Télécharger l’application
40% I was born to be a God / Chapter 10: Zero Point

Chapitre 10: Zero Point

"Gitu?"

Leon menjelaskan apa yang didengarnya saat menerima Telephone dan membuatku berpikir keras.

"Ya kak, Peternakan diserang virus, perkebunan dan pertanian juga diserang hama, Ibu dan Ayah terpaksa tinggal lebih lama disana, selain itu mereka menggadaikan Surat Rumah kita ini untuk membiayai kerugian yang mereka alami."

Dadaku terasa panas.

Masalah datang bertubi-tubi. Tak sengaja aku menatap Leon dengan tajam. Ia yang tak memahami apa yang kurasakan menundukkan pandangan.

"Ini bukan salah kita, Dek..."

Aku membalikkan badan dan melepas kaos futsalku.

Bergegas berlari keatas.

Semua ini akan membuatku lebih siaga.

.

..

...

"Kak, ini sudah larut malam. Karpetmu basah semua dibanjiri keringatmu sendiri."

Leon berada di tingkat atas kasur susun kami. Sepertinya ia terbangun dan sadar kalo aku belum tidur.

"Aku sempat istirahat sebentar tadi siang. Nanti juga dibuat istirahat 1 jam sudah segar lagi."

Tubuhku dilapisi kilap keringat, aku bisa melihatnya di cermin.

Leon sepertinya mengabaikanku dan tidur lagi.

.

..

...

Aku terbangun dan melihat cahaya mentari sudah masuk kedalam kamarku lewat sela jendela.

"Leon! Kenapa nggak bangunin aku!"

Kubanting tubuhku turun dari kasur setelah menyadari bangunku kesiangan!

Lari ke kamar mandi, dan bergegas mengguyur seluruh tubuh tanpa peduli pintu kamar mandi yang belum kututup.

Setelah memastikan seluruh tubuh kubersihkan dengan sabun, pewangi, sampo, dan terakhir menyikat gigi dan berkumur, kupacu kecepatan menuju kamar dalam kondisi tanpa busana.

"Hai, Dewa Awaland!"

WAPAAA????

Seorang gadis bertubuh mungil dengan rambut diikat kebelakang, mengenakan kaos tank top hitam dan celana pendek mini yang panjangnya nggak sampai setengah paha tiba-tiba berada di kamarku!

"Siapa kau!!??"

Wajahnya yang dingin terlihat begitu tenang.

Pertanyaanku tak lekas dijawabnya.

"Di daerahku, aku adalah penyusup dan pemburu handal, jadi kurasa kau akan membutuhkan bantuanku untuk melindungimu."

Suara imutnya terkesan mendesah dengan sedikit serak.

"Aku tak mengenalmu! Sebutkan namamu!"

Seseorang yang tiba-tiba masuk ke kamar orang lain tanpa ijin ketika pemilik rumahnya lagi mandi pasti orang mesum!

Hah...

Oh iya... aku baru selesai mandi dan badanku nggak tertutup apapun!

"HAAA!!!"

Kututupi penisku dengan kedua tangan sambil menundukkan tubuh serendah-rendahnya.

"Telmi banget... Kok bisa cowok sepertimu jadi Dewa di Awaland..."

Benar-benar nggak berperasaan! Bahkan ekspresinya nggak berubah walaupun melihat tubuhku yang bugil. Padahal tubuhku membuat teman sekelas dan bu Margaretta terpesona!

"Ngomong-ngomong, namaku adalah..."

Mendadak gadis cilik ini akan menyebutkan namanya dan...

"Rebella..."

.

..

...

Juan : "Apa yang kau incar dariku, Rebella?"

Rebella : "Kerjasama..."

Juan : "Jika aku menolak?"

Rebella : "Aku mendapat cukup banyak Informasi, singkatnya, satu pihak bersekutu untuk menjatuhkanmu dengan cara kotor."

.

..

...

Kehidupanku sudah tak lagi nyaman seperti sebelumnya.

Kemunculan Rebella, salah satu petarung wanita terbaik saat masih di Awaland, membuktikan bahwa sebentar lagi kehidupanku akan mencapai titik tersulit.

Potongan ingatan menghubungkan informasi antara Tamasha, Brunott, dan Rebella.

Bertemu dengan sosoknya langsung ternyata mempengaruhi lebih banyak faktor dalam ingatan.

Lalu, entah bagaimana caranya Rebella bisa masuk ke kamarku dengan penjagaan diluar seperti itu?

Rebella : "Kau sudah sadar latar belakang beberapa orang. Beberapa diantara orang-orang sepertiku memiliki banyak kelebihan dibanding denganmu."

"Jika kau salah memutuskan, kau akan menyesal karena terlambat."

Rebella berdiri dengan tenang.

"Berhenti..."

Aku nggak akan membiarkannya pergi begitu saja.

"Kukatakan padamu Rebella..."

"Jika kau berada di pihak yang berani mengusik kehidupanku..."

"Aku tidak akan memandang siapapun!"

.

..

...

Rebella keluar dari jendela, dan menghilang saat aku mencoba mengejarnya.

"Ninja..."

Apa kehidupan normalku sudah berakhir?

"Untuk membuatmu tersadar secepatnya, sebelum semuanya terlambat, aku akan mengatakan kepadamu sesuatu!"

Suara ini!

Aku menoleh kearah pintu kamarku yang posisinya berlawanan dengan jendela kamar yang digunakan Rebella untuk keluar.

"Manipulator!"

Dua orang masuk ke rumahku, bahkan kamarku seenaknya...

"Kau sudah sadar perbedaanmu dengan yang lain?"

Pandangan matanya, selama ini pandangan mata kami belum pernah bertemu.

"..."

Akhirnya secercah kepingan ingatan muncul.

"Kau..."

Dia adalah Manipulator...

Sebelumnya, dia mempunyai kemampuan 'Manipulasi'...

"Ya Juan, namaku adalah..."

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

Hari ini kulalui dengan baik sesuai jadwal yang kuterapkan.

Ingatanku akhirnya kembali.

Hanya mendengar satu nama, semuanya bisa kuingat.

Jadi, berbeda dengan sebelumnya.

'Aku sudah lelah bersaing menjadi Dewa di Awaland.

Kini aku ingin menjadi manusia normal seperti kebanyakan orang lainnya setelah aku kembali ke dunia Nyata.

Ya...

Aku sudah pernah bersaing untuk menjadi Dewa di dunia lain.

Dan itu melelahkan.

Kau akan sadar betapa gilanya orang-orang yang terpilih untuk mengisi posisi Dewa.

Dan ketika mengingatnya, itu Mengerikan.'

.

..

...

"Juan, kamu pagi ini kelihatan beda banget!"

Suara Vera mengejutkan lamunanku.

"Eh, Vera juga merasa gitu ya?"

Sena membalas ucapan Vera.

Aku beranjak dari bangku setelah mengemasi barang-barangku.

apa aku juga harus sampai menjawab pertanyaan konyol mereka.

"Beda gimana...?"

Mereka berceloteh kesana kemari, terserah'lah.

Sembari mendengar celotehan mereka, aku melangkahkan kaki keluar ruangan karena Jam Pelajaran sekolah sudah berakhir.

Memang pagi ini aku merasa lebih baik setelah kejadian kemarin. Jadi mungkin ucapan mereka nggak salah.

"Ujian akhir Semester ini siapa yang bakal mendapat posisi pertama ya?"

Sena menarikku kearah papan pengumuman.

Semua siswa dan siswi berbaris melihat papan pengumuman nilai itu.

"Pasti Brilliana! Ya 'kan, Juan?!"

Mereka melihatku dengan pandangan aneh.

Ya, setelah Sena memanggil namaku, serentak semuanya menoleh kearahku.

Aku yakin pasti ada perubahan drastis dalam nilaiku.

Sena berlari kearah papan itu dan yang mengejutkan barisan siswa terbelah memberi jalan baginya untuk lewat.

"Ah, terimakasih-terimakasih! Lihat-lihat, Juan..."

Sena melongo... tak lama ia menoleh kearahku....

"JUAN POSISI DUA!!!"

Hei, kenapa seheboh itu?

Konyol sekali merasa bangga dengan hal itu ketika ingatanku saat berada di Awaland kembali seperti ini.

"Baguslah..."

Setidaknya mereka nggak akan menilaiku sombong karena reaksi datarku.

"Aku harus pulang duluan, Sena."

Mereka masih melihat kearahku walaupun aku sudah berjalan menjauh.

Sesaat setelah 'Bajingan' itu mengucapkan namanya, ingatan dan instingku perlahan kembali. Beban berat yang kualami dan kurasakan saat berada di Awaland mendadak menimpa hati, otak, dan jiwaku.

Ketika bangun, aku nyaris terlambat.

Ya, kemarin setelah kehadiran Rebella dan Bajingan itu, akhirnya aku bolos karena tertidur setelah ingatanku kembali.

Leon membangunkanku mati-matian karena takut 'Tidur Abadi' itu terjadi lagi padaku.

Namun berkat Bajingan Bangke itu akhirnya perlahan semuanya kembali.

Aku merasa pengalaman, pengetahuan, kebijaksanaan, kekuatan, kecepatan, kemampuan, dan keterampilan yang kuperolah dari Awaland perlahan berkumpul.

"Benar nih Juan, kamu pagi ini terasa beda banget."

Sena lagi-lagi mengulangi hal yang sudah jelas.

Aku tersenyum kecil menanggapinya.

Pikiran dan tubuhku lelah setelah Ingatan Dewaku kembali.

Jadi kenapa nggak bisa sejenak saja aku bersantai.

Ketika berjalan melewati lapangan yang digunakan untuk bermain futsal seperti sekarang ini, aku jadi ingat sebelum menjadi Dewa di Awaland aku sangat gemar berlatih futsal.

Pikiranku mengenang hal-hal itu, dan walaupun aku sadar sebuah bola melaju kearahku dengan kecepatan tinggi, entah kenapa aku tak ingin menghindarinya.

Jika aku berkehendak, sebelum menghantam wajahku bola itu akan terpantul kearah lain.

BUAKKK!!!

"Waahhh!!! Juan!!!"

Semua orang panik, padahal bola itu benar-benar nggak mengenaiku...

Ya, bagiku bola itu melaju seperti biasa, ketika hembusan angin yang ditimbulkan laju bola itu menyapa, saat itu pula aku memantulkan bola itu dengan kecepatan yang hampir sama. Seolah bola itu sudah menghantam wajahku sebelum memantul.

"Wajahmu, wajahmu kena hantam bola Juan!"

Aku sedikit merunduk dan menutupi wajahku, akan aneh jika mereka menyadari aku nggak kesakitan sama sekali.

"Mmmguak... nggak papa..."

Ya Tuhan... sampai-sampai aku harus berakting seolah-olah terhantam bola.

Eh... barusan aku bilang ya Tuhan? Haha... konyol...

Sebentar lagi, ketika aku sudah bertemu dengan semua orang yang berhubungan dengan Awaland, aku yakin kemampuanku yang kembali akan jauh lebih baik dan membuatku pantas merasa Dewa.

.

..

...

Sampai juga di rumah.

Tapi kenapa sepertinya banyak tamu?

Leon juga berdiri didepan rumah.

"Kenapa dek?"

Setelah mendengar suaraku Leon berjalan cepat kearahku.

"Rupanya sudah lama Bapak dan Ibu berhutang untuk operasional Peternakan, Perkebunan, dan Pertanian di Kampung Halaman."

"Dan ketika semuanya merugi, pengusaha yang meminjamkan hutang kepada mereka menagihnya. Namun karena Mereka berdua nggak punya dana..."

"... Mereka menyita rumah kita dan isinya..."

Aku memotong penjelasan Leon.

Pelajar SMA Samudera disekeliling kami tak bisa melakukan apapun. Mereka tak bisa mencegah sesuatu diluar kekuasaan mereka.

Wajah Leon yang terus melihat kearahku seolah menungguku untuk bereaksi. Remaja sepertinya nggak mungkin bisa menemukan solusi untuk masalah ini.

"Apa Bapak dan Ibu sudah menghubungimu, dek?"

"Tadi kucoba menghubungi mereka, tapi nggak bisa, kak"

...

Firasat...

Tidak, bukan firasat...

"Tak masalah..."

Aku membisikkan suara yang mungkin terdengar pula oleh Leon.

"Tak masalah, maksudmu, kak?"

Senyumku tersimpul dengan sendirinya.

"Sebentar lagi, Dokter Eghar, perwakilan Tamasha akan datang dan menolong kita..."

Tanpa pikir panjang, tiba-tiba kalimat itu keluar dari benakku.

"Bagaimana..."

Leon ragu dan tak sanggup meneruskan kata-katanya.

"Kalian bisa tinggal di Apartment milik Tamasha!"

Ini suara Dokter Eghar, dia datang tepat waktu, persis setelah ucapanku barusan.

"Hah?! Kok bisa kak?"

Leon memasang wajah heran hingga terlihat seolah pucat.

Aku tersenyum ringan setelah semua yang terjadi ini.

Sebagai ganti dari kehidupan yang sulit, aku mendapatkan kemampuan ini.

Mungkin, semakin sulit penderitaan yang aku alami, sebagai gantinya kemampuan yang kumiliki di Awaland akan semakin cepat kembali.

Dokter Eghar turun dari mobilnya dan berbicara dengan orang-orang yang ada disekitar rumahku.

"Kalian bisa mengambil barang berharga yang berguna milik kalian didalam rumah sebelum meninggalkan tempat ini."

Baguslah.

"Masuklah Leon, mulai sekarang ingatlah, bahwa kehidupan kita akan berubah..."

Leon bergegas masuk setelah mendengar kata-kataku.

.

..

...

Tamasha benar-benar membantu kami dengan mengutus Dokter Eghar.

Barusan Sebuah Container berhenti didepan Jalan Raya. Ia bilang kendaraan ini perlu digunakan untuk memindahkan barang-barang kami.

Setelah memahami konsep yang sedang terjadi, aku memilih membawa sedikit barang yang berfungsi darurat. Biarkan Leon membawa apapun yang ingin dibawanya.

Setelah beberapa menit, barang-barang kami sudah berada didalam Container.

Kami berangkat menuju Apartment Tamasha dengan menggunakan mobil bersamaDokter Eghar, diikuti oleh Container tadi.

"Apartment yang kusiapkan untuk kalian berada persis disebelah tempat tinggal Tamasha."

Dokter Eghar membuka topik bahasan setelah berada didalam mobil.

Arnold fokus mengendarai mobil itu, sementara Leon menunjukkan wajah bingung.

"Kak, aku merasa sangat kehilangan dan bingung dengan kejadian bertubi-tubi ini, tapi kulihat kau biasa saja..."

ucapan Leon membuat Tamasha dan Arnold hening.

"Aku mendapatkan ganti yang setimpal, dek."

Jawaban singkatku tak mungkin dipahaminya.

"Bersiaplah untuk kehilangan lebih dari ini, Dewa Rendahan."

Tak sepertiku, Dokter Eghar dan Leon terkejut oleh suara ini, tak terkecuali Arnold.

Bajingan itu duduk persis disebelah Leon. Aku sudah menyadarinya dari awal.

Jadi, Dokter Eghar duduk didepan, disebelah Arnold yang mengendarai mobil ini.

Awalnya semua orang akan mengira aku dan Leon duduk berdua dibaris tengah mobil.

Lalu si Bajingan ini muncul disebelah Leon, sehingga membuat Leon berada ditengah-tengah antara posisi duduk Bajingan itu dan posisiku.

"Jangan membuatku kesal, berhenti berkata aku akan kehilangan lebih dari ini."

Kali ini, setelah ingatanku kembali, aku lebih tenang menghadapinya.

.

..

...

Kami sampai di Apartment yang dimaksud. Sebuah bangunan tinggi dan luas yang terdiri dari puluhan bahkan mungkin ratusan kamar.

"Jadi kamar kami ada di lantai berapa Dokter?"

Leon sepertinya sangat tertarik, bisa-bisanya dia lupa bahwa tadi mengatakan 'merasa sangat kehilangan'...

"Seluruh bangunan ini bisa jadi kamar kalian."

"Buset!"

Ups... Walaupun sudah sampai pada Fase ini, aku nggak bisa mengendalikan diri karena terkejut mendengar jawaban Dokter Eghar!

Wah-wah-wah, bangunan mewah ini seluruhnya untuk kami berdua?!

Jika Ayah dan Ibu mendengar ini, mereka pasti senang sekali!

"Bisa kau lihat kan, bajingan, aku nggak kehilangan apapun, malah mendapat lebih."

Aku menatap Bajingan itu dengan tatapan tajam.

Ia hanya menunduk, hawa disekitar tubuhnya mendadak melemah.

Tubuhnya bergerak lemah kearah Leon.

Seketika itu aku merasakan firasat buruk yang sangat kental, kuat, dan padat.

Seolah aku melihat semuanya dengan sangat lambat.

Semakin lambat gerakan yang kulihat, semakin sesak dadaku, Firasatku makin buruk.

Zahal, bajingan ini melakukan sesuatu yang seharusnya lebih dulu kulakukan...

Ia menjatuhkan tubuhnya kearah Leon...

Tubuh Leon terdorong kearahku, namun jarak antara kami begitu jauh.

Aku tak mau melihat dengan detail apa yang terjadi.

Zahal menjatuhkan tubuhnya kearah Leon, ia memeluk adikku disaat seharusnya akulah yang melakukan itu...

Sesak... Dadaku...

Perih... Bola mataku...

Basah... Pelupuk mataku...

Hilang... Suaraku...

Tanganku kugerakkan secepat mungkin, berharap bisa bergerak beberapa detik lebih cepat.

Tanganku terayun kearah dimana seharusnya kutarik kepalanya kearahku sebelum hal ini terjadi...

Semua benar-benar terlihat begitu lambat dan menyiksa...

Percikan cairan merah memancar cepat, disusul terlemparnya... pecahnya...

"UGHROOOOOOOOOOOOAAAAAAAAA!!!!!"

.

..

...

'This is his Zero Point...'

Dunia ini kejam, namun kekejaman itu akan berbalik kepada mereka yang melahirkan kekejaman itu...


Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C10
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous