Télécharger l’application
12.5% The Misterious Man / Chapter 2: 2. Orang Misterius

Chapitre 2: 2. Orang Misterius

25 Agustus 2021, Pinggiran Hutan Pinus, Bandung.

Malam itu hujan turun rintik-rintik saat seorang gadis dengan seragam putih abu-abu baru saja turun dari mobil angkutan umum. Gadis itu harus berlatih keras untuk persiapan olimpiadenya di sekolah, itulah kenapa dia pulang selarut ini.

Jalanan menuju ke rumahnya tampak lenggang dan sepi, tak ada satu pun orang di sana, mungkin karena hujan deras yang mengguyur kota sejak sore tadi membuat orang-orang enggan ke luar rumah. Biasanya dia menggunakan jasa ojeg untuk sampai ke rumahnya. Tetapi, karena malam ini tidak ada satu pun tukang ojeg, maka terpaksa dia harus berjalan kaki. Jarak dari jalan raya ke rumahnya memang tidak terlalu jauh hanya saja harus melewati gang yang berbelok-belok, sedikit mencekam apalagi dengan suasana seperti ini.

Gadis itu menerobos rintik hujan begitu saja hanya dengan menggunakan telapak tangan sebagai pelindung kepalanya, dia ingin segera sampai di rumah. Bulu kunduknya mulai meremang saat dia mulai berbelok di gang pertama. Suasana malam ini begitu gelap gulita, kalau bukan karena sinar dari pancaran petir yang sesekali menyambar mungkin gadis tidak bisa melihat jalanan.

Greysia—nama gadis itu, harus berkali-kali menoleh ke belakang karena dia merasa ada seseorang yang sedang mengikutinya sejak mulai memasuki gang. Jalanan kecil dengan tembok-tembok tinggi di kanan kirinya membuat Greysia semakin merasa takut.

Dia mempercepat langkahnya, napas Greysia terengah-engah karena ritme jantungnya berdegup semakin kencang. Apalagi saat dia melihat ada sekelebatan sosok berjubah hitam yang sesekali tersorot kilatan petir. Itu berarti firasatnya memang benar, bahwa orang berjubah hitam itu memang mengikutinya.

Kini tibalah ia di sebuah gang dengan rumah yang sudah tak berpenghuni di kanan kirinya. Ketakutan Greysia semakin bertambah, dia enggan melewati gang ini. Tapi, taka da jalan lain menuju ke rumahnya selain melewati jalan ini. Kaki dan tangan Greysia bergetar hebat, dia sampai kesulitan menelan salivanya sendiri.

"Ayo, Grey. kamu pasti bisa melewati semua ini," tekad Greysia dalam hati. Dia menoleh lagi ke belakang, orang berjubah hitam itu sudah semakin dekat. Tak ada waktu lagi untuknya selain harus membernikan diri melewati jalan itu.

Greysia semakin mempercepat setiap langkahnya, derasnya air hujan yang menimpa wajah tidak lagi dia perdulikan, cipratan air hujan yang mengenai rok abu-abunya pun tak ia hiraukan. Bahkan, dia berjalan tanpa memperhatikan sekelilingnya. Yang ada dalam pikiran Greysia saat itu adalah bagaimana caranya agar dia bisa cepat sampai di rumah. Tetapi sialnya, tiba-tiba saja kaki Greysia tersandung batu yang cukup besar sehingga membuat gadis itu terjerembab ke tanah yang basah karena tergenang air hujan.

"Aw …," ringis Greysia sambil memegangi pergelangan kaki yang memerah akibat terantuk batu. Tampaknya kaki Greysia terkilir karena terasa begitu sakit ketika dia mencoba untuk menggerakannya.

Kelopak mata Greysia yang sipit itu terbelalak sempurna saat melihat laki-laki berjubah hitam itu ternyata tinggal beberapa langkah lagi saja di depannya. Dari postur tubuhnya, Greysia bisa langsung menebak bahwa orang itu adalah laki-laki. Tapi sayang, wajah orang tersebut sama sekali tidak terlihat karena tertutup oleh tudung hitamnya.

Napas gadis itu sedikit tersengal karena rasa takut yang menguasai dirinya membuat dia menjadi kesulitan bernapas. Apalagi jantungnya sudah terasa akan copot sebentar lagi.

"Apa itu?" gumam Greysia. Pandangannya tiba-tiba saja terfokus pada benda yang di pegang oleh orang itu di tangan kanannya. Benda tersebut tampak berkilat seperti sebuah besi. Semakin dia mendekat, maka semakin jelas terlihat oleh Greysia bahwa benda yang di pegang oleh laki-laki itu adalah sebilah pisau yang tajam.

Sontak saja Greysa langsung menangis histeris karena ketakutan sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Dia merangkak mundur untuk menghindari laki-laki yang sekarang sudah bediri tepat di hadapannya itu.

"Tidak, jangan … jangan bunuh aku, kamu jangan berani menyakitiku," pinta Greysia sambil menangis untuk meminta belas kasihan.

Greysia mencoba untuk berdiri dan kemudian berlari sekencang-kencangnya. Tapi kaki Greysia terlalu sakit untuk melakukan itu, hingga dia harus berkali-kali terjatuh ketika mencoba untuk bangkit. Sementara orang berjubah itu seperti sengaja memainkan pisaunya agar membuat Greysia semakin ketakutan.

"Jangan, aku mohon jangan bunuh aku, jika kamu mendekat maka aku akan berteriak." Greysia menautkan kedua tangannya di depan dada sebagai bentuk permohonan. Tetapi sepertinya laki-laki tersebut sama sekali tidak merasa iba pada gadis malang itu. Dia justru semakin mengangkat pisaunya tinggi-tinggi dan bersiap menusukannya pada Greysia.

"Tak ada yang bisa mendengar teriakanmu di sini." dia menyeringai dibalik topengnya.

"Ya Tuhan … tolong kirimkanlah seseorang untuk menolongku," rintih Greysia dalam hati. Sudah tidak ada lagi yang bisa dia lakukan dengan kondisi kaki seperti ini, berteriak pun akan percuma rasanya karena gang ini cukup jauh dari pemukiman. Greysia hanya bisa menangis sambil memjamkan mata, dia sudah pasrah jika ini memang akhir hidupnya. Mungkin inilah saatnya dia menyusul sang Ibunda ke alam baka.

Greysia menutup telinganya dengan tangan, dia tidak ingin melihat atau mendengar apa pun, biarlah jika pisau itu akan tertancap di tubuhnya sebentar lagi, asalkan dia tidak melihatnya.

"Ini adalah saatnya kamu mati," seru laki-laki itu dengan suara yang bergema di balik masker hitam yang menutupi wajahnya, dia lalu mengayunkan pisau dan akan segera menancapkannya tepat di jantung Greysia.

"Aaaaaa …." Gadis itu menjerit sekuat tenaga agar tidak terlalu merasakan sakit pikirnya. Tetapi beberapa detik kemudian dia baru sadar kalau tak ada satu pun bagian tubuh yang terasa sakit, kemudian dia meraba tubuhnya dengan mata tertutup. Tak ada benda apa pun yang tertancap di sana, dia masih baik-baik saja. Lalu apa yang terjadi? Derasnya air hujan beserta teriakannya sendiri membuat dia tidak bisa mendengar apa pun. Maka perlahan gadis itu membuka matanya.

Greysia terkejut setengah mati dengan apa yang apa yang di lihatnya, pisau tadi sudah tergeletak di tanah tepat di depan Greysia, sementara laki-laki berjubah hitam tersebut sudah terjengkang beberapa meter di depannya.

Gadis itu masih tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi, lalu dia menoleh ke belakang. Ternyata ada seorang laki-laki dengan celana dan jaket serta topi hitam berdiri tepat di belakangnya. Laki-laki itu juga memakai masker dan kacamata hitam sehingga wajahnya sulit di kenali.

Dia lalu berlari menerjang laki-laki berjubah hitam tadi yang baru saja berusaha bangkit. Perterungan sengit pun terjadi di antara keduanya. Sementara Greysia hanya terbengong-bengong melihat semua kejadian yang sedang dilihatnya, dia tidak mengerti dari mana datangnya dua laki-laki dengan pakain serba hitam itu. Lalu apa pula hubungan kedua laki-laki itu dengan dirinya?

Seingat Greysia, dia sama sekali tidak punya musuh di mana pun, semua orang menyukainya karena dia memang gadis yang baik, ramah, pintar dan ceria. Lalu kenapa pula ada orang yang berniat jahat begini padanya.


L’AVIS DES CRÉATEURS
Uul_Ulhiyati Uul_Ulhiyati

Mungkin di Bab ini kalian akan sedikit kebingungan, tapi percayalah ini sangat berkaitan dengan prolog

Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C2
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous