Sorot matanya yang putih, tak memiliki aura kehidupan pada dirinya selain hasrat ingin membunuh. Kelapa botak plontos, dengan urat terlihat jelas memancarkan sinyal bahaya. Kedua gadis itu, menggenggam senjata mereka dengan erat sedangkan Fadil tersenyum sembari memasukkan katananya kembali ke dalam sangkarnya. Pergelangan tangan hingga siku pada kedua tangannya, berubah menjadi batu magma yang sangat panas.
Kobaran api, serta percikan halilintar merah memancarkan energi supranatural yang sangat besar. Lingkar api mengintari kedua telapak kakinya, lalu ia pun melompat setinggi mungkin untuk menghatam wajahnya dengan api Brajamusti. Tiba-tiba, tubuhnya terpental cukup jauh hingga menghancurkan tembok. Dirinya seperti di hantam oleh buldoser, hanya saja lebih cepat dan kuat. Tubuhnya terkubur oleh puing-puing bangunan, kedua gadis itu serentak menyebut namanya dengan sangat khawatir.