperan."

"Kapan gue bilang gitu? Ngasal banget kalo ngomong," tukas Alira.

"Psycho, But I Love You."

Alira menoleh saat mendengar Alingga menyebut salah satu novel buatannya.

"Serem sih, tapi udah buat gue jatuh cinta sejatuh-jatuhnya," Alingga mengucapkan satu kalimat yang ada dalam novel tersebut.

"Gimana? Lo udah suka sama gue atau belum?" kedua mata Alingga menatap lurus ke arah Alira.

Seakan pertanyaan tersebut berasal dari dalam diri Alingga sendiri. Alira yang mendengarja saja, hampir terlena dan terbawa perasaan.

"Ciee yang baper cieee," Alingga mencubit hidung mungil Alira.

"Ih, Al! Sakit tau!" Alira menjauhkan dirinya dari Alingga, mengusap-usap hidungnya yang berubah merah karena ulah Alingga.

"Lo pasti lagi bayangin kalo gue beneran nembak lo, kan?" goda Alingga.

"Gak! Jangan sok tau," elak Alira.

Mau dibawa kemana harga diri Alira jika Alingga tau dirinya barusaja kecolongan karena ucapan Alingga. Bisa-bisa Alingga kegeeran dan menganggap jika Alira menyukainya.

"Coba aja lo lebih kalem dikit. Pasti gue udah suka sama lo, Al" kata Alingga dengan suara berat.

Alira terdiam di tempat. Mencerna kalimat yang barusaja diucapkan oleh Alingga untuknya. Gara-gara memikirkan hal tersebut, Alira tidak sadar jika Alingga sudah tidak ada lagi di belakangnya.

Benarkah? Alingga akan menyukainya jika ia menjadi perempuan anggun? Tidak tidak. Tentu saja Alingga hanya membual dan berniat membohongi Alira.

"Cukup, Al. Lo nggak boleh baper sama cowok modelan Alingga."

***

Di rumah Alingga, senyuman di wajahnya tidak kunjung sirna. Menjahili Alira selalu berhasil mengembalikan mood Alingga. Yang tadinya Alingga merasa harinya hancur, mulai terobati setelah melihat wajah Alira.

"Lo emang cantik, Al" Alingga melihat foto Alira dari akun sosial media milik gadis tersebut.

"Tapi susah buat digapai," imbuh Alingga sembari merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Kembali mengingat kehidupannya yang tidak kunjung ada perubahan. Masih sama. Dan akan tetap sama.

"Hidup tapi seperti orang mati."

Alingga tidak bisa merasakan adanya kehidupan di dalam rumahnya. Setiap kali berada di rumah, hanya ada amarah yang tertinggal dalam diri Alingga. Kenangan pahit yang belum juga berhasil Alingga lupakan.

Setelah perceraian kedua orangtua, Alingga tidak lagi bisa merasakan hangatnya keluarga. Hak asuh Alingga jatuh ke tangan papanya, tapi papanya sendiri sekarang justru sibuk bekerja. Saat kembali mengingat alasan perceraian kedua orangtuanya, Alingga benar-benar ingin marah pada papanya.

Sedangkan mama, perempuan tersebut masih aktif menghubungi Alingga. Sesekali Alingga menemui mamanya yang saat ini sudah sukses dengan bisnis kulinernya. Alingga ikut bahagia mengetahui jika mamanya dalam keadaan baik. Jika saja dulu Alingga bisa memilih, ia akan memilih tinggal bersama mamanya.

"Nggak," lirih Alingga. "Rasanya bakalan tetap sama."

Alingga yang berbicara, Alingga juga yang mengelaknya. Ia yakin tidak akan berbeda rasanya jika ia tinggal bersama mamanya. Baik papa maupun mama sama-sama sibuk bekerja. Tidak akan bisa mendampingi Alingga setiap saat.

"Kehidupan yang sempurna itu cuma ada di dunia fiksi," kata Alingga kemudian terkekeh pelan.

Tidak lama setelah itu, Alingga beranjak dari tempat tidurnya. Menuju ke meja belajar kemudian membuka macbook miliknya. Ada banyak revisian yang harus Alingga kirimkan ke editor hari ini juga.

Menyibukkan diri. Satu hal yang saat ini Alingga lakukan untuk menutupi kesedihannya.

***

02102021 (20.00 WIB)


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C4
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous