Tak terasa sudah hampir 13 tahun ini Aryanti dan Kathriena tinggal bersama. Kini Aryanti sudah bekerja sebagai pemetik daun teh di daerah Buitenzorg, tanah kelahirannya. Aryanti sudah tidak tinggal dengan Cahyanti, ia memilih mencari rumah untuknya tinggal bersama Kathriena. Ia tak mau terus menerus bergantung dan merepotkan Cahyanti. Dengan berat hati, wanita itu mengizinkan Aryanti dan Kathriena pergi dari rumahnya. Aryanti membeli rumah kecil di dekat perkebunan teh yang tak jauh dari rumah Cahyanti.
Umur Kathriena pun sudah menginjak 13 tahun, selama itu pula Aryanti tidak pernah bertemu dengan ibunya lagi. Maryanti yang saat itu memutuskan untuk kembali ke Batavia ternyata tak dapat kembali lagi ke Buitenzorg. Sebastiaan Veerle telah membunuh Maryanti di hadapan semua jongosnya. Anto, seorang jongos yang bekerja di keluarga Veerle begitu menyayangi Maryanti. Ia sudah menganggap wanita itu seperti ibu kandungya sendiri. Saat itu, ia mengetahui rencana jahat Sebastiaan yang ingin mencari keberadaan Aryanti dan Maryanti. Dengan cepat, Anto pergi ke rumah Maryanti lalu memberitahukan rencana jahat Sebastiaan. Maryanti yang saat itu tengah mengemasi beberapa pakaian begitu terkejut mendengar ucapan Anto. Tanpa pikir panjang, ia pun menyuruh Anto untuk menjual rumah miliknya dan memberikan uang hasil jual rumah itu kepada Aryanti yang kini berada di Buitenzorg. Tentu saja Anto langsung menolak permintaan wanita itu, ia ingin hanya Maryanti yang memberikan hasil penjualan rumah kepada Aryanti. Mau tidak mau akhirnya Anto menuruti keinginan Maryanti. Ia pergi ke alamat yang sudah diberikan wanita itu sambil membawa sepucuk surat yang sudah dibuat sebelumnya.
Sementara itu, dengan penuh keberanian, Maryanti pergi menemui Sebastiaan di rumah keluarga Veerle. Saat itu, Sebastiaan masih terbawa emosi karena Aryanti membawa Kathriena pergi, cucu yang tak diinginkannya itu. Ia terus memarahi Liesbeth dan Sophieke. Ketika Maryanti datang, Sebastiaan langsung menarik tubuh wanita malang itu lalu memarahi hingga memukulinya. Liesbeth dan Sophieke yang melihat kejadian itu terus menahan Sebastiaan agar tidak memukuli Maryanti lagi. Tiba-tiba Sebastiaan mulai mengambil senapan miliknya lalu mengarahkan benda tersebut ke kepala Maryanti. Saat itu juga darah segar mulai keluar dari kepala Maryanti yang langsung tewas di tempat. Liesbeth dan Sophie hanya bisa menjerit dan menangis melihat kekejaman Sebastiaan yang tak kenal ampun. Agar tak dicurigai, Sebastiaan menyuruh para jongosnya untuk membuang jasad Maryanti ke sungai yang cukup jauh dari kota. Dengan begitu tak ada orang yang tahu bahwa wanita tua itu sudah mati.
Maryanti memang cukup dikenal di daerah itu. Kebaikan hatinya membuat ia disukai banyak orang. Ia selalu membantu siapa pun yang tengah kesusahan. Kebaikan hatinya itu juga yang diturunkan kepada Aryanti. Tak heran jika Aryanti juga memiliki sifat yang sama seperti ibunya. Hingga sampai saat ini, Aryanti tak mengetahui kabar sang ibu. Ia belum berani untuk kembali ke Batavia karena takut akan bertemu dengan Sebastiaan. Lagipula, ia tak rela jika Kathriena diambil oleh orang jahat itu.
Di umur yang sudah 13 tahun ini, Kathriena sudah mengerti bahwa Aryanti bukanlah ibu kandungnya. Namun bagaimanapun, Aryanti lah yang telah membesarkan Kathriena seorang diri. Walaupun begitu, Kathriena tetap menyayangi dan menganggap Aryanti sebagai ibunya. Aryanti tak pernah menceritakan siapa ibu kandung Kathriena. Ia terus menutup mulut saat Kathriena bertanya nama dan keberadaan ibu kandungnya. Ia masih teringat dengan perintah Maryanti yang melarangnya untuk memberi tahu siapa ibu kandung Kathriena.
***
Satu tahun yang lalu, tepat pada tanggal kelahirannya, aku menceritakan tentang siapa aku kepada anak angkatku yang mulai menginjak remaja itu. Ada sedikit keraguan dalam hatiku, aku takut ia tak menerima semua pernyataan yang akan aku ungkapkan. Perlahan aku menjelaskan kepada anakku tentang aku dan ibu kandungnya. Ia terkejut, ku lihat dengan jelas air matanya yang mulai menetes. Anak itu sudah mengerti berbagai hal, aku rasa ia juga merasa sakit akan kebenaran ini. Aku mencoba memeluknya dengan erat, ia menerima pelukanku. Aku ikut menangis sejadinya. Berat rasanya merahasiakan segala hal tentang siapa dia. Aku sudah tak tahan menanggung berat beban ini. Namun tak banyak yang dapat aku ceritakan kepadanya, bibir ini terasa berat untuk mengungkapkan semua hal tentang masa lalu kelam itu.
Aku tak menyangka anak itu akan menerima kenyataan pedih ini. Kathriena, ya anak itu, kini sudah memiliki pemikiran yang cukup dewasa. Mungkin kebanyakan anak seusinya akan merasa marah dan kecewa jika mengalami hal seperti ini. Kathriena berbeda, ia menerima semua kenyataan. Aku cukup terkejut dan tak menyangka akan sikapnya. Aku kira ia akan marah dan membenciku, namun ternyata aku salah. Setelah bercerita bahwa aku bukan ibunya, ia berkata, "Aku sedih mendengar apa yang Ambu ceritakan, tapi bagaimanapun Ambu adalah orang yang sudah merawat dan menyayangi aku hingga saat ini."
Perkataan anak itu membuatku terharu. Bagaimana ia bisa sedewasa itu di umurnya yang masih belia? Aku tak pernah memanjakannya, tak pernah juga memukuli atapun memarahi Kathriena. Namun aku tak sadar jika perlahan anak itu sudah memiliki pemikiran yang tak ku sangka. Aku bersyukur bisa merawat dan menjaga Kathriena. Walaupun aku tahu Kathriena bukanlah darah dagingku, aku tetap bersyukur.
***
"Ambu!" panggil Kathriena kepada Aryanti yang tengah memetik teh.
"Apa Kathrien?" sahut Aryanti.
"Apa Ambu tidak merasa lelah?"
"Asal kau bersama Ambu, Ambu tak akan merasa kelelahan."
"Kenapa begitu Ambu?"
"Karena kau adalah penyemangat Ambu."
Kathriena tersenyum riang mendengar pernyataan sang ibu angkat. Gadis kecil itu mulai berlarian ke sana kemari. Aryanti hanya tersenyum lalu menggelengkan kepala melihat tingkah lucu sang anak.
"Kathrien, tunggulah Ambu di bawah pohon besar itu. Sebentar lagi Ambu akan beristirahat," suruh Aryanti sembari menunjuk sebuah pohon besar di dekat pabrik. Kathriena mengangguk dan menuruti perintah ibunya. Kathriena duduk di bawah pohon besar dan bermain sendirian di sana. Tiba-tiba saja matanya melihat seorang gadis seusianya yang tengah bermain boneka. Gadis itu berambut pirang dan parasnya sangatlah cantik. Senyumnya yang indah membuat Kathriena ingin mendekati gadis londo itu. Ia tak mempedulikan teriakan Aryanti yang sedari tadi memanggilnya. Ia terus menatap gadis londo itu. Ketika gadis itu mulai menatapnya, Kathriena tersenyum manis. Namun balasan yang diberikan gadis londo itu tidaklah mengenakkan. Ia malah menatap Kathriena dengan tatapan sinis. Gadis itu mulai berdiri lalu pergi, Kathriena malah mengikuti gadis itu dan mengajak gadis itu untuk berkenalan.
Gadis londo itu adalah Saartje Vandenberg, seorang anak perempuan dari pemilik pabrik teh di perkebunan teh itu. Saartje memang begitu sombong dan angkuh terhadap semua inlander di negeri jajahan bangsanya ini. Ia merasa jika para pribumi seperti Kathriena tak pantas mendekati atau berteman dengan gadis kaya sepertinya. Ia selalu merasa jijik jika berdekatan dengan seorang inlander. Bahkan saat Kathriena mengajak Saartje untuk berkenalan, Saartje begitu enggan untuk tersenyum sedikit saja kepada Kathriena. Wajahnya begitu memancarkan kebencian terhadap Kathriena. Walaupun sifat Saartje seperti itu, Kathriena tak merasa kesal atau benci terhadap perlakuan Saartje. Ia malah ingin terus berusaha agar bisa menjadi teman Saartje.
Selama ini, Kathriena tak memiliki teman karena semua anak seusianya yang ada di sekitar rumah tak mau berteman dengan Kathriena. Bukan karena Kathriena nakal, mereka tak ingin berteman karena wajah dan kulit Kathriena mirip dengan para londo yang menjajah Hindia Belanda ini. Dari semua anak remaja di desa itu, hanya Kathriena lah yang memiliki hidung mancung dan kulit yang lebih putih dari semua anak di desa. Apalagi nama Kathriena bukanlah nama untuk warga pribumi, nama Kathriena hanya pantas untuk gadis-gadis londo. Bahkan mereka menuduh jika Kathriena adalah keturunan Belanda, namun dengan penuh keyakinan, Aryanti membantah tuduhan mereka. Hingga akhirnya semua orang percaya jika Kathriena bukanlah keturunan Belanda. Namun tetap saja, tak ada yang ingin berteman dengannya.
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.