Tak terasa pagi datang dengan cepat, beberapa bedinde dan jongos sudah mulai merapikan rumah, mencuci pakaian hingga memasak untuk sang tuan dan nyonya. Tak terkecuali Aryanti, dia yang lebih dulu terbangun dan membereskan rumah daripada para bedinde dan jongos lainnya. Ia adalah gadis terajin yang bekerja di rumah keluarga Veerle.
Aryanti tengah menyiapkan sarapan pagi untuk Tuan dan Nyonya Veerle yang saat ini tengah duduk di ruang makan.
"Aryanti, cepatlah buatkan sarapan untuk Nona Sophie. Biar Ibu yang menyiapkan sarapan untuk Nyonya Liesbeth dan Tuan Sebastiaan," bisik Maryanti kepada anaknya. Aryanti mengangguk dan segera menyiapkan sarapan untuk sang tuan putri.
Dengan nampan yang berisikan sepotong roti dan segelas susu, Aryanti pergi ke kamar Sophie untuk memberikannya sarapan. Ia tahu, semalam Sophie tak sempat mengisi perut.
"Nona Sophie, aku membawakanmu sarapan," seru Aryanti sembari mengetuk pintu kamar Sophie. Tak ada jawaban dari dalam sana, Aryanti mencoba sekali lagi, namun usahanya tak membuahkan hasil. Sophie tak membukakan pintu, bahkan tak ada sahutan dari dalam kamar. Aryanti memutuskan untuk membuka pintu kamar Sophie namun pintu itu terkunci rapat. Aryanti mulai khawatir lalu memanggil seorang jongos untuk mengambil kunci cadangan. Dengan cepat jongos itu pergi dan tak lama ia kembali dengan beberapa kunci di tangannya. Liesbeth dan Sebastiaan, juga beberapa bedinde dan jongos yang mendengar kegaduhan itu menghampiri Aryanti.
"Ada apa Aryanti?" tanya Sebastiaan.
"Nona Sophie tak mau membuka pintu kamar dan pintunya pun terkunci rapat, Tuan," ucap Aryanti. Mereka menunggu jongos itu membuka pintu kamar Sophie yang terkunci. Tak lama, pintu itu terbuka. Aryanti dan pasangan Veerle masuk ke kamar Sophie.
Pemandangan yang menjijikkan terlihat oleh mereka, termasuk para bedinde dan jongos yang mengintip di depan pintu kamar. Seorang perempuan berambut pirang tengah memeluk mesra seorang lelaki inlander. Jelas terlihat tak ada sehelai benang pun di tubuh mereka. Sebastiaan geram dengan pemandangan yang sangat menjijikkan itu, ia mengambil nampan yang dipegang Aryanti lalu melemparkan nampan itu ke arah Sophie dan Jaka yang tengah tertangkap basah. Mereka terbangun dan terkejut, lalu tersadar bahwa tubuh mereka tak tertutupi oleh apapun.
"VERDOMME!"
Sebastiaan menarik tubuh Jaka lalu melayangkan sebuah pukulan keras tepat di pipi kiri Jaka. Darah segar keluar dari ujing bibir lelaki itu, ia meringis kesakitan. Sophie yang melihat hal itu hanya bisa berteriak. Sebastiaan menyuruh dua orang jongos untuk membuat lubang besar di halaman belakang rumah, lalu menyuruh jongos lainnya untuk menyeret Jaka keluar dari kamar. Sophie menangis sembari menahan ayahnya agar tak melakukan hal keji terhadap Jaka.
"Jangan lakukan hal apapun terhadap dia, Papa! Aku yang melakukan hal ini, aku yang ingin dia menjadi milikku," mohon Sophie sembari memegang kaki ayahnya dengan satu tangan. Tangan yang satu ia gunakan untuk memegang selimut yang dipakai untuk menutupi tubuhnya. Tanpa berkata, Sebastiaan menendang anaknya hingga Sophie terpental lalu Sebastiaan bersama para jongos pergi membawa Jaka.
Sementara itu, Liesbeth hanya menangis terisak dipelukan Aryanti. Ia tak kuasa melihat anak perempuan satu-satunya sudah menjadi gadis terkotor di dunia.
"Dosa apa yang telah aku lakukan, Tuhan? Hingga Kau memberikanku anak yang tak berguna dan sudah tercemar seperti ini? Akan ku taruh di mana wajahku ini, Tuhan? Aku malu memiliki anak seperti dia!"
Ucapan Liesbeth membuat Sophie merasa bersalah dengan apa yang ia lakukan semalam. Perlahan ia mendekati ibunya dan meminta ampun atas kesalahan terbesar yang sudah ia lakukan. Ia sadar bahwa ia telah membuat malu kedua orang tuanya. Harga diri yang selama ini ia jaga dengan baik-baik kini telah hancur karena perbuatannya sendiri.
"Maafkan aku, Ma! Aku tidak bisa menjaga harga diriku. Aku sudah hilang kendali, maafkan aku, Mama!" Sophie terisak di hadapan Liesbeth dan beberapa bedinde.
"Wat gebeurd is niet meer terug te draaien, Sophie! Apapun yang sudah terjadi tak akan pernah bisa kembali seperti semula. Kau sudah menghancurkan harapanku, kau sudah bukan gadis kebanggaanku lagi. Jangan harap kau akan kumaafkan, Sophie! Mulai sekarang kau bukan anakku lagi!" tegas Liesbeth lalu pergi meninggalkan Sophie. Beberapa bedinde pun ikut meninggalkan Sophie, hanya Aryanti lah yang masih berdiri tegak memandang Sophie dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.
"Aryanti, tolong bantu aku, Aryanti!" pinta Sophie memohon kepada Aryanti yang masih tak percaya dengan apa yang ia lihat. Aryanti begitu kecewa dengan sahabatnya ini, ia tak menyangka jika Sophie akan melakukan hal yang tidak sepantasnya.
"Lebih baik kau bersihkan dirimu saja, Sophie!" kata Aryanti lalu pergi meninggalkan Sophie yang terus menangis menyesali perbuatannya.
***
"Kenapa kau menyelamatkanku, Aryanti? Biarkan aku mati, aku sudah tidak sanggup menahan siksaan hidupku ini!"
"Aku tak ingin kau pergi, Sophie! Apa kau tidak kasihan dengan anak yang kini berada dalam kandunganmu? Kau sudah mengandung 8 bulan dan sebentar lagi kau akan melahirkan anak itu ke dunia ini. Tolonglah, Sophie! Jika kau ingin menyusul Jaka, janganlah kau membawa anak tak berdosa ini. Biarkanlah dia hidup!" protes Aryanti sembari mengusap perut Sophie yang terlihat membesar.
"Aku ingin segera bertemu dengan Jaka, aku sudah tak sanggup menerima beban ini, Aryanti. Aku ingin tenang, aku tak ingin mendengar cemoohan orang tentang diriku. Lagipula bukan hanya Jaka yang meninggalkanku, kedua orang tuaku juga sudah tak menganggapku anaknya. Mereka jahat! Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi." Sophie menangis sejadinya.
Delapan bulan yang lalu, setelah tertangkap basah melakukan hal memalukan di kamar Sophie, Sebastiaan yang telah memerintahkan dua orang jongos untuk menggali lubang besar di halaman belakang rumahnya segera melemparkan tubuh Jaka yang sudah terikat tali ke dalam lubang itu. Lalu tanpa hati, Sebastiaan menyiram tubuh Jaka yang tak menggunakan pakaian dengan air mendidih. Seketika Jaka berteriak kesakitan dengan sangat keras, ia juga berteriak memohon ampun kepada Sebastiaan.
Sophie yang mendengar teriakan Jaka segera mencari keberadaannya. Ia melihat ayahnya tengah menuangkan beberapa panci yang berisikan air panas ke dalam sebuah lubang. Teriakan Jaka semakin jelas terdengar. Sophie berlari mendekati Sebastiaan dan menahan ayahnya itu agar ia berhenti menyirami tubuh Jaka dengan air panas.
"Genoeg, Papa! Jangan lakukan hal ini kepada Jaka. Aku yang bersalah dan seharusnya Papa menghukumku, bukan dia yang harus Papa hukum!" teriak Sophie di depan Sebastiaan.
"ZWIJG, Verdomme!"
Tamparan keras pun harus diterima oleh Sophie. Namun Sophie tak menghiraukan rasa panas dan sakit di pipinya. Ia terus mencoba memohon kepada ayahnya untuk menghentikan kekejian itu.
"CEPAT SIRAM DIA DENGAN AIR KERAS!!" pekik Sebastiaan. Mau tidak mau, para jongos pun hanya bisa menuruti perintah sang tuan.
"Jangan! Jangan lakukan hal apapun kepadanya!" mohon Sophie mencoba untuk mencegah para jongos itu. Sebastiaan menarik paksa lengan Sophie lalu menyuruh para jongos untuk tetap menuruti perintahnya. Mereka pun menyiramkan beberapa botol air keras ke tubuh Jaka. Lagi-lagi Jaka berteriak kesakitan. Bagaimana tidak? Tubuhnya yang baru saja terkena air panas harus kembali tersiram air keras. Rasa panas di seluruh tubuhnya semakin terasa perih dan menyakitkan. Perlahan seluruh kulit tubuh Jaka melepuh, tulang putih pada kedua jari tangannya terlihat jelas. Luka bakar terlihat di mana-mana, bahkan kini matanya terlihat membengkak.
Bukan hanya Jaka yang berteriak kesakitan, Sophie yang melihat langsung kejadian itu tak henti-hentinya meneriaki Jaka. Tubuh Sophie dipegangi oleh dua orang jongos agar ia tidak melompat ke dalam lubang untuk menyelamatkan Jaka.
"Sudah, Papa! Genoeg! Jangan lakukan itu kepadanya. Aku sangat mencintainya, Papa. Aku tak bisa hidup tanpa dia." Sophie terus meneriaki Sebastiaan.
Teriakkan Sophie membuat Sebastiaan semakin geram dengan anak perempuannya itu, ia kembali menyuruh para jongos untuk membakar tubuh Jaka. Mendengar ucapan sang ayah, Sophie kembali menjerit lebih keras dari sebelumnya.
"AAAAA… PAPA. JANGAN LAKUKAN ITU!" Bukan hanya berteriak, kini Sophie membentak ayahnya.
"Anak kurang ajar!" Sebastiaan mendekati anaknya dan menampar pipi Sophie dengan sangat keras, hingga terlihat darah segar keluar dari ujung bibir Sophie. Sophie menangis menjerit sembari memegangi pipinya yang terasa perih. Lalu Sebastiaan kembali membentak para jongosnya untuk segera membakar Jaka. Tak ingin membuat tuannya kesal lagi, mereka segera menyirami Jaka dengan minyak tanah, lalu menyalakan pemantik api dan melemparkan pemantik tersebut ke tubuh Jaka. Jaka menggeliat kesakitan dan terus menerus menjerit.
"JAKAAAAAAAAAAA ...." Sophie menjerit keras, meneriaki Jaka yang mulai hangus. Bau daging pun mulai menyebar ke mana-mana. Tiba-tiba saja Sophie berhenti menangis dan menatap Sebastiaan dengan sangat tajam.
"Manusia macam apa kau? Beraninya membunuh calon suamiku! DASAR LELAKI BIADAB!!" bentak Sophie tepat di hadapan Sebastiaan. Tanpa ragu, Sebastiaan pun menghajar Sophie dengan sangat keras hingga Sophie tak sadarkan diri. Sebastiaan menyuruh para jongos dan bedinde untuk tak menolong Sophie. Mereka pun pergi meninggalkan Sophie yang terkapar dengan hidung dan bibir yang berdarah. Hanya Aryanti lah yang masih setia berada di sana, perlahan ia membantu gadis itu dengan sekuat tenaga. Ia membawa Sophie ke kamar lalu membaringkannya di kasur.
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.