Télécharger l’application
1.99% Jodoh Dari Tuhan / Chapter 8: Masih Berusaha

Chapitre 8: Masih Berusaha

Tiba-tiba seseorang membangunkan Geisha yang tengah tertidur lelap.

"Apa-an sih, Na?" Geisha dengan mata yang setengah terpejam.

"Ini handphone siapa, kok ada dimeja?"

Terlihat Hana dengan sesuatu di tangannya, yaitu handphone mahal milik Kavin. Tentu Hana kaget melihat ada benda yang tidak biasa ada di gubuk mereka.

"Astaga Hana! Gue kira apa-an,"  seloroh Geisha.

"Geisha, handphone ini mahal banget," terang Hana.

"Oya," ucap Geisha biasa. "Gue mau tidur.

"Tunggu dulu, ini handphone siapa, kok bisa ada di sini, Sha?"

Geisha pun menceritakan kejadian awal hingga akhir. Lalu Hana tampak kaget mengetahui jika handphone itu milik laki-laki yang diceritakan oleh Geisha kemarin. Hana bertambah yakin jika orang yang telah membuat Geisha benci itu adalah orang kaya.

"Ya ampun Sha, ini hp bisa bayar gajih kita berbulan-bulan."

"Iya emang kenapa sih, nanti gue mau balikin sama dia setelah puas mainin dia."

"Kalau saran gue, lo balikin terus minta imbalan sama dia," cetus Hana.

"Enggak, titik."

"Susah deh ngomong sama cewek keras kepala kaya lo," ujar Hana menyerah.

Hana bergerak menuju kasurnya dan berbaring di sana.

"Terus gimana soal Pak Rian, lo udah ngomong sama dia?" tanya Geisha pada Hana.

"Kata Pak Rian, dia akan pertimbangkan lo lagi, nanti dia akan manggil lo interview. Tapi mungkin nggak dalam minggu-minggu ini Sha. Pak Rian mau keluar kota."

Geisha hanya diam setelah mendengar perkataan temannya. Geisha sedikit kecewa, dia berharap dia bisa bekerja secepatnya. Namun sepertinya dia harus mencari lagi besok. Dia tidak ingin menunggu, sementara dia tidak mau terus-menerus merepotkan Hana.

***

Geisha masih terpaku di tempat tidurnya, dengan posisi duduk dan kaki yang diluruskan. Hana baru saja pergi ke bread moments karena jadwal shift siangnya sudah berakhir, kini dia masuk shift pagi. Jam delapan pagi dia sudah harus tiba di sana.

Geisha meraih handphone yang ada di samping bantalnya. Dia membuka aplikasi berwarna biru. Dia langsung menuju grup lowongan pekerjaan dan membukanya. Dia menggulir ke atas, terlihat berbagai informasi yang terpampang di sana. Hingga dia menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya.

'Di cari karyawan untuk membantu saya, gajih bisa dibicarakan, serta bisa dibayar dimuka. Jika berminat langsung datang ke ...'

Awalnya Geisha tidak tertarik karena merasa lowongan pekerjaan itu tidak jelas. Namun dia membacanya saja sampai habis. Hingga tiba-tiba dia malah tertarik untuk ke sana. Tidak ada salahnya kan dia berusaha terlebih dahulu. Siapa tahu dia cocok dengan pekerjaan itu dan dia bisa nego gajih, apalagi jika bisa dia ingin mengambil gajinya terlebih dulu. Barang separuh saja.

Geisha pun bergegas meninggalkan benda pipih itu dan menuju kamar mandi, guna membersihkan dirinya yang murni dari bangun tidur.

***

Terlihat Shintia sedang berdiri di depan sebuah gaun pesta berwarna peach, bersama beberapa gadis muda. Tiga orang gadis itu baru saja datang dan memintanya untuk memilihkan mereka baju yang akan mereka kenakan ke pesta besok malam.

"Sepertinya gaun ini sangat cocok buat lo, Gin," ujar gadis yang berambut merah.

"Tapi gue kurang srek sama warnanya," pikir gadis yang sepertinya bernama Gina.

"Aku masih punya banyak koleksi gaun, silahkan kalian liat-liat dulu," tawar Shintia dengan ramah.

Mereka bertiga mengiyakan, lalu Shintia membawa mereka melewati gaun pengantin yang terpajang di etalase kaca. Mereka menuju suatu sudut yang memajang beberapa buah gaun di manekin. Shintia begitu ramah dan sabar menemani mereka melihat dan menjawab pertanyaan mereka.

Namun tiba-tiba tiga orang gadis itu tampak tidak fokus pada gaun lagi, mereka malah seperti terpesona memandang ke arahnya. Namun Shintia cepat sadar dan berbalik ke belakang. Terlihat seseorang yang berdiri dengan melipat kedua tangannya beberapa langkah dari mereka.

Kavin berdiri tampak acuh dan dingin. Dia melihat ke arah Shintia yang tampak sibuk dengan beberapa orang, dia pun memilih untuk menunggunya. Hingga Shintia menyadari kehadiran Kavin, lalu dia memanggil sekertarisnya untuk menemani gadis-gadis itu memilih gaun pesta yang mereka sukai.

Setelah Nina datang, Shintia pun pamit pada mereka. Ketiga gadis itu tampak tidak rela karena Shintia yang mengajak laki-laki tampan itu pergi dari mereka. Mereka yang menatap Kavin sambil histeris karena ketampanannya, hingga laki-laki itu hilang dari pandangannya. Lalu mereka pun hanya bisa gigit jari.

"Ada apa?"

Pertanyaan itu lah yang terlontar dari bibir Shintia setelah mereka sampai di meja kerja wanita itu. Tatapan Kavin yang selalu santai dan tampak tenang.

"Aku mau minta maaf," ucap Kavin.

Shintia tersenyum. "Tentu aku sudah maafin kamu."

Shintia sudah mengenal Kavin sejak kecil, mereka sudah melalui banyak hari bersama. Tentu semua itu tidak akan berubah hanya karena masalah kemarin. Justru dia bersyukur karena Kavin sudah menyadari kesalahannya.

"Terima kasih."

Shintia mengangguk mendengar ucapan Kavin.

"Shin, aku mau mengajak kamu untuk dinner malam ini."

Wajah Kavin tampak penuh dengan harapan. Dia ingin Shintia menerima ajakannya untuk pergi bersama. Ke suatu tempat yang romantis dan dia akan mempersembahkan hal yang luar biasa untuk gadis itu. Dia ingin memberikan kejutan romantis untuk Shintia. Berharap kali ini Shintia mau menerima cintanya, sekaligus mau menjadi istrinya.

Namun Shintia menggeleng, entah kenapa perasaan dia masih tidak enak pada Kavin. Shintia masih menyangka jika Kavin belum sadar atas kesalahannya, dan dia masih berusaha untuk meluluhkan hati Shintia. Hingga Shintia tidak ingin pergi bersamanya.

"Please, kamu mau ya."

Kavin mengeluarkan paper bag dan memberikannya pada Shintia. Walaupun berat, tapi Shintia menyambutnya. Dia melihat sebuah gaun berwarna putih yang tampak indah terlipat rapi di dalamnya.

"Aku sudah nyiapin baju buat kamu, walaupun aku tahu kamu perancang gaun yang hebat. Tapi aku memilihkan baju itu langsung buat kamu, Shin."

"Vin, buat apa kamu ngajak aku dinner dan memberikan baju ini?"

Shintia tampak cemas dan jauh dari kesan senang karena pemberian dari Kavin. Kemarin Kavin memberikannya cincin dan sekarang dia datang dan meminta maaf. Namun Kavin malah memberikan dia gaun dan mengajaknya untuk pergi. Sekarang Shintia jauh tidak mengerti dengan maksud Kavin.

Mungkinkah dia tidak mengerti ucapannya kemarin. Jika Shintia tidak bisa menerima permintaan Kavin untuk menikah dengannya, dan apakah Kavin tidak mendengar jelas. Jika ada seseorang yang Shintia sangat cintai. Sementara dengan Kavin, Shintia care. Namun Shintia hanya menyayangi Kavin sebagai adiknya.

Dan cincin yang kemarin Kavin tinggalkan begitu saja, masih tersimpan di laci kerjanya. Dia ingin mengantarkan langsung pada Kavin, tapi Shintia masih sangat sibuk dengan pekerjaannya.

"Aku ingin bicara sama kamu dari hati ke hati," tutur Kavin.

"Jika yang kamu maksud adalah membahas tentang kemarin, semuanya sudah jelas, Kavin."

Bersambung ....


Chapitre 9: Loker palsu

Shintia meraih laci meja kerjanya dan mengeluarkan barang pemberian Kavin kemarin, sebuah kotak yang berisi cincin di dalamnya. Dia menyodorkan itu pada Kavin.

"Shin, tolong pikirkan lagi." Kavin tampak memelas.

"Vin, aku punya laki-laki lain yang aku cintai. Apa kurang jelas, aku mohon kamu mengerti."

Kavin menatap Shintia, dia hanya mencintai wanita itu. Bagaimana mungkin dia menikah selain dengannya. Sementara sekarang dia harus menemukan jodoh, jika tidak dia akan kehilangan jabatannya. Dia memiliki orang tua dengan perusahaan yang sangat sukses, tapi sejak awal Kavin sangat susah untuk masuk dan berada di dalamnya.

Hingga dia duduk di bangku jabatannya sekarang, tidak lah mudah. Dia harus melalui rintangan dan pembelajaran karena Mahendra tidak bisa memberikan kekuasaan itu begitu saja. Sampai dia bisa memenuhi persyaratan dari Elena, barulah Mahendra juga mengizinkannya.

Namun sekarang orang tuanya kembali memberinya syarat untuk segera menikah, jika dia tidak ingin kehilangan jabatannya sebagai wakil direktur. Di perusahaan papinya sendiri, tapi dia seperti anak tiri di sini.

"Seperti apa dia, apa kurangnya aku dibandingkan dia?"

"Aku peduli sama kamu, tapi sebatas saudara."

"Jangan anggap aku bocah kecil seperti dulu."

Kavin menggebrak meja, membuat empunya kaget. Sama seperti kemarin, Kavin terlihat tidak terima dan Shintia tampak marah karena sikap Kavin yang tidak mengerti dirinya.

"Tolong ambil baju beserta cincin itu dan bawa pergi."

Suara Shintia terdengar bergetar, menahan segala perasaannya kini. Lalu tanpa sepatah kata-pun Kavin beranjak meninggalkan Shintia bersama barang-barang miliknya yang tidak bersambut oleh Shintia.

Kavin duduk di bangku kemudi mobilnya, dia menaruh kedua barang itu di bangku belakang. Dia melirik butik yang cukup besar itu, lalu melonggarkan sedikit dasi yang melingkar di kerah kemejanya.

Kavin merogoh saku celana serta bajunya mencari handphone miliknya. Namun yang dia dapati bukan lah handphone yang dia cari.

"Sial."

Kavin lupa jika handphone yang dia cari masih bersama gadis itu. Sudah tiga hari dia menahan handphone milik Kavin, entah apa maunya. Kavin sudah beberapa kali menghubunginya, dan berakhir membuat Kavin kesal. Dia pikir Kavin tidak bisa menemukannya, percuma Kavin menjadi lulusan terbaik di fakultasnya dulu. Kavin hanya sengaja melihat seberapa jauh Geisha mempermainkan dirinya.

Kavin membuka handphone dia yang ada di genggamannya, lalu membuka sebuah aplikasi pelacak untuk melacak di mana handphone dia sekarang berada. Dan tidak lama lagi dia akan menemukan gadis itu, dan jangan harap dia bisa kabur dari Kavin.

"Mati lah lo."

***

Berbekal dengan aplikasi penunjuk jalan, Geisha pun sampai di tempat tujuan. Geisha baru di kota ini hingga ada tempat-tempat yang dia belum hapal. Karena setelah bekerja dia selalu beristirahat di rumah hingga keluar rumah untuk kerja lagi. Baginya tidak ada waktu jalan apalagi menghamburkan uang.

Geisha sampai di sebuah rumah besar  yang tidak mirip dengan toko ataupun pekerjaan lainnya. Lalu untuk apa pemilik rumah ini mencari karyawan, jika yang disebut dia adalah mencari pembantu. Kenapa dia tidak memasang iklan dari awal, jika dia mencari asisten rumah tangga.

"Apa ini benar rumahnya, nggak salahkan gue."

Tiba-tiba seseorang muncul dari balik pintu. Laki-laki yang tidak begitu tua dengan wajah yang lumayan, serta badan yang bisa dikatakan tinggi. Dia memiliki rambut gondrong yang membuat dia tampak sedikit menakutkan. Namun Geisha tahu dia tidak bisa menilai orang dari covernya saja. Geisha kembali meyakinkan dirinya lagi, tentang niatnya ke sini.

"Kamu mau mencari kerja?" tanya laki-laki itu pada Geisha.

"Iya om."

Laki-laki itu mendekat ke pagar dan membukanya. Dia mempersilakan Geisha masuk, walaupun ragu Geisha memberanikan diri untuk masuk. Dia mengajak Geisha untuk masuk ke dalam rumah. Namun Geisha menolaknya, dia langsung menanyakan pekerjaan yang dilihatnya di jejaring media sosial.

"Om mencari karyawan?"

"Iya. kamu saya terima, katakan saja gajih yang kamu mau!"

"Hah, terima?"

Geisha tampak terkejut hingga mengulang pernyataan dia. Meskipun Geisha baru saja lulus sekolah dan baru saja mengenal pekerjaan. Namun dia tahu dia harus interview dulu sebelum bekerja, atau paling tidak dia akan diberikan penjelasan tentang pekerjannya terlebih dulu. Bukannya langsung saja diterima seperti ini. Bukannya Geisha tidak bersyukur, tapi mendadak perasaan Geisha tidak enak.

"Iya."

"Tapi om saya belum tahu akan dijadikan karyawan apa dan seperti apa pekerjaan saya."

"Kalau begitu ikut saya ke dalam, saya akan menjelaskan semuanya di dalam."

"Enggak, om bisa jelaskan di sini saja."

"Perkenalkan saya Malik, pekerjaan kamu sangat mudah. Kamu cuma perlu membersihkan rumah saya."

"Maaf om, jika yang Om cari adalah pembantu lebih baik Om cari yang lain saja."

Geisha tidak bermasalah dengan pekerjaan itu, dia bisa dan mau bekerja apa pun sekarang sampai dia menemukan pekerjaan yang benar-benar dia sukai nanti. Namun karena perasaan dia yang mendadak berubah tidak enak. Karena melihat rumah ini pertama kali hingga melihat pak Malik membuat Geisha merasa ngeri. Dia mempunyai feeling yang tidak baik. Geisha pun beranjak ingin pergi.

Namun tiba-tiba Malik menahan tangan Geisha yang terkejut. Geisha dengan spontan menarik tangannya kembali dengan kasar, lalu dia menatap Malik dengan marah. Geisha tidak terima karena laki-laki yang tidak dikenalnya itu telah berani sekali menyentuh tangannya. Walaupun sekedar tangan, tapi Geisha melihat tatapan Malik yang tampak ada sesuatu terselubung di dalamnya.

Namun Malik kembali menangkap tangan Geisha, kali ini Geisha tidak bisa melepaskannya. Geisha melihat ke sekelilingnya, ternyata rumah ini hanya berada sendiri di sini. Kenapa Geisha baru sadar jika rumah orang lain, yang terakhir dia lihat tadi, cukup berada jauh dari sini.

Sejurus kemudian Geisha sudah terseret oleh tangan Malik, dan sekarang dia berada di dalam rumahnya yang cukup besar. Saat Geisha ingin melepaskan diri dan kabur, laki-laki itu terlebih dulu mengunci pintu.

"Mau Anda apa?" tanya Geisha.

"Kamu tadi ke sini mau cari kerja kan, kenapa malah mau pergi?"

Suara yang dibuat-buat lembut itu terdengar menjijikkan bagi Geisha. Karena tatapan Malik yang sudah berbeda. Dia menatap Geisha yang mengenakan kemeja putih serta rok kuncup selututnya, dengan rambut yang diikatnya tinggi. Tatapan Malik layaknya seekor kucing yang sangat kelaparan, membuat Geisha rasanya ingin menangis.

"Enggak, saya mau pulang, tolong buka pintunya!" teriak Geisha.

"Suuts ... Kamu tenang, berteriak hanya akan membuat tenggorokan kamu sakit. Kamu hanya perlu melayani saya sebentar dan saya akan memberikan gajih berapa pun kamu minta. Karena kamu cantik dan menggoda."

"Jijik tahu," geram Geisha.

"Kamu pasti enak deh, dapat uang lagi."

Malik tampak menyeringai, Geisha yang berada beberapa langkah darinya tampak berjaga-jaga. Tentu dia akan menghindar apabila laki-laki itu mendekatinya. Meskipun dia tidak tahu harus lari kemana untuk menghindar. Namun dia akan berjuang sampai titik darah penghabisan.

Bersambung ....


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C8
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank 200+ Classement de puissance
    Stone 0 Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous

    tip Commentaire de paragraphe

    La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.

    De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.

    OK