Tangannya dengan naluriah bergerak sendiri membalas. "Kak, bagaimana kabarmu? kemana saja?" dari pada menjawab pertanyaan si pengirim, Sonia malah bertanya balik lebih dulu.
Tidak butuh waktu lama, Steve membalas. "Aku lebih baik setiap harinya aku berharap kamu juga seperti itu" balasnya.
Sonia menarik nafas lagi dan menahannya hingga ia hampir lupa tak menghembuskan nya begitu Steve mengirim sebuah foto dimana ia sedang berjemur di tepi kolam renang tempat tinggalnya di Belanda.
Sebuah panggilan Vidio sekarang terlihat berdering di layar ponsel milik Sonia. Ia segera mengangkatnya, kini kerinduan akan si pemilik wajah membuatnya kembali bernafas begitu mendengar suara Steve menyapa. "Hai?" sapa nya.
Sonia mengumbar senyumnya segera. "Hai Kak!" lirihnya terbata-bata.
"Aku bertanya tentang kabarmu dan kamu belum menjawab,"
"Aku baik," jawab Sonia kemudian.
Namun sepertinya wajah pucat Sonia menarik perhatian Steve."Kamu terlihat kurus sekali, wajahmu juga sangat pucat"
"Aku kurang tidur beberapa hari dan terus mual di pagi hari," jawab Sonia, ingin menunjukan bahwa ia menderita morning sicknes.
Namun Steve hanya mengangguk. "Son, aku ingin mengatakan sesuatu!"
Sonia kini yang menganggu. "Aku juga,"
"Apakah kamu yang akan mengatakan lebih dulu?" tawar Steve.
Sonia menggeleng, "Kakak saja!"
Steve kemudian menarik nafas. "Aku akan pulang ke New York mungkin menetap lebih lama,"
Mendengar itu Sonia sangat senang ia tak bisa menyembunyikan perasaan bahagia nya itu.
"Aku akan menikah bulan depan!" lanjut Steve, yang langsung membuat senyuman indah yang baru saja di sunggingkan Sonia luntur.
"Menikah?" tanya Sonia.
Steve mengangguk lagi. "Bukankah kamu juga mengetahui, banyak berita sekarang yang merilisnya. Aku menelpon untuk memastikan kita akan baik-baik saja setelah ini, aku mengira kamu marah karena tidak bertanya apapun padaku semenjak berita itu di rilis kemarin.
"Ah! Aku tidak menyalakan televisi akhir-akhir ini juga batu hari ini memperlihatkan sosial media," jelas Sonia, suaranya pelan sekali ia kaget bak tersambar petir.
"Apakah Edward tidak memberitahu mu?"
Sonia menggeleng lagi, tidak da basa basi lagi tampaknya Sonia berusaha mencerna dengan baik ucapan Steve namun ia tak bisa menahan rasa aneh di hatinya entah amarah, cemburu atau sakit hati.
Panggilan mereka pun berakhir, ia segera melihat berita tajuk utama di internet tentang keluarga Leonardo.
Ya!Benar saja, tajuk utama berita adalah pernikahan antara putra sulung Mr Leonardo yang sukses berprofesi di bidang Farmasi terutama setelah peluncuran obat yang ia kembangkan bulan lalu. Tak sampai di situ, Sonia penasaran tentang calon istri yang akan di nikahi Steve.
Tangannya kini bergulir lagi ke bawah, dan dia menemukan sebuah nama. Katrine halwey namanya, gadis itu berprofesi sebagai aktris namun di bawahnya tertera keterangan juga bahwa dia ternyata adalah seorang brand ambasador di perusahaan suaminya.
Brand ambassador merupakan orang-orang yang diajak bekerjasama oleh sebuah perusahaan untuk menjadi 'wajah' atau ikon dari sebuah brand. Brand ambassador umumnya hanya bisa diajak bekerja sama untuk waktu yang terbatas. Saat kesepakatan kerja terjadi, mereka diberikan pengetahuan yang sangat dalam mengenai sebuah brand atau produk dan diharuskan untuk bisa menguasainya, meski pada kenyataannya belum tentu mereka pernah menggunakan produk tersebut.
Brand ambassador juga diwajibkan untuk menunjukkan rasa suka dan puas terhadap brand Anda, melalui media sosial atau berbagai event yang dibuat oleh perusahaan. Kelebihan brand ambassador adalah mereka bisa menarik lebih banyak massa sehingga promosi dapat dilakukan secara lebih luas dalam waktu singkat. Namun kekurangannya, apa yang mereka ucapkan mengenai produk Anda sebagian besar hanya merupakan kewajiban berdasarkan kesepakatan kerja, dan bukan pendapat jujur yang bisa dipercaya 100 persen oleh konsumen.
Tidak lama Edward datang melihat Sonia yang sedang asik dengan gadgetnya namun tak bergeming sama sekali ia hanya fokus.
"Apa mood mu hari ini masih rusak? aku ingin minta maaf jika kejadian kemarin masih menyulitkan mu!" ucap Edward, ia memang selalu meminta maaf setiap membuat Sonia kehilangan kesenangan nya.
Sonia menghentikan menatap ponselnya dan kini fokus pada Edward. "Apakah Steve akan menikah?" tanya nya langsung dengan wajah datar. Ia bahkan tak mendengar apa kata-kata yang baru saja di katakan suaminya.
"Iya, beritanya di rilis akhir-akhir ini!" jelas Edward.
Perasaan Sonia runtuh bak tertindih suatu beban yang berat, ia langsung ambruk di pelukan Edward. Kram perutnya membuat ia tak bisa menahan sehingga ponsel yang ia pegang saja jatuh ke lantai.
Edward panik. "Sayang kenapa?" tanya nya melihat sang istri memegang perutnya dengan erat.
"Panggil Dokter cepat, tolong!" Sonia berkata di sela menahan kesakitan nya, ia meremas baju yang di kenakan suaminya.
"Tolong telepon Dokter Jack, cepat!" teriak Jack pada pelayan di rumah mereka.
Sonia menepuk-nepuk lagi dada suaminya. "Dokter kandungan, jangan Dokter Jack cepat sayang aku tidak sanggup jika kita ke rumah sakit sekarang," lanjutnya.
Entah kenapa Sonia memilih tak pergi ke rumah sakit. Selang setengah jam seorang Dokter perempuan datang dan naik ke kamar Sonia berada.
Edward mengira istrinya hanya bermasalah dengan perut sehingga menginginkan Dokter perempuan, agar lebih fokus di bagian rahim karena selama ini Sonia sangat memperhatikan nya.
"Dok, bagaimana bayi saya?" tanya Sonia panik langsung menanyakan keadaan janin nya.
Edward yang mendengar itu langsung terdiam ia seperti kaget, atau bingung dengan ucapan istrinya!
"Bayi nya baik-baik saja tetapi karena ini kehamilan yang masih muda nona harus lebih banyak istirahat," jelas Dokter itu.
"Apakah istri saya hamil Sok?" Edward bertanya untuk memperjelas pendengaran nya.
"Benar pak, namun masih sangat awal sehingga benar-benar harus bedrest."
Mendengar penjelasan Dokter tentu Sonia yakin bahwa dirinya memang hamil, alasan tidak ingin ke rumah sakit adalah karena ketakutannya jika sampai Edward tahu usia kehamilannya.
"Sayang, mengapa kamu tidak bilang bahwa kamu hamil?" Edward langsung memeluk istrinya yang sedang berusaha duduk di ranjang.
Sonia masih terbayang tentang berita pernikahan Steve, ia yakin betul bayi itu adalah benih kakak iparnya. "Aku takut karena pertama kalinya mengecek dengan test pack dan hasilnya garis dua, karena itulah aku sering marah-marah bahkan saat kita makan dan kamu menawariku sampanye saat itu!"
"Kamu memikirkan bayi kita, aku tidak akan marah jika kamu menjelaskan nya saat itu sayangku!"
Edward sangat bahagia, ia merasa perjuangan nya operasi Azoospermia benar-benar berhasil. Dan akhirnya bisa menjadi lelaki yang sempurna untuk Sonia.
Karena saking bahagianya Edward terus menciumi pipi istrinya walau Dokter masih berada di kamar mereka.
"Aku akan menjagamu, dan juga bayi kita!" lirih Edward ia hampir meneteskan air matanya yang sudah di pelupuk mata, begitu memegangi perut sang istri.