Dia menatapku, matanya yang gelap terbelalak penuh hasrat. Aku melihat secercah ketakutan di kedalaman mereka yang hangat — tanda kerentanan yang dia sembunyikan.
"Katakan apa yang kamu inginkan, Betran," bisikku. "Aku akan memberimu apa saja."
"Cium aku."
Aku menutup mulutnya dengan milikku, mengangkatnya dan membungkusnya dalam pelukanku. Aku berjalan mundur ke tempat tidur, menciumnya sepanjang waktu. Mulutnya panas, lidahnya seperti sutra di lidahku. Dia mencicipi es krim, manis dan tajam. Seperti cokelat, kaya dan dekaden. Seperti Betran. Aku menyelipkan tanganku di bawah kemeja longgarnya, menyebarkannya ke kulit halus punggungnya. Dia merintih saat aku duduk, ereksiku menekan di antara kami. Aku menciumnya sampai dia gemetar, sampai aku merasakan keinginannya mengalahkan rasa takut atau was-was yang dia simpan. Aku menyeret mulutku di pipinya ke telinganya, menarik di lobus. "Katakan padaku."
"Aku ingin merasakanmu."