Sorot mata berbinar itu mendadak surut. Davina yang begitu mengharapkan pertemuan hari ini dengan Ali menjadi tak bersemangat lagi menemui kekasihnya.
Namun, bukan Davina kalau ia tak berpura-pura. "Dia yang nyium kamu, kan?" tanya Davina memastikan.
"Iya," jawab Ali.
"Di mana?"
"Bibir," jawab Ali.
Rapuh, serapuh-rapuhnya. Tapi mau bagaimana lagi, hal itu sudah terjadi.
"Kamu gimana?"
"Apanya yang gimana? Aku ngga sukalah! Ngapain aku suka dicium sama dia?" keluh Ali.
Davina melempar senyum kecut seolah meledek Ali. Namun, wanita mana yang tak hancur jika bibir yang biasa mengecupnya kini dijamah orang lain–dengan paksa pula.
"Ya, udah. Besok-besok ati-ati. Kamu, kan tahu kalau dia suka sama kamu. Aku nggak akan marah," ujar Davina.
"Ratna, dia aneh. Kamu lebih aneh!" ujar Ali sambil masuk ke dalam perpustakaan menuju ke ruang rak buku.
Davina mengikuti Ali. Namun sebelumnya ia menyapa penjaga perpustakaan terlebih dulu dengan lambaian tangannya.