Télécharger l’application
5.09% My Sex(y) Friend / Chapter 18: Sisi Lembut Seorang Kendrick

Chapitre 18: Sisi Lembut Seorang Kendrick

Selamat membaca

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

Tempat pameran

Sesi mengerjai Liliana ternyata tidak berhenti sampai ditatap para wanita yang tajamnya melebihi belati.

Liliana bahkan yakin jika tatapan bisa mengeluarkan peluru, kepalanya sudah bolong karena ditatap sedemikian rupa tepat di belakangnya saat itu.

Ya, sudah dikatakan jika saat ini ia sedang dijadikan tameng oleh si pria bajingan, yang sedari awal tidak lelah mengajaknya berkeliling.

Padahal jujur saja, si pria sebenarnya paling anti berkeliling, karena pria inilah yang akan dikelilingin di setiap kesempatan.

Katakanlah saat ini si pria bernama keluarga Cashel itu hatinya sedang bolong, karena malam ini merasakan kesenangan ketika bisa membuat wanita berani yang sudah menistai bibir sucinya itu diam, sama sekali tak berkutik.

Ini murni karena ia meminta tanggung jawab loh, bukan karena niat lainnya. Apalagi sampai balas dendam, tidak, ia tidak balas dendam kok.

Ditekankan sekali lagi, Kendrick tidak sedang balas dendam. Tapi boong...

"Ken, aku lelah."

Bisikan Liliana terdengar sangat lirih, entah sudah berapa kali ia meminta duduk dan istirahat meski sejenak. Tapi sial sekali, pria yang dipanggilnya Ken ini justru hanya bergumam dan kembali melanjutkan sesi ramah tamah 'tumbennya'.

"Hn."

"Ck! Ken…."

Oke, Liliana sudah mulai merengek dan Ken suka dengan suara manja merengek dari si wanita, yang memang dari awal tidak diajaknya istirahat.

Kejam?

Biar saja, suruh siapa berani menolaknya di awal dan baru menurut saat sudah mendengar ancaman darinya.

Jujur saja, semakin wanita jual mahal, seorang pria akan semakin penasaran, kan?

Dan sayangnya, wanita yang selama ini mengelilinginya adalah wanita tipe gampang nempel asal tampan. Ck-ck-ck...

Namun kasus kali ini berbeda, wanita bernama Liliana inilah yang menerobos itu semua melalui sebuah ciuman panas.

"Sebentar lagi, aku akan mengajakmu istirahat di tempat lebih bagus."

Ken menyahuti dengan bisikan dan kali ini lebih panjang, menjelaskan disertai janji bernada meyakinkan. Sehingga Liliana yang mendengarnya tanpa sadar mengangguk, tidak sadar sudah seperti anak TK yang diimingi permen.

Oh…. Sepertinya ia sudah terlalu lelah untuk menimpali dengan kata-kata sinis seperti beberapa saat lalu.

Hell! Jelas saja. setahunya, ini tuh acara pemeran yang digelar Crish, tapi kenapa yang paling disambut semringah si pria di sampingnya?

Kakinya hampir copot karena heels yang dipakainya terlampau tinggi, benar-benar menyebalkan.

Untuk terakhir kali, Ken membawa Liliana kepada seorang yang baru saja selesai bekerjasama dengannya beberapa hari lalu. Dan setelah selesai dengan pengusaha itu, Ken benar-benar membawa Liliana istirahat di tempat indah.

Tebak dimana? Liliana dibawa ke sebuah taman, dengan sebuah kursi di depan kolam air mancur yang tampak indah berwarna biru efek lampu.

Liliana hanya melihat dengan kepala memutar sepanjang perjalanan, hingga akhirnya tersadar dari rasa kagum melihat air mancur saat suara Ken terdengar.

"Duduk!"

Hanya perintah singkat, tapi cukup membuat Liliana tanpa buang waktu segera duduk dan mendesah lega setelahnya.

"Huft…, gila ya kamu? Tahu tidak sih, kakiku sak- ehh…."

Liliana berhenti dari gerutuannya, saat melihat Ken yang bersimpuh dengan kakinya yang kini dibawa ke pangkuan paha pria itu, entah ingin diapakan.

"Apa yang kamu lakukan!?" lanjut Liliana memekik kaget, netranya membulat saat Ken melepas heels yang dipakainya dan memperhatikan dengan tajam kakinya yang sedikit lecet.

"Apa kamu tidak punya sepatu yang lebih membuat kakimu nyaman?" tanya Ken marah. "Kenapa kamu tidak menyayangi kakimu, (Yang indah ini)" lanjutnya masih marah.

Ia segera menghubungi bodyguard yang menjaganya dari di tempat yang tidak bisa diprediksi, mengucapkan sedikit kata tapi cukup dimengerti tanpa perlu bertanya lagi.

Ken mematikan sambungan, kembali menatap tumit kaki lecet dengan perasaan sedikit bersalah. Ia tidak tahu, kalau berjalan menggunakan heels terlalu lama bisa membuat kulit kaki seperti ini.

Ia meniup sekilas luka itu, kemudian menengadahkan wajahnya menatap Liliana yang diam menatapnya dengan netra membulat.

Fuuhh…

"Anak buahku akan mengantar obat, tunggu sebentar," gumam Ken datar dengan nada khawatir terselip jika saja jeli saat mendengarnya.

"Ak-aku tidak apa-apa."

"Apa yang tidak apa-apa?"

Cicitan Liliana yang masih menatap Ken tidak mengerti, dibalas dengan pertanyaan sarkas dari si pria, terdengar menyebalkan apalagi dengan alis terangkit sebelah itu, memandangnya skeptik.

"Ini sudah bias-

"Bos!"

Ucapan Liliana terpaksa kembali ditelan, ketika suara bass dari belakang terdengar dan Ken mengangguk mendengarnya.

Ken juga menerima saat sebuah plaster dan tissue basah diulurkan kepadanya, kemudian memerintah kembali setelahnya "Kamu bisa pergi."

"Baik, Bos!"

"Hm."

Setelah memastikan bodyguard-nya meninggalkan taman belakang, Ken akhirnya fokus kembali kepada Liliana yang menatapnya masih dengan ekspresi sama, tidak percaya.

Jelas, Liliana bahkan masih ingat bagaimana menyebalkannya wajah itu ketika memerintah dan saat ini justru menampilkan ekspresi khawatir, meski ia harus mempelajarinya lama.

"Lecetmu harus dibersihkan dan ditutup, jika tidak akan semakin sakit," gumam Ken seraya membuka kemasan tissue basah dan mengambilnya selembar.

"Sudah kubilang tidak sak- sshhh…."

Ucapan Liliana berganti menjadi desisan sakit, saat Ken tiba-tiba mengusap lecet di tumitnya. Ia hampir saja memarahi si pria bermanik biru yang kini fokus menatap lukanya, jika tidak lebih dulu mendengar suara menyebalkan si pria.

"Tidak sakit tapi mendesis, keh…. Lucu sekali."

Ck!

Liliana akhirnya hanya bisa berdecak, merasa percuma jika ia sampai membalas ucapan Ken yang selalu sanggup membuatnya naik tensi.

Setelah ucapan menyindir dari Ken, tidak ada lagi obrolan di antara keduanya dan Liliana hanya memperhatikan dalam diam, saat Ken dengan telaten mengusap lukanya kemudian menutupnya dengan plaster warna kulit.

Selesai.

Ken juga meletakan kaki Liliana dengan hati-hati di paving, kemudian membereskan sisa bungkusan itu dan meletakannya di tempat duduk di samping Liliana, sedangkan Ken sendiri memilih untuk berdiri menjulang di depannya.

"Lain kali pakai sepatu yang nyaman, sepertinya ukuran sepatu itu terlalu kecil untukmu, jika tidak mana mungkin kulitmu bergesekan," tegur Ken panjang lebar, menasehati Liliana yang menganga mendengarnya.

Ini kalimat panjang pertama tanpa ada desisan bernada bossy dari seorang Ken, Liliana yang baru mengenal serta bercakap beberapa kali bahkan tahu dan tidak bisa untuk berdecak kagum.

"Wow!"

Seruan Liliana dan tatapan dengan kelopak mata berkedip itu membuat Ken mengernyit. Ia menatap balik Liliana dengan sebelah alis terangkat sempurna, merasa aneh dengan ekspresi wanita di depannya.

"Hn, ada apa denganmu?" tanya Ken dingin, memasukan kedua tanganya ke dalam saku celana dan menatap datar Liliana yang masih berkedip.

"Tidak ada," jawab Liliana cepat "Tapi…."

"Hn?"

Liliana sengaja menggantung ucapannya, saat Ken menyahutinya dengan gumaman kembali. Ia juga tidak lantas melanjutkan ucapannya dan justru berdiri dengan ringisan yang membuat Ken refleks berdecak kesal menutup rasa khawatir.

"Ck! Kamu itu masih terluka, tahu tidak sih?"

Liliana tidak mempedulikan decakan itu, ia tetap mencoba berdiri dengan kaki telanjang menapaki paving dingin itu. Hingga akhirnya ia berhasil dan berdiri berhadapan dengan Ken yang masih menatapnya datar.

"Aku tahu," jawab Liliana singkat "Tapi, kamu tahu tidak apa yang ingin kukatakan kepadamu sebenarnya?" lanjutnya justru balik bertanya.

"Apa? Kamu ingin mengatakan terima kasih dan mengakui kalau ak-

"Sungguh, dari setiap perkataan aku merasa kalimat yang beberapa saat lalu seperti bukan kamu. Kamu…, tidak memiliki kepribadian ganda kan?"

"Hah!"

Bersambung


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C18
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous